Rahardiani Mulia Adila
Hospitality | 2025-12-12 17:19:10
Telur termasuk bahan makanan pokok utama di Indonesia, karena harganya yang relative murah, disandingkan dengan kandungan nutrisi protein hewani yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan energi dan gizi harian Masyarakat. Sebabnya kebutuhan masyarakat akan produksi telur dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan pesat, Menurut data yang diambil oleh BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa sejak 2 dekade terakhir peningkatan kebutuhan ini menunjukkan lonjakan yang amat tinggi dari angka 681.144 ton hingga menyentuh angka 6.342.705 ton per tahun 2024. Tren kebutuhan telur terus meningkat hingga tahun 2025 terlebih lagi dengan diadakannya Program MBG, Pemerintah menargetkan agar produksi telur dinaikkan sebanyak 0,7 juta ton secara bertahap demi memenuhi kebutuhan.
https://share.google/8PkfF4CBcHowztO63
Kebutuhan telur yang tidak sedikit ini jelas menguntungkan khususnya bagi peternak layer yang akan memperoleh pendapatan fantastis, apalagi dengan adanya program bantuan pemerintah bagi peternak ayam petelur yang dikenal dengan Program Ayam Merah Putih, yang akan memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan peternak demi kemandirian produksi pangan MBG berjalan dengan lancar.
Dibalik segala keuntungan yang diperoleh serta surplus yang terus terjadi pada produksi telur di Indonesia, ada beberapa prioritas yang harus dijaga dalam pengembangan ternak telur yaitu menjaga kesehatan lingkungan ayam petelur, mengendalikan dan mengawasi persebaran penyakit, serta mengoptimalkan kesejahteraan ayam. Prioritas ini harus mendapat perhatian khusus terutama bagi produsen telur yang nantinya akan didistribusikan ke dapur-dapur MBG yang akan dikonsumsi oleh Pelajar, Ibu hamil, Lansia dan target sasaran MBG lainnya. Profesi yang memiliki wewenang paling besar untuk merawat tangan pertama sumber pangan Masyarakat yang sekarang menjadi prioritas utama di Indonesia adalah Dokter Hewan.
Langkah pertama yang harus dipahami oleh peternak layer adalah bagaimana mengkondisikan biosekuriti menjadi prioritas utama dalam pengelolaan kandang. Dalam sebuah penelitian Haqiqi et al. (2021) menjelaskan bahwa produktivitas telur yang tinggi menjadi penyebab dari produksi telur yang tinggi, yang bisa terjadi jika mengimplementasikan manajemen pemeliharaan yang mencakup bibit, perkandangan, pakan, pengendalian penyakit, penanganan limbah, pencatatan, pasca panen, dan pemasaran. Inilah yang menyebabkan penerapan biosekuriti menjadi penting. Intinya, Biosekuriti adalah cara paling hemat untuk mencegah kebutuhan biaya penanggulangan penyakit.
Disinilah urgensi kehadiran Dokter Hewan dalam pencegahan penyakit Ayam Petelur menjadi penting. Perannya dimainkan untuk menggencarkan program vaksinasi pada hewan ternak terutama ayam petelur yang menjadi sumber protein Masyarakat. Vaksinasi ini diharapkan dapat menghindarkan ayam dari berbagai penyakit menular viral pada ayam ras petelur seperti Newcastle Disease yang menurut hasil penelitian Medion Ardhia Bakti, di Indonesia sendiri kasus penyakit ND meningkat secara signifikan dari tahun 2020 sampai 2022. Penyakit ini menyerang saluran pernapasan dan pencernaan dengan gejala klinis seperti nafsu makan turun, ayam terlihat lesu, dan secara kuantitas produksi telur mengalami penurunan yang mana akan sangat merugikan bagi peternak.
Ancaman penyakit viral seperti Newcastle Disease (ND) yang sangat menular dan dapat menurunkan produktivitas telur secara drastis menjadi tantangan serius bagi industri peternakan layer di Indonesia. Penyakit ND tidak hanya menyebabkan kematian massal pada ayam, tetapi juga berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas produksi telur yang signifikan. Dalam konteks program MBG yang menargetkan peningkatan produksi 0,7 juta ton telur, pengendalian penyakit menjadi prioritas mutlak yang memerlukan keterlibatan aktif dokter hewan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa rasio dokter hewan terhadap populasi ternak di Indonesia masih jauh dari ideal, dimana seharusnya satu dokter hewan menangani antara 500 hingga 1.000 ekor ternak. Ketimpangan ini diperparah oleh distribusi dokter hewan yang tidak merata, dengan konsentrasi lebih tinggi di wilayah perkotaan sementara peternakan layer banyak tersebar di daerah rural. Kondisi ini mengakibatkan banyak peternak, terutama skala kecil dan menengah, kesulitan mengakses layanan veteriner profesional untuk hanya sekedar vaksin rutin dan fasilitas layanan veteriner lainnya.
Salah satu dampak yang disebabkan oleh rendahnya kuantitas lulusan dokter hewan di Indonesia mengakibatkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap tenaga Kesehatan hewan ahli, yang mana dalam konteks ini tentunya adalah Dokter Hewan. Kebanyakan peternak lebih memilih tenaga Kesehatan hewan liar yang tidak ber-lisensi sebab biaya jasa mereka relative lebih rendah daripada dokter hewan, bagaimanapun hal ini menjadi tantangan serius yang harus dihadapi pemerintah era sekarang demi melancarkan program MBG yang sedang dirintis.
https://share.google/asVzkqilJDGCGkQ9G
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan langkah strategis berupa penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dokter hewan melalui pelatihan khusus bidang kesehatan unggas dan manajemen program vaksinasi yang efektif. Pemerintah perlu meningkatkan insentif bagi dokter hewan yang bersedia bertugas di daerah-daerah dengan konsentrasi peternakan tinggi namun akses layanan veteriner rendah.
Implementasi sistem traceability dan sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada produk telur juga menjadi langkah penting untuk menjamin keamanan pangan dari hulu hingga hilir, sehingga telur yang dikonsumsi dalam program MBG benar-benar aman dan berkualitas tinggi bagi pelajar, ibu hamil, lansia, dan kelompok sasaran lainnya. Indonesia harus bisa menyaingi negara-negara maju yang sudah mampu mencapai swasembada pangan yang didukung dengan kualitas sumber pakan yang produktif dan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

2 hours ago
2










































