Kabar Buruk Ekonomi China, Muncul Deflasi hingga bak "Perang Saudara"

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Produsen (PPI) China anjlok 3,6% pada bulan Juni dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi seiring dengan "perang harga" yang semakin dalam melanda perekonomian yang sudah bergulat dengan permintaan konsumen yang lesu.

Mengutip data dari Biro Statistik Nasional China, Rabu (9/7/2025), ini menandai penurunan terbesarnya dalam hampir dua tahun. Penurunan PPI ini lebih buruk dari perkiraan 3,2% dalam jajak pendapat Reuters dan menandai penurunan terbesarnya sejak Juli 2023.

Perlu diketahui PPI China telah terjerumus dalam deflasi selama beberapa tahun sejak September 2022. Untuk Indeks Harga Konsumen (IHK) inti- tanpa memperhitungkan harga pangan dan energi- China mencatat kenaikan 0,7% dibandingkan tahun lalu, terbesar dalam 14 bulan.

Pekan lalu, para pembuat kebijakan China mengkritik persaingan harga yang berlebihan oleh perusahaan-perusahaan China. Mereka bertarung bak "perang saudara" untuk menarik konsumen dan membersihkan kelebihan persediaan.

Perusahaan melakukan itu karena serangan tarif impor Amerika Serikat (AS) dari Presiden Donald Trump. Tarif mengancam kelangsungan penjualan ke pasar konsumen terbesar di dunia itu.

Sebenarnya, Beijing berjanji untuk memperketat peraturan terkait pemotongan harga atau diskon yang agresif dilakukan perusahaan itu. Pasalnya, ini pun tidak mampu memengaruhi perilaku konsumen sekaligus menggerogoti profitabilitas bisnis.

Laba perusahaan industri anjlok 9,1% pada bulan Mei dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu menandai penurunan tertajam sejak Oktober tahun lalu.

"Bisnis harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas produk dan mendukung penghapusan bertahap kapasitas produksi yang usang secara tertib," tulis pernyataan sebuah surat kabar yang didukung pemerintah China, mengutip pertemuan para pejabat.

Sementara itu, ekonom China di Capital Economics, Zichun Huang, memperingatkan bahwa masalah kelebihan pasokan ini dapat berdampak cukup panjang bila tidak ditertibkan segera. Hal ini akan berdampak pada inflasi yang semakin tertekan.

"Dengan pasokan barang yang terus melampaui permintaan, kelebihan kapasitas yang terus-menerus berarti perang harga antar produsen kemungkinan akan terus berlanjut," tambah Huang.

Di sisi lain, pertumbuhan ekspor China telah menunjukkan ketahanan dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan ketika kebijakan tarif AS yang tidak menentu mengganggu perdagangan global.

Ekspor China secara keseluruhan naik 4,8% pada bulan Mei dan 8,1% pada bulan April. Performa ini berkat lonjakan pengiriman ke negara-negara Asia Tenggara yang sebagian besar mengimbangi menyusutnya barang-barang yang dikirim ke AS.


(tps/sef)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Live Now! Gerak Cepat Pemerintah Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8%

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |