Game of Currencies: 3 Dolar Ini Semakin liar, Siap Rebut Tahta Amerika

6 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Status dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang cadangan devisa utama dunia telah mengalami penurunan selama bertahun-tahun, seiring dengan upaya bank sentral di berbagai negara yang mulai melakukan diversifikasi ke mata uang lain. Tiga mata uang dolar dari non-Amerika bahkan kini terus menggeliat dan jadi buruan investor dunia.

Penurunan dominasi dolar berlangsung secara perlahan dan tidak stabil yang kadang maju beberapa langkah, lalu mundur satu langkah dan terkadang langkahnya besar, terkadang kecil.

Meski begitu, dolar tetap menjadi mata uang cadangan global yang paling dominan hingga saat ini. Namun, tren jangka panjangnya sudah jelas, dan ini memiliki dampak signifikan dalam jangka panjang bagi Amerika Serikat.

Porsi cadangan devisa global yang disimpan dalam bentuk dolar AS turun menjadi 57,7% dari total cadangan devisa global pada kuartal I 2025, menurut data IMF. Pada kuartal III 2024, porsi dolar bahkan sempat turun ke titik terendah dalam 30 tahun terakhir.

Ketidakpastian kebijakan ekonomi Negeri Paman Sam, termasuk prospek penurunan suku bunga dan arah tarif dagang, membuat investor global kini mulai melirik alternatif lain. Menariknya, beberapa mata uang dengan nama "dolar" justru mencuat sebagai kandidat baru cadangan devisa global yakni dolar Singapura (SGD), dolar Kanada (CAD), dan dolar Australia (AUD).

Dolar Kanada 

Dolar Kanada menunjukkan kinerja impresif sepanjang tahun 2025 dan mulai dilirik sebagai salah satu alternatif mata uang cadangan global, di tengah tekanan sistemik terhadap dolar AS.

Melansir dari Refinitiv, sejak awal tahun ini dolar Kanada telah mengalami penguatan hampir 5% year-to-date, pada perdagangan 1 Januari 2025, berada di level CAD1,4385/US$ dan pada penutupan di perdagangan Senin (21/7/2025) berada di level CAD1,3679/US$.

Menurut data Dana Moneter Internasional (IMF), saat ini dolar Kanada digunakan dalam 2,63% dari total cadangan devisa global. Meski porsinya masih kecil dibanding dolar AS, euro, atau yen, momentum penguatan dolar Kanada membuka peluang bagi mata uang tersebut untuk semakin diperhitungkan dalam sistem keuangan global.

Analis memperkirakan tren ini akan berlanjut. Kepala divisi mata uang di ATB Capital Markets, Bill Kellett, mengatakan bahwa penguatan dolar Kanadar lebih banyak dipengaruhi oleh pelemahan dolar AS, bukan karena kekuatan fundamental ekonomi Kanada.

"Pelemahan dolar AS kemungkinan akan melampaui pelemahan dolar Kanada, sehingga membuka peluang penurunan pada USD/CAD," tulisnya dalam riset.

Pelemahan dolar AS yang dimaksud terutama dipicu oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump yang tidak menentu, terutama terkait tarif impor dan hubungan dagang.

Senada dengan itu, ekonom CIBC Avery Shenfeld dan Katherine Judge menilai tren penguatan dolar Kanada lebih mencerminkan pelemahan dolar AS secara luas ketimbang kekuatan ekonomi Kanada. Mereka juga mengingatkan bahwa ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan moneter saat ini tampak terlalu optimistis.

"Pasar memperkirakan pelonggaran dari Bank of Canada akan lebih moderat dari ekspektasi kami, sementara terlalu agresif dalam memperkirakan penurunan suku bunga The Fed," tulis mereka dalam laporan bulanan Juli.

Meski ada tekanan jangka pendek pada dolar Kanada (loonie), kemajuan dalam negosiasi perdagangan global bisa menjadi penyeimbang yang menjaga stabilitas mata uang tersebut. Hingga akhir kuartal ketiga 2025, dolar Kanada diperkirakan akan bertahan di kisaran CAD1,37/US$.

Dolar Australia 

Dolar Australia semakin menonjol sebagai salah satu kandidat kuat mata uang cadangan global di masa depan.

Menurut data Bank for International Settlements (BIS), AUD menyumbang 6,4% dari total transaksi valuta asing global. Angka ini menjadikannya mata uang paling banyak diperdagangkan keenam di dunia, setelah dolar AS, euro, yen Jepang, pound sterling, dan renminbi China.

Tingginya volume transaksi AUD mencerminkan kekuatan fundamental ekonomi Australia. Negara ini memiliki sektor ekspor komoditas yang besar, pasar keuangan yang terbuka dan stabil, serta sistem moneter yang kredibel. Per Oktober 2024, nilai transaksi harian rata-rata di pasar valuta asing over-the-counter Australia mencapai US$175,3 miliar, menunjukkan tingginya kepercayaan pelaku pasar terhadap AUD.

Australia juga menerapkan rezim akun modal terbuka yang memungkinkan arus modal lintas batas tanpa hambatan berarti. Kebijakan ini didukung sektor keuangan yang maju yang menjadikan mata uang ini sebagai salah satu mata uang favorit investor asing untuk membeli obligasi pemerintah dan aset berdenominasi AUD lainnya.

Dari sisi geografis, zona waktu Australia berperan strategis sebagai jembatan antara sesi perdagangan Eropa dan Amerika.

Selama jam perdagangan Asia, dolar Australia menjadi salah satu mata uang paling aktif dan likuid, sekaligus tolok ukur penting di kawasan Asia-Pasifik.

Hal ini menjadikan mata uang negeri kanguru ini menjadi pilihan utama bagi bank sentral, investor institusional, dan pengelola aset global dalam upaya diversifikasi portofolio dan cadangan devisa.

Menurut data COFER Dana Moneter Internasional (IMF), dolar Australia menyumbang sekitar 2% dari total cadangan devisa global. Angka ini cukup besar mengingat ukuran ekonomi Australia. Selain itu, Reserve Bank of Australia (RBA) sangat jarang melakukan intervensi di pasar, mencerminkan kematangan pasar dan memperkuat kepercayaan bahwa nilai dolar Australia mencerminkan kekuatan fundamental pasar.

Likuiditas nya juga didukung oleh tersedianya berbagai instrumen manajemen risiko seperti futures, forward, swap, dan opsi, baik di pasar OTC maupun bursa.

Dolar Australia banyak digunakan untuk kebutuhan lindung nilai (hedging) maupun spekulasi. Dari sisi kebijakan moneter, RBA dikenal dengan kerangka kerja penargetan inflasi yang jelas, transparan, dan kredibel-memberikan prediktabilitas yang dihargai investor global.

Daya tarik AUD juga ditopang oleh faktor institusional. Australia secara konsisten menempati peringkat tinggi dalam kemudahan berbisnis dan penegakan hukum. Stabilitas tata kelola ini membuat AUD relatif lebih aman dan menarik dibandingkan mata uang dari negara-negara lain dengan tingkat PDB serupa namun sistem hukum dan politik yang kurang stabil.

Dari sisi kinerja pasar, dolar Australia menunjukkan penguatan terhadap dolar AS. Berdasarkan data Refinitiv, nilai tukar dolar Australia naik sekitar 5,13% secara year-to-date, dari AUD 1,6150/US$ pada awal 2025 menjadi AUD 1,5321/US$ pada penutupan perdagangan Senin, 21 Juli 2025.

Dolar Singapura

Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang meningkat, investor akan cenderung mengalihkan dananya ke aset safe haven seperti emas, dolar Amerika Serikat (AS), yen Jepang, dan franc Swiss. Aset-aset ini dikenal mampu mempertahankan nilainya bahkan mampu menguat ketika gejolak melanda pasar keuangan global.

Namun kini, analis mulai menyoroti dolar Singapura (SGD) sebagai alternatif baru safe haven aset, terutama di kawasan Asia. Meskipun dolar AS masih menjadi mata uang cadangan utama dunia, nilainya justru mengalami pelemahan dalam beberapa waktu terakhir.

Menurut Christopher Wong, FX strategist OCBC, dolar Singapura kini berperan sebagai "quasi safe haven", khususnya dalam konteks Asia dan pasar negara berkembang.

"Meskipun tidak memiliki status global seperti dolar AS, yen Jepang, atau franc Swiss, SGD cenderung menunjukkan karakter defensif selama periode tekanan finansial terutama yang berpusat di Asia," kata Wong dikutip dari CNBC International.

Melansir Refinitiv, sejak awal 2025, SGD telah menguat hampir 6% secara year-to-date. Dari posisi SGD 1,3641/US$ di awal Januari menjadi SGD 1,2849/US$ pada penutupan Jumat (18/7/2025), bahkan sempat menyentuh level terkuatnya di SGD 1,2695/US$ pada awal Juli 2025.


Omar Slim, Co-Head Asia Fixed Income di PineBridge Investments, menyebut kekuatan institusional Singapura sebagai faktor utama di balik status ini.

"SGD memang salah satu safe haven dunia, meski belum menjadi 'the next safe haven'. Stabilitas fiskal, fondasi ekonomi yang tangguh, serta kerangka kebijakan publik yang disiplin membuat SGD menarik di mata investor," ujar Oman dikutip dari CNBC International.

Senada dengan Oman, Felix Brill, Chief Investment Officer di VP Bank, menilai bahwa SGD memiliki banyak karakteristik safe haven modern, mulai dari stabilitas makroekonomi, institusi kuat, surplus transaksi berjalan yang besar hingga rendahnya risiko politik.

Felix menambahkan bahwa kerangka kebijakan moneter Singapura memberikan stabilitas luar biasa bagi mata uangnya ini merupakan sesuatu yang sangat dicari dalam aliran dana safe haven.


Berbeda dengan banyak negara lain, Singapura tidak menggunakan suku bunga untuk mengelola nilai tukar. Sebaliknya, otoritas moneter mengatur pergerakan SGD terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang utama dalam sebuah koridor kebijakan. Kurs SGD tidak ditetapkan secara pasti, melainkan bergerak bebas dalam koridor yang level atas dan bawahnya tidak dipublikasikan.

Jeff Ng, Kepala Strategi Makro Asia di Sumitomo Mitsui Banking Corporation, memperkirakan lebar koridor tersebut sekitar 4%, yang membuat fluktuasi SGD relatif terbatas.

"Volatilitas yang rendah ini mengurangi risiko dan memberikan kepastian lebih besar dalam jangka pendek," ujar Jeff dikutip dari CNBC International.

Tantangan SGD Menjadi Safe Haven Global

Meski menjanjikan, para ahli menilai ada sejumlah hambatan yang harus diatasi sebelum SGD bisa setara dengan safe haven global lainnya.

Salah satu tantangan utama adalah ukuran pasar. Menurut data Bank for International Settlements (BIS) 2022, dolar AS menguasai 88% pasar valas global, diikuti yen (17%) dan franc Swiss (5%). Dolar Singapura hanya mencakup 2%, mencerminkan ukuran pasar yang masih kecil. Survei terbaru BIS dijadwalkan rilis pada September 2025.

"Ekonomi Singapura kecil. Pasar perdagangan dan obligasi dalam SGD belum sedalam pasar yen atau franc," ujar Brill dari VP Bank.

Selain itu, kerangka moneter Singapura yang menjaga stabilitas justru membatasi ruang gerak SGD di pasar global. Karena nilainya dikendalikan dalam koridor, potensi spekulasi dan volume transaksi besar menjadi terbatas, sehingga mengurangi likuiditas dan kedalaman pasar, dua aspek penting bagi sebuah safe haven global.

"Kerangka ini memperkuat kredibilitas, tapi membatasi skalabilitas," tegas Brill.

Faktor lain adalah tingginya ketergantungan Singapura terhadap ekspor. Data Bank Dunia menunjukkan, pada 2024 ekspor menyumbang 178,8% dari PDB Singapura. Karena itu, Otoritas Moneter Singapura (MAS) cenderung tidak membiarkan SGD menguat terlalu tajam, karena bisa menggerus daya saing ekspor.

"Jika investor membeli terlalu banyak aset SGD, kurs akan menguat. MAS kemungkinan akan mencegah hal ini agar tidak merugikan daya saing," ujar Trinh Nguyen, ekonom senior di Natixis CIB, CNBC International.

Meski dihadang sejumlah tantangan, SGD dinilai tetap berpotensi menjadi alat diversifikasi strategis dalam portofolio global.


CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |