Awas Krisis Baru Dunia, Utang Negara Maju G7 'Meledak'

1 day ago 3

Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Utang pemerintah negara-negara maju yang tergabung dalam G7 kini menjadi sorotan utama pasar. Investor mulai khawatir utang yang mau "meledak" di negara-negara ekonomi besar tersebut, apalagi karena mereka lambat memperbaiki kondisi fiskal saat ini.

Lalu negara mana saja? Berikut ini adalah negara-negara yang menjadi fokus dan alasannya, seperti dilaporkan Reuters pada Rabu (4/6/2025):

1. Amerika Serikat

Amerika Serikat (AS) telah melesat ke puncak daftar negara yang mengkhawatirkan setelah penjualan obligasi yang tajam pada April. Yang menambah kekhawatiran, menurut lembaga pemikir nonpartisan Committee for a Responsible Federal Budget, adalah rancangan undang-undang pajak dan pengeluaran Presiden Donald Trump, yang dapat menambah sekitar US$3,3 triliun (Rp 53 ribu triliun) utang pada tahun 2034.

CEO JP Morgan Jamie Dimon memperingatkan tentang "celah di pasar obligasi" yang sebagian disebabkan oleh pengeluaran berlebihan. Peringkat kredit AS oleh Moody's mengalami penurunan, turun dari Aaa menjadi Aa1. Meski begitu, Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan negara itu tidak akan pernah gagal bayar.

2. Jepang

Selama bertahun-tahun Jepang merupakan contoh nyata tentang bagaimana pasar dapat mengabaikan tumpukan "utang yang sangat besar". Namun kini, utang publik Jepang lebih dari dua kali lipat ekonominya dan merupakan yang terbesar di antara negara-negara maju.

Imbal hasil obligasi jangka panjangnya mencapai rekor tertinggi pada bulan Mei setelah penjualan obligasi 20 tahun yang menghasilkan hasil lelang terburuk sejak 2012, menimbulkan keraguan pada permintaan. Biaya pinjaman tiga puluh tahun telah melonjak 60 basis poin (bps) selama tiga bulan terakhir, bahkan lebih cepat daripada di AS.

Penyebabnya permintaan surat utang jangka panjang yang menurun dari pembeli tradisional. Seperti perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun pada saat kepemilikan obligasi Bank Jepang, yang menguasai sekitar setengah pasar, turun untuk pertama kalinya dalam 16 tahun.

Perdana Menteri Shigeru Ishiba sementara itu menghadapi tekanan untuk pengeluaran besar dan pemotongan pajak. Para pembuat kebijakan sudah mempertimbangkan untuk memangkas penjualan obligasi superpanjang, untuk sementara meredakan kekhawatiran pasar.

Namun, lelang yang buruk minggu lalu menunjukkan bahwa hal itu mungkin berakar lebih dalam. "Lemahnya lelang Jepang merupakan gejala bahwa ada sesuatu yang terjadi di bawahnya," kata kepala strategi pasar Nordea Jan von Gerich.

3. Inggris

Di Eropa, Inggris, memiliki utang mendekati 100% dari PDB. Negara ini pun rentan terhadap aksi jual obligasi global meskipun pemerintah telah menekankan disiplin fiskal.

Tinjauan pengeluaran multi-tahun Menteri Keuangan Rachel Reeves minggu depan dapat menjadi ujian berikutnya bagi satu-satunya negara G7 dengan biaya pinjaman 30 tahun di atas 5%. IMF mendesak Reeves untuk tetap berpegang pada rencana untuk menurunkan pinjaman publik.

"Pemerintah tampaknya siap untuk membelanjakan lebih banyak untuk pertahanan dan kesehatan," kata ahli strategi Rabobank Jane Foley seraya mengingatkan bahwa pemerintah telah berjanji untuk tidak menaikkan pajak dan tetap mengetatkan pengeluaran.

"Penghentian lebih awal dari penjualan obligasi Bank of England yang aktif berpotensi mendukung pasar obligasi," kata kepala strategi makro global di BNP Paribas, Sam Lynton-Brown.

4. Prancis

Tekanan di pasar obligasi Prancis, yang didorong kekhawatiran ketidakstabilan politik akan menghambat upaya pengetatan keuangan memang telah mereda.  Namun, kehati-hatian tetap diperlukan.

Perdana Menteri Francois Bayrou berencana untuk mengumumkan peta jalan "pemotongan defisit" empat tahun pada bulan Juli, yang dapat menjadi latar belakang perang anggaran di parlemen. "Prancis belum mengalami perbaikan apa pun di sisi utang sejak krisis COVID," kata manajer dana pendapatan tetap Carmignac, Eliezer Ben Zimra.

5. Italia

Italia telah turun dari daftar negara yang mengkhawatirkan karena peningkatan stabilitas politik dan ekonomi serta peningkatan kelayakan kredit. Defisit anggarannya turun menjadi 3,4% dari output pada tahun 2024 dari 7,2% pada tahun 2023, dan diperkirakan akan turun menjadi 2,9% pada tahun 2026.

Meskipun begitu, Italia masih memiliki dinamika utang jangka panjang yang menantang. Kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan negara-negara seperti Prancis dan diversifikasi yang mendukung aset Eropa mendukung obligasinya.

Kesenjangan imbal hasil obligasi 10 tahun Italia/Jerman mendekati yang tersempit sejak 2021, yaitu hanya di bawah 100 bps.


(tfa/tfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Krisis Hantam Negara Maju, Banyak Warga Tidur di Bandara

Next Article Video: Bakal Jatuh Tempo di 2025, Utang SRBI Nyaris Tembus Rp 1.000 T

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |