Blokir Rekening Bisa Picu Bank Run, Sekuat Apa Likuiditas Bank RI?

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak orang takut bank mengalami run karena drama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir rekening yang dianggap tidak ada arus keluar selama tiga bulan atau lebih.

Diberitakan sebelumnya, PPATK telah menghentikan sementara transaksi untuk rekening-rekening pasif atau rekening dormant.

Rekening dormant itu sendiri ialah rekening tabungan atau giro milik nasabah yang dinyatakan oleh bank tidak memiliki aktivitas transaksi dalam jangka waktu tertentu.

Ada bank yang menyatakan rekening nasabahnya sebagai dormant bila tak ada transaksi 3 bulan, 6 bulan, hingga 12 bulan.

Meski telah masuk ke dalam status rekening dormant, PPATK menemukan banyak yang disalahgunakan, seperti digunakan untuk jual beli rekening atau digunakan untuk tindak pidana pencucian uang.

"Untuk melindungi masyarakat dan sistem keuangan, PPATK menghentikan sementara transaksi pada sejumlah rekening dormant, sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2010," dikutip dari pengumuman dalam akun instagram @ppatk_indonesia, Senin (28/7/2025).

Meski ada pemblokiran sementara transaksi, PPATK memastikan, dana nasabah di rekening yang telah berstatus dormant itu akan tetap aman dan hilang.

Penghentian transaksi ini juga disebut PPATK menjadi bagian dari pemberitahuan terhadap nasabah, ahli waris, atau perusahaan bahwa rekening tersebut masih tercatat aktif, meskipun lama tidak digunakan.

"Langkah ini diambil demi menjaga integritas dan keamanan sistem keuangan Indonesia," tulis PPATK dalam postingan informasinya.

Meski sering disebut sebagai langkah demi kebaikan bersama dan dijanjikan bahwa dana nasabah tetap aman, kenyataannya tetap tak bisa dipungkiri: situasi ini menimbulkan kekhawatiran yang nyata.

Sebab di balik janji perlindungan, ada kisah pilu yang muncul, nasabah yang kesulitan mengakses uang mereka sendiri, bahkan sampai tak bisa membayar biaya pengobatan yang mendesak, atau tertunda melanjutkan pendidikan karena dana kuliah tertahan.

Realita ini menunjukkan bahwa krisis kepercayaan di sektor keuangan bukan sekadar soal angka, tapi menyentuh langsung kehidupan banyak orang. Hal ini kemudian menjadi kekhawatiran bank bisa mengalami run, kondisi ketika banyak nasabah secara bersamaan menarik uang mereka dari bank karena takut bank tersebut akan bangkrut atau tidak mampu memenuhi kewajibannya.

Namun, dalam konteks ini mereka takut kalau rekening mereka akan di blokir oleh PPATK.

Tapi faktanya, kita juga harus memahami, kondisi ini hanya sementara dan sebenarnya bank juga tak akan semudah itu mengalami run.

Begini kondisi likuiditas bank sebenarnya...

Likuiditas menjadi salah satu tolak ukur bahwa bank masih bisa memenuhi kewajiban-nya.

Ada dua tugas yang dimiliki bank yaitu sebagai penghimpun dana dan penyalur dana melalui kredit atau pembiayaan.

Dalam hal penghimpun dana, ada dua jenis yang harus kita pahami yaitu current account saving account (CASA), ini terdiri dari tabungan dan giro, kemudian ada time deposit.

CASA merupakan produk tabungan dan giro yang bisa sewaktu-waktu kita ambil. Sementara, time deposit memiliki jangka waktu yang ditetapkan, misal tiga bulan, enam bulan, sampai satu tahun. Bunga time deposit tentu lebih tinggi dari CASA.

Dan, kita harus paham, bahwa bank tidak akan mengambil CASA untuk penyaluran kredit.

Bank hanya akan mengambil time deposit, itu pun masih akan dipotong Giro Wajib Minimum (GWM) pada Bank Indonesia (BI) guna menjaga stabilitas sistem keuangan dan mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat.

Guna menilai apakah sebuah bank masih memiliki ruang likuiditas untuk menyalurkan kredit secara lebih ekspansif, salah satu indikator yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio ini menunjukkan seberapa besar dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank telah disalurkan dalam bentuk kredit.

Secara umum, batas atas LDR adalah 100%, meskipun regulator seperti BI atau OJK menetapkan kisaran idealnya di antara 78% hingga 92%.

Semakin rendah rasio LDR atau dalam batas wajar, semakin menunjukkan bahwa bank memiliki ketahanan likuiditas yang baik, artinya masih ada cukup dana cadangan untuk memenuhi kewajiban maupun memperluas penyaluran kredit ke depan.

Namun demikian, rasio yang terlalu rendah juga bisa mengindikasikan bahwa bank belum optimal dalam menjalankan fungsi intermediasinya, yakni menyalurkan dana ke sektor produktif.

Intinya, LDR menjadi alat penting untuk menilai keseimbangan antara kehati-hatian dan agresivitas penyaluran kredit, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap stabilitas dan daya dorong pertumbuhan ekonomi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat LDR sektor perbankan sampai Mei 2025 berada di 88,30%. Masih dalam rentang ideal menurut aturan regulator.

Mari kita bandingkan juga dengan kondisi LDR dari berbagai bank big caps dan mid caps di Tanah Air sebagai berikut :

Dari grafik di atas kami mengumpulkan delapan emiten big - mid caps perbankan, mereka adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP), PT Bank Permata Tbk (BNLI), PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), dan PT Bank Mega Tbk (MEGA).

Dari daftar di atas hanya BDMN yang memiliki likuiditas ketat, sementara mayoritas lain-nya masih memiliki likuiditas ideal, tercermin dari LDR berada di level yang lebih baik dari rata-rata industri.

Kesimpulannya, kita tidak usah terlalu khawatir dengan drama PPATK yang membuat sebagian orang menarik uang-nya dari bank. Karena pada fakta-nya likuiditas bank masih banyak yang baik-baik saja.

Artinya, ke depan mereka masih bisa menyalurkan kredit lebih agresif, dengan catatan tentunya risiko kredit patut dijaga dengan prinsip kehati-hatian agar Non Performing Loan (NPL) tetap di level ideal.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |