Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global sepanjang ini merana lebih dari 3%, setelah sempat mencetak rekor tertinggi barunya pada perdagangan awal pekan ini, meski sentimen pasar masih mendukung emas.
Merujuk Refinitiv, harga emas di perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (24/10/2025) ditutup di posisi US$ 4.111,52 per troy ons. Harganya melemah 0,33%. Dalam sepekan terakhir, emas ambles 3,23% secara point-to-point.
Padahal pada perdagangan Senin (20/10/2025) awal pekan ini, harga emas sempat melonjak hingga mencetak rekor tertinggi barunya di US$ 4.381,21 per troy ons.
Harga emas mulai kembali pulih setelah dua sesi berturut-turut melemah, usai risiko geopolitik kembali muncul, yang berhasil mendorong permintaan aset safe haven. Di lain sisi, kenaikan juga terjadi setelah data inflasi Amerika Serikat (AS) sedikit lebih rendah dari perkiraan memperkuat ekspektasi bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga minggu depan.
"Harga emas dan perak melonjak karena IHK inti bulan September lebih rendah dari ekspektasi, tetapi kemungkinan besar belum cukup untuk sepenuhnya meredam aksi jual minggu ini. Pergerakan harga menunjukkan bahwa emas, dan terutama perak, perlu bergerak lebih rendah lagi sebelum konsolidasi," ujar Tai Wong, seorang pedagang logam independen, dikutip dari Reuters.
Namun, emas masih mengalami penurunan sepanjang pekan ini karena investor membukukan keuntungan sebelumnya.
"Semua faktor fundamental yang mendorong emas menguat tahun ini masih sangat relevan. Ada beberapa aksi beli oportunistik saat harga sedang turun dan mungkin juga ada peningkatan ketegangan perdagangan dan geopolitik yang mendorong kenaikan harga hari ini," ujar Peter Grant, wakil presiden dan ahli strategi logam senior di Zaner Metals.
Data Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa indeks harga konsumen (IHK) pada September 2025 naik 3,0%, sedikit di bawah ekspektasi ekonom sebesar 3,1%.
Investor hampir sepenuhnya mengantisipasi penurunan suku bunga pada pertemuan The Fed minggu depan dan penurunan suku bunga berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember 2025.
Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya peluang dalam memegang aset yang tidak menghasilkan imbal hasil seperti emas. Namun, geopolitik yang kembali memanas dapat membuat emas berpotensi kembali bangkit.
Sementara itu, Gedung Putih pada Kamis lalu mengonfirmasi bahwa Presiden AS Donald Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping minggu depan, menjelang batas waktu 1 November untuk tarif tambahan AS atas impor Cina.
"Jika (harga emas) turun di bawah US$ 4.000, kita akan terus melihat penurunan yang lebih dramatis di pasar, mungkin turun ke US$ 3.850, level support utama berikutnya," kata Phillip Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures, dilansir dari Reuters.
Harga emas batangan telah naik 55% tahun ini, karena ketegangan geopolitik dan perdagangan, pembelian kuat bank sentral, dan ekspektasi pemangkasan suku bunga AS di antara faktor-faktor lainnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)

11 hours ago
3
















































