Ironis! Nasib Kelapa RI Ditentukan Satu Provinsi, Sisanya Numpang!

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Kelapa tumbuh di lahan rakyat, dipetik dengan tangan kasar yang sabar, dan berakhir di piring, botol, atau meja ekspor. Tapi siapa yang paling berjasa menjaga denyut nadi ini tetap berdetak?

Melansir dari pusat data dan sistem informasi pertanian, Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik selama lima tahun terakhir (2019-2023), Provinsi Riau berdiri paling tegak sebagai penghasil kelapa dalam sekaligus kelapa hibrida terbesar Indonesia.

Kontribusinya tak main-main. Untuk kelapa dalam, Riau menyumbang rata-rata 333.343 ton per tahun atau 11,39% dari produksi nasional.

Angka ini belum termasuk dominasinya di kelapa hibrida yang jauh lebih tinggi, 72,38% dari total produksi nasional setara hampir 69 ribu ton per tahun.

Namun ini menunjukkan ketergantungan nasional terhadap satu provinsi. Sementara Riau terus mengukuhkan dirinya, provinsi lain seperti Sulawesi Utara, Jawa Timur, hingga Maluku Utara hanya menyumbang di bawah 10%.

Padahal, mereka tetap jadi bagian penting dalam menjaga keberagaman ekosistem produksi. Jawa Timur, misalnya, konsisten menyumbang di kisaran 240 ribu ton per tahun, bahkan memiliki kabupaten unggulan seperti Sumenep dan Banyuwangi.

Lihat lebih dekat dan akan tampak pola geografis menarik. Kelapa dalam lebih merata ditanam di 33 provinsi dan didominasi oleh kebun rakyat.

Tapi kelapa hibrida hanya terbatas di 16 provinsi dan dikuasai perusahaan besar swasta (PBS) dan rakyat. Distribusi ini memperkuat narasi bahwa pengembangan kelapa di Indonesia belum setara. Di Riau, 98% kelapa hibrida berasal dari Kabupaten Indragiri Hilir saja, menjadikannya episentrum yang terlalu dominan.

Seperti diketahui, dominasi seperti ini bukan tanpa risiko. Ketika satu titik pusat produksi menghadapi cuaca ekstrem, penyakit, atau gangguan infrastruktur, ketahanan pasokan nasional ikut terancam. Data juga menunjukkan tren fluktuatif produksi nasional yang dari 2,74 juta ton pada 2019 hanya naik tipis jadi 2,79 juta ton pada 2023, dengan prediksi melandai dalam lima tahun ke depan.

Melihat kondisi ini, pemerataan pembangunan dan intensifikasi di daerah potensial seperti Sulawesi Tengah dan Maluku Utara bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

Pemerintah dan swasta perlu mendorong peremajaan tanaman, diversifikasi varietas, serta integrasi rantai pasok dari hulu ke hilir.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |