Buang Minyak? Ramai-Ramai Arab Kini Cari 'Harta Karun Baru' Bumi

11 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia- Fenomena baru terjadi di negara Arab. Ramai-ramai investor dari negara itu kini tertarik mencari "harta karun baru" bumi.

Ini terkait mineral penting logam tanah jarang (rare earth). Para eksekutif pertambangan mengakui ada peningkatan tajam minat dari investor Timur Tengah, seiring ambisi negara kawasan bersaing dengan pemain global.

"Minat terhadap tanah jarang di wilayah ini sangat fenomenal," ujar CEO Critical Metals, perusahaan tambang tanah jarang yang terdaftar di bursa saham AS, Tony Sage, dalam perjalanan bisnisnya ke Timur Tengah, dikutip CNBC International, Rabu (29/10/2025).

"Saya tidak menduganya karena, Anda tahu, mereka tidak bisa menambangnya. Sebenarnya tidak ada penemuan di area ini, tetapi mereka ingin dapat berpartisipasi dalam hilirisasi," ujar Sage lagi.

Komentar ini muncul ketika para pembuat kebijakan dan pemimpin bisnis berbondong-bondong menghadiri Future Investment Initiative (FII) Arab Saudi di Riyadh. Acara ini dijuluki pertemuan "Davos di Gurun" oleh para investor.

"Kunci Kemakmuran: Membuka Batas-Batas Baru Pertumbuhan," tema agenda itu tahun ini.

Di antara banyak negara, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) menjadi pemimpinnnya. Kedua negara semakin berupaya memanfaatkan modal finansial dan lokasi geografis mereka untuk merebut pangsa pasar mineral penting.

Critical Metals, misalnya, telah bermitra dengan Obeikan Group dari Arab Saudi. Keduanya bermitra membangun pabrik pengolahan litium hidroksida skala besar di kerajaan tersebut.

"Tidak mengherankan jika Anda melihat minat, tidak hanya di dunia Barat, tetapi juga menyebar ke negara-negara Teluk karena saya pikir orang-orang menyadari bahwa kita mungkin berada di ambang ledakan AI," kata konsultan teknis senior di New Frontier Minerals, perusahaan eksplorasi tanah jarang yang berbasis di Australia, Kevin Das, mengaitkan minat investor terhadap tanah jarang dari Timur Tengah dengan pertumbuhan eksponensial di bidang kecerdasan buatan (AI).

"Jika Anda mulai melihat kemunculan robotika, setiap robot akan membutuhkan tanah jarang ini. Dan saya pikir pasokannya akan semakin menipis," tambahnya.

Direktur Pelaksana Empire Metals, Shaun Bunn, perusahaan yang terdaftar di bursa saham London, mengatakan bahwa perusahaannya juga telah menerima minat investor yang cukup besar dari Timur Tengah. Arab Saudi pun disebut sebagai salah satunya.

"Saya pikir ini merupakan bagian penting dari dorongan strategis kerajaan untuk mendiversifikasi dari minyaknya," katanya.

"Maksud saya, mereka akan selalu menghasilkan uang paling banyak dari minyak setidaknya saat ini, tetapi mereka sedang mencoba untuk melakukan diversifikasi," ujarnya lagi.

Mineral kritis logam tanah jarang engacu pada 17 unsur pada tabel periodik yang struktur atomnya memberikan sifat magnetik khusus. Unsur-unsur ini banyak digunakan di sektor otomotif, robotika, dan pertahanan.

Hambatan

Meski demikian, para analis telah mengidentifikasi sejumlah hambatan yang dihadapi negara-negara Teluk dalam upaya mereka mendapatkan mineral-mineral penting. Apalagi pemain regional saat ini masih menjadi produsen marjinal.

"Banyak usaha pertambangan Arab Saudi masih dalam tahap awal atau bahkan tahap konseptual, dan negara tersebut masih bergantung pada mitra asing untuk keahlian, sehingga mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun bagi Arab Saudi, dan negara-negara Teluk secara umum, untuk meningkatkan skala produksinya agar dapat mengurangi dominasi China atau memenuhi sepenuhnya permintaan Barat," ujar analis riset di IISS, Asna Wajid, dalam sebuah analisis yang diterbitkan pada akhir Juli.

"Selain itu, banyak pihak di Barat mungkin khawatir untuk mengganti ketergantungan mereka pada China dengan ketergantungan pada negara-negara Teluk, yang sudah memiliki pengaruh strategis yang cukup besar karena pasokan minyak dan gas mereka," kata Wajid.

China adalah pemimpin tak terbantahkan dalam rantai pasokan mineral kritis, memproduksi sekitar 70% pasokan tanah jarang dunia serta memproses hampir 90% dari negara lain dan memprosesnya. Pejabat AS sebelumnya telah memperingatkan bahwa dominasi ini menimbulkan tantangan strategis di tengah peralihan ke sumber energi yang lebih berkelanjutan.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Trump Incar Harta Karun Langka, Eks PM Malaysia Komentar Begini

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |