Generasi Z Diminta Bijak dan Kritis Manfaatkan Dunia Digital

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Sekolah bukanlah sekadar tempat untuk belajar materi akademik semata. Namun lebih dari itu, sekolah itu bisa dibaratkan sebagai laboratorium kebangsaan di mana sekolah adalah tempat berlatih merawat kebinekaan dan mempraktikkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.

"Bagi para siswa setidaknya ada tiga peran strategis yang harus diambil oleh adik-adik sekalian sebagai generasi muda. Pertama, sebagai generasi digital yang kritis dan bijak. kalian adalah digital natives yang lahir di era teknologi. Tetapi kecakapan di dunia digital bukan hanya soal seseorang mampu mengoperasikan aplikasi semata, tetapi juga soal kearifan menggunakannya," ujar Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Prof Dr Irfan Idris dalam sambutannya pada acara Dialog Kebangsaan bersama Satuan Pendidikan Tingkat SMA/SMK/MA dalam rangka Meningkatkan Toleransi dan Moderasi Beragama yang berlangsung di  Pendopo Sipanji, Kabupaten Banyumas, Kamis (30/9/2025). 

Prof Irfan meminta kepada para siswa untuk menjadi generasi yang memegang prinsip ‘Saring sebelum Sharing’. "Latih kemampuan berpikir kritis (critical thinking) untuk memverifikasi informasi, mengenali hoaks dan tidak mudah terprovokasi oleh konten yang memecah belah,” ujarnya.

Kedua, menurut Prof Irfan, para siswa harus bisa menjadi duta perdamaian dan harus bisa menjadi produsen atau pencipta konten positif. Dan kalau ruang digital ini dibanjiri narasi kebencian, para siswa diminta untuk jangan hanya diam. Kekosongan inilah yang harus segera diisi oleh para siswa.

“Kalian (para siswa) sebagai produsen konten yang paling kreatif, ayo gunakan kreativitas kalian untuk membanjiri media sosial dengan konten yang menyejukkan, narasi yang merangkul, dan pesan-pesan toleransi. Tunjukkan kepada dunia bahwa persahabatan lintas suku dan agama itu keren. tunjukkan bahwa moderasi adalah kekuatan,” kata mantan Direktur Deradikalisasi BNPT ini.

Hal itu dikarenakan menurutnya di jaman sekarang yang hidup di era serba keterbukaan informasi, dimana gawai dan media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya tantangan kebangsaan bagsa Indonesia juga semakin kompleks. Dimana kita dapat menyaksikan bagaimana narasi-narasi yang mengadu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan hoaks dengan sangat mudah menyebar dan menjadi viral.

“Di sinilah bibit-bibit intoleransi itu tumbuh. Dimana dari sinilah nilai-nilai moderasi beragama kita diuji.  Dan di titik inilah peran satuan Pendidikan di sekolah baik itu guru dan terutama para siswa menjadi sangat vital,” ujarnya.

Lalu yang ketiga menurutnya, para siswa harus bisa juga untuk menjaga toleransi di lingkungan nyata. Karena toleransi bukanlah konsep abstrak yang hanya didiskusikan di ruangan dialog ini semata, tetapi toleransi adalah tindakan nyata yang harus dipraktikkan mulai dari lingkungan terdekat baik di ruang kelas, kantin ataupun juga di kegiatan ekstrakurikuler.

“Mulailah dengan hal sederhana seperti berteman tanpa memandang latar belakang, menghargai teman yang sedang beribadah sesuai keyakinannya dan berani menghentikan perundungan (bullying) atas dasar perbedaan apapun yang ada di lingkungan kalian,” ujarnya.

Untuk itu Prof Irfan mengingatkan bahwa tantangan bangsa Indonesia ini tidaklah ringan. Untuk menjaga perdamaian di tengah keragaman ini membutuhkan kedewasaan berpikir dan kelapangan hati. Tetapi dengan semangat, optimisme dan energi positif yang dimiliki para generasi muda, bangsa ini pasti bisa menghadapinya.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |