Akademisi RI Gandeng Hayrat Foundation Perluas Pengaruh Keilmuan Islam Global

2 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya internasionalisasi pendidikan tinggi Indonesia telah memasuki babak yang sangat penting. Ini ditandai dengan serangkaian kunjungan strategis yang dilakukan oleh delegasi akademisi Indonesia ke berbagai institusi di Turki, termasuk yayasan terkemuka seperti Hayrat Foundation dan organisasi jejaringnya.

Agenda utama dalam pertemuan yang berlangsung pada akhir November 2025 itu berfokus pada diskusi mendalam mengenai penguatan Islam Wasathiyah (moderasi beragama), potensi kolaborasi riset, hingga strategi pengembangan filantropi global.

Delegasi yang berangkat ke Turki ini bukanlah tim sembarangan. Ia terdiri dari lima akademisi lintas kampus ternama di Indonesia: Prof. Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si., Dr. Muhtadi, M.Si., dan Dr. Deden Mauli Darajat, M.Sc. (ketiganya dari UIN Jakarta), kemudian Dr. Asep Shodiqin, MA (dari UIN Bandung), serta Dr. Tata Septayuda Purnama, M.Si. (dari Universitas Al-Azhar Indonesia). Kunjungan ini dirancang bukan sekadar seremoni diplomasi biasa, melainkan diarahkan pada aksi nyata kerja sama akademik, filantropi, dan diplomasi pendidikan yang bertujuan memperkuat posisi Indonesia dalam jaringan keilmuan dunia Islam secara global.

Salah satu agenda krusial dalam kunjungan tersebut adalah pertemuan strategis dengan International Student Institution yang dipimpin oleh Celalettin Günaydın. Diskusi ini membuka banyak potensi program bersama di masa mendatang. Bentuk-bentuk kerja sama yang dibahas meliputi kolaborasi riset internasional, program pertukaran dosen dan mahasiswa, international scientific mobility, hingga penyelenggaraan konferensi akademik antarnegara.

Celalettin Günaydın dalam kesempatan itu menegaskan adanya kesamaan visi fundamental antara Turki dan Indonesia dalam memandang pengembangan pendidikan Islam dan peradaban modern. Senada dengan itu, Prof. Gun Gun Heryanto menekankan bahwa internasionalisasi adalah sebuah keharusan mutlak agar riset Indonesia mampu berdaya saing di kancah global. Pertemuan yang produktif ini juga membuka peluang adanya kunjungan balasan dari Turki ke Indonesia, yang diharapkan dapat memperluas jejaring akademik, khususnya pada isu-isu hangat seperti moderasi beragama, pendidikan multikultural, dan penguatan generasi muda.

Diskusi pun berlanjut ke dalam Focus Group Discussion (FGD) bersama Persatuan Guru Turki yang dipimpin oleh Yusuf Irmak. Fokus utama FGD ini adalah bagaimana mengarusutamakan atau mengintegrasikan Islam Wasathiyah dalam pendidikan dakwah dan sekolah-sekolah di Turki.

Diskusi mendalam ini mengupas tantangan global yang dihadapi oleh pendidikan Islam saat ini, meliputi isu radikalisme dan intoleransi, perlunya penguatan citra Islam yang ramah dan berperadaban, polarisasi sosial, upaya memperkuat kohesi bangsa, peningkatan kapasitas dai dan pendidik, dampak globalisasi pemikiran, serta pentingnya dialog antarperadaban. Delegasi Indonesia memaparkan berbagai praktik baik moderasi beragama yang telah berjalan di kampus-kampus tanah air, sementara pihak Turki menyampaikan visi universal Islam yang damai, berkeadilan, dan humanis.

FGD ini mencapai puncaknya dengan kesepakatan penyusunan peta jalan kerja sama akademik yang konkret, termasuk riset kolaboratif bidang dakwah dan studi Islam, pertukaran dosen dan mahasiswa, serta konferensi tahunan mengenai moderasi beragama.

Selain aspek akademik, kunjungan ini juga menyasar aspek filantropi global melalui benchmarking ke Hayrat Yardım Derneği (Hayrat Aid).

Organisasi bantuan kemanusiaan ini memiliki rekam jejak yang mengesankan, beroperasi di 90 negara dengan lebih dari 300 koordinator di Turki. Kunjungan ini memberikan pembelajaran penting tentang manajemen zakat dan kemanusiaan yang profesional. Diskusi difokuskan pada manajemen mutu filantropi, transparansi dan akuntabilitas, pengukuran dampak (impact measurement), program sponsorship yatim, pengelolaan zakat, kurban, hingga respons darurat bencana.

Dr. Tata menilai model Hayrat Aid sangat adaptif untuk memperkuat ekosistem zakat di Indonesia. Sementara Dr. Asep menyoroti pentingnya komparasi strategi dan governance (tata kelola) dalam filantropi modern. Kedua belah pihak menyepakati kolaborasi tim riset bersama, workshop praktik terbaik, dan studi komparatif antarorganisasi zakat-filantropi di kedua negara.

Rangkaian kunjungan ini secara kuat menunjukkan bahwa moderasi beragama atau Islam Wasathiyah bukan lagi sekadar isu domestik Indonesia, melainkan telah menjadi kontribusi strategis bagi dunia Islam secara luas. Turki dan Indonesia sama-sama menegaskan kembali prinsip bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam), bahwa pendidikan adalah benteng paling kokoh melawan ekstremisme, dan bahwa kolaborasi antarnegara sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas global.

Diskusi mengenai Islam Wasathiyah ini berfungsi efektif sebagai soft power diplomacy, yang secara elegan memperkuat citra Indonesia sebagai pusat moderasi Islam dunia. Dalam hal penguatan pengaruh akademik global, disepakati pula berbagai kolaborasi nyata, seperti joint research, student mobility program, dan publikasi internasional, yang secara langsung akan meningkatkan reputasi akademik Indonesia di panggung ilmiah global. Semua inisiatif ini sejalan dengan visi World Class University dan optimalisasi peran kampus dalam jejaring global.

Pada akhirnya, kunjungan strategis ini menegaskan kembali bahwa pendidikan, riset, dan kemanusiaan adalah tiga pilar penting yang tidak hanya dapat memperkuat hubungan bilateral Indonesia–Turki, tetapi juga memperluas kontribusi nyata Indonesia bagi umat dan kemajuan peradaban global secara menyeluruh.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |