Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Dino 'Big Blue' Bangkit. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA) RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Mari kita buka cerita ini dengan satu pertanyaan nakal: siapa sangka kakek tua berkacamata dari tahun 1911 tiba-tiba bangun dari tidur panjangnya, menepuk pundak bocah-bocah Silicon Valley, dan berkata dengan tenang: "Nak, begini caranya bikin AI yang benar"?
Itulah IBM, si "Big Blue" yang dulu dianggap seperti dinosaurus di museum teknologi. Dulu IBM dikenal cuma jual server besar seharga rumah.
Eh, ternyata sekarang dia malah menari salsa di tengah gelanggang raksasa AI —dan semua penonton dari Meta sampai OpenAI bengong: lho kok bisa?
Granite 4.0, produk AI terbaru keluaran IBM, justru jadi batu pijakan sejarah baru di dunia kecerdasan buatan. Ini bukan sekadar upgrade.
Ini kudeta ilmiah yang dilakukan dengan sopan, pakai dasi, dan sertifikat ISO pula di tangan. Namanya kedengaran seperti bahan countertop dapur, tapi ia begitu cerdas.
Sebelum kita teriak "Bravo IBM!", mari menengok peta zaman AI seperti melihat dinasti-dinasti kuno. Tahun 2017, Anda ingat, kerajaan Google menulis kitab suci baru: Attention is All You Need. Ini naskah akademik yang melahirkan era AI cerdas seperti sekarang.
Maka dari situ lahirlah ras Transformer —makhluk matematika yang pandai memperhatikan, mengaitkan setiap kata dengan semua kata lain. Ia bisa menulis puisi, menjawab soal, bahkan menasihati orang patah hati. Tapi sayang, dia juga rakus memori, boros GPU, dan bikin dompet para peneliti menangis.
Lalu datanglah bangsa baru bernama _Mamba_. Anak muda ini mengambil jalan berbeda, berangkat dengan pola pikir sederhana: "Ngapain mengingat semua halaman buku kalau cukup ringkas tiap halamannya satu-satu?" Ia membaca teks seperti manusia: berurutan, tidak semuanya disimpan di kepala.
Efisien, hemat energi, tapi kadang kurang peka pada makna-makna halus yang dibaca Transformer dengan tatapan mendalam. Selama setahun dunia riset lalu berdebat: Transformer atau Mamba? Otak besar atau otak hemat? IBM datang seperti guru tua dan berkata penuh bijak: "Kenapa tidak dua-duanya saja?"
Maka lahirlah model AI bernama Granite 4.0. Berbeda dari versi-versi sebelumnya, Granite 4.0 dibikin IBM bagai pernikahan langka antara Transformer dan Mamba —seperti mengawinkan profesor filsafat dengan pelari maraton, dan entah bagaimana, anaknya justru jadi jenius yang hemat biaya listrik.
IBM merangkai sembilan lapis Mamba yang efisien, diselingi satu lapis Transformer untuk menajamkan nalar. Hasilnya? AI yang lari cepat tapi tetap bisa berpikir panjang. Model-model AI lama selalu dibatasi konteksnya, sehingga hanya bisa berpikir dengan teks pendek. Mamba tidak memberi batasan seperti itu.
Lalu ditambahkan Mixture of Experts (MoE) —para spesialis yang hanya bekerja saat dibutuhkan, seperti staf RS yang hanya aktif kalau pasiennya cocok bidang mereka. Hasilnya, model ini cuma mengaktifkan sepersekian dari otaknya tapi tetap berpikir seperti Einstein.
Baca juga: Acungkan Jempol! SMPN 30 Depok Juara HydroPlus Badminton Championships di Semarang
Kata para insinyur di Reddit: ini bukan cuma "Western Qwen", ini reinkarnasi efisiensi. Bayangkan model AI yang butuh 70% lebih sedikit RAM, tapi tetap lebih pintar. Laptop kampus yang biasa untuk nonton Netflix kini bisa memanggul otak sekelas laboratorium riset —asal kipasnya tak menyerah lebih dulu.
Tapi IBM tak berhenti di sana. Mereka sadar, teknologi hebat tanpa akuntabilitas hanya jadi bahan meme. Maka Granite 4.0 dikawal dengan sertifikasi ISO 42001, audit keamanan, hingga tanda tangan kriptografik yang menjamin modelnya benar-benar orisinal.
Bahkan mereka berani bilang: "Kalau ada gugatan hak cipta karena data kami, biar kami yang tanggung." Coba bayangkan, perusahaan yang sudah berumur seabad malah lebih woke soal etika data daripada startup yang baru kemarin lulus Y Combinator.
Sementara itu, Meta —sang raja yang lebih dulu menulis kitab model AI bernama LLaMA— tampak seperti tokoh Shakespeare yang kehilangan arah. Model LLaMA 4 yang digadang-gadang akan menjadi penakluk GPT, malah dibatalkan di tengah jalan. Meta tak menyebut alasan jelas pembatalannya.
Ibarat janji sepatu super cepat, yang datang justru sandal jepit serta impian muluk. Akhirnya mereka sibuk bersekutu dengan MidJourney dan suatu proyek yang katanya superintelligence, sementara mahkotanya pelan-pelan direbut IBM, si dinosaurus tua dari Armonk.
China? Jangan lupakan mereka. Qwen dan Deepseek, misalnya, masih jadi naga yang membara di timur. Tapi kini ada tandingan yang adil dan terbuka di barat —bukan dari Meta, bukan dari OpenAI, melainkan dari IBM si kakek berjenggot. Dunia open-source kini pun bukan monopoli satu benua.
Lalu apa makna ini semua bagi rakyat rumput, bagi mahasiswa yang masih ngoding di warnet, bagi UMKM yang ingin punya asisten digital tapi takut tagihan cloud? Walhasil, AI kini tak bakal lagi menjadi produk eksklusif di menara gading data center milik si kaya.
Kalau Granite 4.0 bisa dijalankan di laptop kentang dengan efisiensi 70% lebih hemat, maka warkop pun bisa punya "ChatGPT" versi lokal tanpa utang listrik. Bayangkan: koperasi kampung pakai AI untuk bikin laporan keuangan otomatis, dan mahasantri bisa bikin aplikasi penerjemah Pegon berbasis Granite.
Apa pula hikmah di balik terobosan IBM ini? Ia memberi pelajaran moral bahwa inovasi kadang datang dari tempat yang tak Anda pandang. Di dunia yang memuja "move fast and break things", IBM memilih "move steady and build things" —dan justru itulah yang mengguncang dunia.
Baca juga: Kemenkeu Buka Lowongan untuk Lulusan SMA, Buruan Buat Lamaran!
IBM Granite bukan sekadar model LLM yang bahkan ada variannya yang bisa dijalankan di browser, tapi ia sekaligus peringatan: bahwa kedewasaan dan integritas bisa lebih revolusioner dari kecepatan. Bahwa yang tua tak selalu usang, dan yang pelan tak selalu tertinggal.
Barangkali, inilah ironi zaman digital: justru dinosaurus yang tahu bagaimana bertahan di antara meteor startup yang berjatuhan.
Dan kalau AI generasi berikutnya bisa hidup dan kuat dijalankan di laptop murah, barangkali masa depan bukan milik mereka yang punya server raksasa, melainkan milik mereka yang punya ide besar, hati kecil, dan tekad kuat. (***)
Penulis: Cak AT – Ahmadie Thaha/Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 17/11/2025

4 hours ago
2
















































