INDRAMAYU – Serabut kelapa selama ini hanya dipandang sebagai limbah hingga kerap terabaikan. Namun di Kabupaten Indramayu, limbah itu berhasil disulap menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Kegiatan itu dilakukan melalui program "Pemberdayaan Istri Nelayan Berbasis Ekonomi Kreatif Melalui Serabut Kelapa" yang digagas PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Program tersebut dirancang sebagai solusi ganda, yaitu mengelola limbah lingkungan sekaligus menciptakan sumber pendapatan alternatif yang tangguh bagi keluarga nelayan.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Melalui teknologi tepat guna dalam program itu, para istri nelayan di Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu dibekali kemampuan untuk mengolah limbah serabut kelapa menjadi coco rope (tali tambang). Komoditas itu memiliki pasar yang terbuka lebar.
PHE ONWJ pun memberikan fasilitas mesin produksi untuk membantu para istri nelayan mengolah serabut kelapa menjadi tali tambang.
Ketua Komite Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Kandanghaur, Nanang Rianto, menjelaskan, bahan baku serabut kelapa sangat melimpah. Bahan baku itu berasal dari pabrik dan para pengusaha kelapa di sekitar Kecamatan Kandanghaur.
"Tahap pertama, limbah serabut kelapa akan diolah menjadi coco rope. Sesuai kapasitas mesin, kelompok ini mampu memproduksi 60 kilogram per hari, yang jika dikalkulasi dapat memberi pendapatan kotor sekitar Rp 360.000 per hari," jelas Nanang, Rabu (29/10/2025).
Pada tahap awal, program itu langsung menyerap lima tenaga kerja. Mereka mampu mengolah 4,5 ton bahan baku per bulan.
Nanang menambahkan, visi jangka panjang program itu adalah kemandirian alat tangkap nelayan.
"Jika produksi coco rope sudah stabil, tahap selanjutnya adalah mengolahnya menjadi coco mesh atau jaring yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat tangkap nelayan," imbuhnya.
Camat Kandanghaur, Rusyad Nurdin pun mengapresiasi terobosan yang dilakukan PHE ONWJ. Ia berpesan agar peluang emas itu dimanfaatkan secara maksimal oleh kelompok masyarakat penerima.
"Ini sebuah konsep hebat. Pesan saya kepada kelompok, peluang ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Jangan sampai alat yang sudah dibikin, hanya tergeletak di gudang," tegas Rusyad.
Ia menekankan, program itupun harus memiliki sasaran yang jelas, terutama dalam penetrasi pasar. Diharapkan, program itu akan semakin berkembang sehingga bisa benar-benar memberdayakan warga secara berkelanjutan.
Dukungan juga hadir dari Kepala UPTD PPHH Dinas Kehutanan Jawa Barat, Donny Djatmiko. Ia menyatakan, pemerintah sangat mendukung program berbasis pemberdayaan dan lingkungan.
"Kami berharap program ini bisa terus berkembang, tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga memberi dampak yang lebih luas ke arah pelestarian lingkungan," kata Donny.
Head of Communication, Relations & CID PHE ONWJ, R Ery Ridwan, menyatakan, program itu adalah manifestasi nyata dari nilai “Kolaboratif” dan “Adaptif” yang dianut seluruh anak perusahaan Pertamina. Perusahaan, menurutnya, tidak hanya hadir di ruang-ruang operasional, tetapi wajib hadir sebagai bagian dari solusi atas tantangan sosial dan lingkungan di wilayah kerjanya.
"Kami melihat serabut kelapa ini sebagai 'emas cokelat' yang terabaikan. Di satu sisi, ini adalah limbah yang kerap diabaikan. Di sisi lain, ini adalah peluang," ujar Ery.
Ia menambahkan, program itu juga menjadi jembatan yang menghubungkan masalah tersebut dengan solusi ekonomi. Khususnya dalam memberdayakan para istri nelayan yang merupakan tulang punggung ketahanan ekonomi keluarga. (Lilis Sri Handayani)

5 hours ago
1










































