Ekonomi Lagi Lesu, Saham Penjual Starbucks - Zara Malah Ngebut!

9 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada dua saham konsumer tetap melaju yaitu PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI) dan anak usahanya, PT Map Aktif Adiperkasa Tbk. (MAPA) meskipun kondisi ekonomi lagi lesu.

Padahal, bisnis keduanya bergerak di sektor gaya hidup, mulai dari fashion, kopi premium, hingga perlengkapan olahraga, yang bukan termasuk kebutuhan pokok. MAPI dikenal sebagai pemegang lebih dari 150 merek internasional, termasuk Zara, Pull & Bear, hingga Starbucks. Sementara MAPA fokus pada produk gaya hidup aktif seperti sepatu olahraga dan pakaian gym.

Biasanya, sektor ini rentan terpukul saat ekonomi melambat. Namun kali ini berbeda.

Harga saham MAPA melonjak sekitar 41% sejak titik terendah pada 9 April hingga 9 Juli 2025. Sinyal teknikal menunjukkan dua kali pembentukan higher low, menandakan akumulasi yang kuat.

MAPI pun mulai menunjukkan tanda-tanda pembalikan arah, menguat 10% sejak posisi terendah 23 Juni.

Pergerakan teknikal MAPA dan MAPiFoto: Tradingview
Pergerakan teknikal MAPA dan MAPi

Tren secara teknikal yang mulai membaik menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah berbulan-bulan dalam tren turun.

Pemulihan saham MAPI-MAPA, tak lepas dari fenomena "lipstick effect", di mana konsumen tetap membelanjakan uangnya untuk produk affordable luxury saat daya beli menurun.

Gampang-nya, saat ekonomi sulit, banyak orang tetap spending untuk self reward seperti ngopi - makan dessert cantik, nonton bioskop, dan lain-lain

Survei McKinsey yang dilakukan pada April-Mei 2025 mencatat bahwa meski 79% konsumen global menekan pengeluaran, Gen Z dan milenial tetap aktif berbelanja produk kecantikan dan gaya hidup.

Inilah kekuatan utama MAPI dan MAPA, menawarkan gaya hidup yang aspiratif namun masih dalam jangkauan. Meski dompet menipis, konsumen tetap mencari pelarian melalui pembelian yang memberikan rasa prestise, dan ini menjadi bahan bakar pertumbuhan keduanya.

Gimana Kinerja Keuangannya?

Dari sisi fundamental, baik MAPI maupun MAPA menunjukkan kinerja yang solid sepanjang kuartal I/2025, meski tekanan ekonomi belum mereda. Anak usaha justru tampil lebih agresif dibanding sang induk.

MAPI mencatatkan laba bersih sebesar Rp472,26 miliar, tumbuh 14,80% secara tahunan (YoY). Pertumbuhan ini ditopang oleh kenaikan pendapatan bersih sebesar 5,8% menjadi Rp9,3 triliun selama Januari-Maret 2025.

Di saat yang sama, laba kotor meningkat dari Rp3,7 triliun menjadi Rp4,1 triliun. Laba usaha tumbuh 7,8% menjadi Rp769 miliar, sementara EBITDA mencapai Rp1,5 triliun.

Sementara itu, MAPA membukukan pertumbuhan yang lebih agresif. Pendapatan bersih naik 17% YoY menjadi Rp4,3 triliun. Laba kotor meningkat 15,4% menjadi Rp2 triliun, sedangkan laba usaha tumbuh 15,5% menjadi Rp468 miliar. EBITDA MAPA tercatat sebesar Rp798 miliar. Secara keseluruhan, laba bersih MAPA tumbuh 19,5% YoY menjadi Rp339 miliar.

Asing Mulai Lirik Saham MAPA & MAPI - Valuasi Masih Murah

Asing pun mulai kelihatan melirik dua saham ibu dan anak ini. JPMorgan usai pertemuan dengan 19 investor di Singapura pada Mei lalu, menilai MAPA dan MAPI masuk dalam radar utama sektor konsumer.

Menurut JPMorgan, banyak investor kini justru lebih tertarik pada sektor ritel gaya hidup dibandingkan consumer staples, yang kinerjanya pada kuartal I/2025 dinilai mengecewakan.

Potensi pertumbuhan juga masih terbuka, terutama di kuartal II/2025 yang diperkirakan terdongkrak oleh momentum peluncuran iPhone 16 di Indonesia, sebuah momen yang biasanya turut mendorong traffic ritel dan belanja konsumen kelas menengah.

Sementara itu dari sisi valuasi, MAPA dan MAPI dinilai masih menarik menggunakan metrik Price to Sales (P/S) yang masih lebih rendah dari rata-rata selama tiga tahun.

Bisa dibilang MAPI dan MAPA menjadi dua saham yang menarik di tengah tantangan makro, berkat strategi brand yang kuat, pertumbuhan kinerja solid, dan valuasi yang masih atraktif.

Namun, investor tetap perlu mencermati sejumlah risiko yang bisa membayangi kinerja ke depan, terutama terkait pelemahan daya beli dan tekanan biaya. Pendekatan selektif dan pemantauan tren konsumsi akan menjadi kunci dalam menyikapi peluang ini secara bijak.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |