AS Gelontorkan Rp31 T ke Boeing Demi Modernisasi Bomber Andalan

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Boeing kembali mengamankan kontrak jumbo dari Angkatan Udara Amerika Serikat (US Air Force/USAF) senilai lebih dari US$2 miliar atau sekitar Rp31,6 triliun untuk melanjutkan program modernisasi pesawat pengebom strategis B-52H. Kontrak ini difokuskan pada integrasi mesin baru dalam program Commercial Engine Replacement Program (CERP).

Mengutip laporan FlightGlobal, persetujuan pendanaan tersebut diberikan USAF pada 23 Desember 2025. Dana ini akan digunakan untuk mendukung integrasi mesin baru pada dua unit pesawat B-52H, sebagai bagian dari tahap krusial penggantian sistem propulsi armada legendaris tersebut.

"Program ini memastikan B-52 tetap relevan dan mampu beroperasi secara efektif selama beberapa dekade ke depan," kata pejabat Angkatan Udara AS dalam dokumen kontrak yang dikutip FlightGlobal, Senin (29/12/2025).

Saat ini, seluruh armada B-52H masih ditenagai delapan mesin turbofan TF33 buatan Pratt & Whitney yang telah digunakan selama puluhan tahun. Namun, mesin tersebut dinilai tidak lagi memenuhi standar efisiensi, keandalan, dan keberlanjutan jangka panjang.

Sebagai penggantinya, USAF memilih mesin F130 buatan Rolls-Royce, turunan militer dari mesin komersial BR725. Rolls-Royce memenangkan kontrak CERP pada 2021, mengalahkan pesaingnya GE Aerospace dan Pratt & Whitney.

Rolls-Royce sebelumnya telah menuntaskan critical design review pada Desember 2024, yang menilai kesiapan teknis mesin F130 dari sisi kinerja, biaya, dan jadwal. Pengujian lapangan mesin ini telah dimulai sejak 2023 dengan konfigurasi dual-pod khas B-52 untuk mensimulasikan kondisi operasional nyata.

"F130 dirancang untuk meningkatkan keandalan, menurunkan kebutuhan perawatan, dan mendukung masa pakai pesawat yang jauh lebih panjang," ujar pernyataan resmi Rolls-Royce.

Untuk mendukung program ini, Rolls-Royce diperkirakan akan memproduksi lebih dari 600 unit mesin F130 di fasilitasnya di Indianapolis, Indiana. Meski nilai kontrak melebihi US$2 miliar, pendanaan akan dicairkan secara bertahap hingga program rampung pada 2033.

Dari total tersebut, sekitar US$36 juta atau setara Rp569 miliar telah dialokasikan untuk kebutuhan pengujian dan integrasi awal.

Program penggantian mesin ini merupakan bagian dari modernisasi menyeluruh yang akan mengubah nama armada B-52H menjadi B-52J. Selain mesin baru, seluruh 76 pesawat akan dibekali radar AESA buatan Raytheon, peningkatan avionik, sistem komunikasi untuk misi konvensional dan nuklir, serta desain ulang kompartemen awak.

Boeing juga telah mengirimkan satu unit B-52H dengan radar AESA baru untuk menjalani uji darat dan uji terbang. Pengujian ini dijadwalkan berlangsung hingga 2026, dengan keputusan produksi penuh radar di seluruh armada diharapkan pada akhir tahun tersebut.

Kemampuan operasional awal (initial operational capability) B-52J diproyeksikan tercapai pada 2033, meskipun jadwal ini mundur sekitar tiga tahun dari rencana awal.

Modernisasi ini menegaskan peran strategis B-52 dalam doktrin pertahanan AS. Saat pesawat pengebom B-1B dan B-2 akan dipensiunkan secara bertahap, B-52J diproyeksikan tetap menjadi tulang punggung operasi pengeboman jarak jauh.

Berdasarkan data Cirium, USAF saat ini mengoperasikan 76 unit B-52H dengan usia rata-rata mencapai 64 tahun. Meski demikian, para pejabat senior Angkatan Udara AS bahkan menyebut pesawat ini berpotensi beroperasi hingga usia 100 tahun, menjadikannya salah satu sistem senjata paling tahan lama dalam sejarah militer modern.

(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |