Harga Emas Rekor, Perak Tembus US$79: Bau Krisis Global Kian Menyengat

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dan perak terus melaju ke zona yang belum pernah dijelajahi sebelumnya. Kedua komoditas tersebut saling adu hebat memperpanjang reli pasca-libur. Kondisi ini, menurut para analis, mencerminkan meningkatnya tekanan di seluruh sistem keuangan global.

Harga emas ditutup di posisi US$ 4.532,28 per troy ons atau terbang 1,18% pada perdagangan Jumat (26/12/2025). Ini adalah kali pertama harga emas ditutup di level uS$ 4.500. Sang logam mulia memang sempat menyentuh level US$4.500 tetapi hanya di perdagangan intraday.

Kenaikan ini juga menjadi kabar baik setelah emas sempat melandai 0,18% sebelum Natal.

Sepanjang pekan ini, harga emas sudah terbang 4,41%. Kenaikan ini adalah yang tertinggi sejak minggu kedua Oktober 2025.

Emas berada di jalur mencatatkan kenaikan tahunan terkuat sejak 1979, ditopang oleh pelonggaran kebijakan The Fed, pembelian bank sentral, arus masuk ETF, serta tren dedolarisasi yang berlanjut.

Dari sisi permintaan fisik, diskon harga emas di India melebar ke level tertinggi dalam lebih dari enam bulan pekan ini karena reli harga yang tak terbendung menekan pembelian ritel. Sebaliknya, diskon di China menyempit tajam dari level tertinggi lima tahun yang tercatat pekan lalu.

Lonjakan Harga Emas Sudah Mengkhawatirkan?

Pengamat pasar menilai kecepatan dan skala kenaikan harga emas saat ini mengindikasikan kekhawatiran yang semakin dalam terhadap prospek makroekonomi di saat investor terlihat mencari perlindungan pada aset keras.

Meski harga melonjak tajam, saham-saham pertambangan justru tertinggal dari reli ini. Sebagian analis menafsirkan hal tersebut sebagai tanda bahwa pelaku pasar masih meragukan keberlanjutan kenaikan harga logam.

Ekonom Peter Schiff berpendapat bahwa keraguan ini justru bisa menjadi sinyal adanya momentum tersembunyi."Ketika para bullish tidak percaya pada reli, berarti reli tersebut masih memiliki ruang kenaikan yang panjang." Ujar Schiff, dikutip dari Reuters.

Namun, ketimpangan antara harga logam yang melesat dan valuasi emiten tambang yang relatif datar juga dibaca sebagai sinyal bahwa ada tekanan dalam struktur pasar.

Tekanan pasokan mulai muncul ketika para pemurni logam, yang bertugas mengonversi batangan 1.000 ons menjadi ingot kecil yang diminati pasar Asia, melaporkan bahwa mereka beroperasi pada kapasitas penuh.

Sejumlah analis memperingatkan bahwa hambatan ini dapat meningkatkan risiko keterlambatan pengiriman fisik.

Meski demikian, pembeli industri diperkirakan tetap akan menyerap pasokan yang tersedia meskipun terdapat kendala logistik, menurut Silvertrade.

Manajer portofolio ETF Michael Gayed menggambarkan kondisi saat ini sebagai tidak normal dan memperingatkan investor agar memperlakukan sinyal-sinyal ini sebagai alasan untuk waspada.

Para ahli strategi menilai derasnya arus dana ke logam mulia mencerminkan memudarnya kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi secara luas.

Komentator NoLimit membandingkan situasi saat ini dengan pola menjelang krisis-krisis sebelumnya, termasuk pecahnya gelembung dot-com, krisis keuangan 2007, dan gejolak pasar repo 2019 yang semuanya didahului oleh peralihan besar-besaran ke aset defensif.

Sebagian analis kini meyakini bahwa lintasan kenaikan harga logam mulia masih bisa semakin curam.

Jim Rickards baru-baru ini memproyeksikan bahwa harga emas pada akhirnya dapat mencapai US$10.000, sementara perak berpotensi menembus US$200 pada 2026, jika tekanan yang ada saat ini terus merambat ke seluruh pasar global.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |