REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan seluruh jajaran Polda Riau untuk merespons cepat apabila menemukan titik api kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Instruksi ini diberikan menyusul masih terjadinya karhutla di wilayah Riau.
“Memang kalau kita lihat beberapa upaya sebenarnya sudah dilakukan dari awal, mulai dari pencegahan, edukasi, sosialisasi, dan kemudian tentunya melakukan upaya untuk terus mengaktifkan aplikasi yang kita miliki untuk terus bisa memonitor sekaligus tentunya yang kita harapkan respons cepat manakala ada titik hotspot,” kata Sigit dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025), usai menerima paparan penanganan karhutla di Gedung VIP Pandawa Lanud Roesmin Nurjadin, Riau.
Menurut Sigit, percepatan penanganan titik api sangat krusial agar karhutla tidak meluas. Ia menyebut, berbagai upaya pemadaman telah dilakukan, baik oleh satgas maupun perusahaan, dengan memanfaatkan alat pemadam yang tersedia.
Namun, karena titik api masih terus muncul, upaya tambahan dilakukan melalui water bombing dan operasi modifikasi cuaca. Langkah ini penting untuk mencegah munculnya hotspot baru, khususnya yang berasal dari pembakaran secara sengaja.
“Oleh karena itu tentunya memang penting untuk tidak lagi ada tambahan hotspot ataupun titik api, khususnya yang muncul dari unsur kesengajaan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan pihaknya telah mengerahkan berbagai sumber daya untuk menanggulangi karhutla di Riau.
Langkah yang diambil meliputi operasi modifikasi cuaca (OMC), penyiraman udara menggunakan helikopter water bombing, serta penambahan personel satgas darat.
“Kemarin pelaksanaan OMC dilakukan dengan enam sortie dari pagi hari hingga pukul 9 malam. Dua pesawat telah berjalan terus, seandainya masih kurang, akan ditambahkan satu pesawat lagi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, setiap helikopter water bombing menyiramkan empat ton air dalam satu kali terbang. Namun, efektivitasnya bergantung pada ketepatan sasaran. “Jika tidak tepat sasaran di titik api, maka operasi dianggap gagal dan tidak akan dilakukan pembayaran,” katanya.
Hingga Selasa (22/7), BNPB tercatat telah melakukan 854 kali penyiraman udara terhadap 845 titik api, terutama yang tidak dapat dijangkau oleh tim darat.