Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana membeberkan modus baru masuknya pakaian jadi ilegal asal China yang kian marak di Indonesia. Ia mengungkapkan, praktik ilegal itu kini tidak hanya terjadi pada baju bekas, tetapi juga pakaian baru yang masuk dengan cara terselubung lewat skema importasi borongan atau mixed container.
Modus inilah yang kemudian menyebabkan barang-barang tersebut melenggang masuk ke Indonesia tanpa pemeriksaan ketat. Seperti, baju-baju impor asal China yang tanpa label merek, kemudian ditempeli label di dalam negeri. Praktik ini kemudian menyulitkan penelusuran asal usul barang/ baju impor tersebut.
"Secara ilegal ini bukan hanya baju bekas ya, tapi baju baru juga masuk secara ilegal. Karena modusnya melalui misalnya importasi borongan atau mixed container," ungkap Danang kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/10/2025).
"Importasi borongan ini kan terdiri dari berbagai jenis produk, berbagai jenis HS code, yang akhirnya kemudian pengawas kita di pelabuhan, di bea cukai misalnya tidak bisa mengidentifikasi dengan jelas di dalam container yang campur itu ada baju baru, ada elektronik, ada household, ada peralatan-peralatan lain yang digabung ke situ kan," paparnya.
Menurutnya, cara ini membuat pengawasan di pelabuhan menjadi sangat sulit karena satu kontainer bisa berisi berbagai jenis barang, sehingga petugas sulit membedakan mana barang legal dan mana yang diselundupkan.
Danang menegaskan, praktik tersebut sudah lama terjadi, bahkan juga berkaitan dengan masuknya pakaian-pakaian jadi baru tanpa label merek dari China, yang baru diberi merek setelah sampai di Indonesia.
"Ini tuh praktik yang sering kita temui. Jadi banyak barang-barang baru dari China masuk Indonesia tanpa merek, kemudian importir di sini memasang brand di situ merek-merek," jelasnya.
Ia mengatakan, fenomena pakaian tanpa label merek sudah menjadi keluhan besar pelaku industri tekstil dalam tiga tahun terakhir. Barang-barang tersebut umumnya tidak mencantumkan merek maupun negara asal produksi, sehingga sulit dilacak.
"Kalau label 'made in' itu kan sangat jarang ya. Kalau praktik-praktik seperti itu kan mereka tidak mencantumkan nama merek asal negara, tidak mencantumkan. Nah salahnya di situ, sehingga kita juga tidak bisa melacak ini merek China dari mana, area mana, provinsi mana," ujarnya.
API, lanjut Danang, sudah sejak lama menyampaikan persoalan ini kepada pemerintah. Namun hingga kini belum terlihat upaya penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku impor ilegal tersebut.
"Iya, itu kan sudah kita laporkan sebenarnya ke Menteri Koperasi UKM ya waktu jaman masih Mas Teten ya. Cuman tindak lanjutnya memang kita belum tahu, apakah ada upaya keras terkait dengan penindakan penegakan hukum atau mengidentifikasi siapa importirnya," ujarnya.
Lebih lanjut, Danang menyebut maraknya impor pakaian jadi, baik legal maupun ilegal, telah memukul keras industri garmen nasional.
"Itu sudah terbukti sangat menggerus, mengingat juga kemudian kita lihat hampir sebesar 58 atau 60-an perusahaan tekstil garmen jatuh dalam 3-4 tahun terakhir kan. Salah satu penyebabnya adalah liberalisasi impor itu yang dilakukan melalui berbagai kebijakan ya, termasuk misalnya Permendag 8/2024 itu," katanya.
Menurutnya, aturan yang longgar dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, justru membuka celah bagi impor barang jadi tanpa batas.
"Kan diatur di Permendag 8/2024 bahwa importasi baju baru bisa dilakukan. Jadi itulah yang... apakah kita itu bisa sebut itu legal atau illegal, gimana ya kita menjawabnya ya, kalau pemerintah mengizinkan kan berarti legal," ujarnya.
Meski begitu, Danang mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai memperbaiki kebijakan impor tersebut melalui revisi ke Permendag 17/2025. Regulasi baru itu akan memperketat impor produk jadi, termasuk pakaian, meski baru akan berlaku pada Agustus tahun depan.
"Kita sih berharap dia peraturannya diperbaiki. Maka pada bulan Agustus 2025 kan pemerintah sudah melahirkan peraturan pengganti, Permendag 17/2025, di mana Permendag 17/2025 itu mulai mengetatkan lagi importasi produk barang yang sudah jadi. Tapi baru berlaku satu tahun setelah itu dikeluarkan, dari Agustus, ya berarti Agustus tahun depan," pungkas Danang.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Barang Tidak Laku, 3 Juta Pekerja Tekstil Terancam PHK

4 hours ago
1














































