Keruwetan Masalah Menggerogoti Keindahan Gili Trawangan

4 hours ago 2

Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau wisata Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Rabu (14/12/2022). Guna mendukung kelistrikan untuk pariwisata di pulau Tiga Gili (Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan) selain menggunakan kabel bawah laut PLN juga menggunakan pembangkit listrik ramah lingkungan dengan memanfaatkan tenaga surya yang menghasilkan daya total 820 kWp untuk kelistrikan pulau wisata Tiga GIli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik pasir putih yang memikat dan air laut biru jernih di Gili Trawangan, pulau surga bagi wisatawan, tersimpan sebuah realitas kelam. Gemerlap resor dan hiruk pikuk turis menutupi borok sengketa lahan puluhan tahun yang kini menggerogoti fondasi pulau itu sendiri.

Saat matahari terbenam dengan indah, pertanyaan besar muncul: Mampukah surga kecil ini bertahan dari keruwetan masalah internal yang mengancam untuk menghancurkan keindahan alaminya secara permanen?

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Keriuhan wisata dan gemerlap resor di sana menyembunyikan persoalan besar: status lahan seluas 65 hektare yang telah lama menjadi bahan perdebatan sengit.

Lahan yang dahulu dikelola oleh sebuah perusahaan kini menjadi titik panas sengketa antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sejumlah pihak swasta.

Kawasan yang seharusnya menjadi aset strategis daerah itu justru menyimpan luka panjang akibat lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan pengelolaan di masa lalu.

Kini, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengambil langkah konkret. Mereka membentuk satuan tugas khusus untuk menangani penyelesaian sengketa lahan di kawasan wisata andalan tersebut.

Pentingnya penyelesaian sengketa ini melampaui persoalan administratif semata. Ia menyentuh kepercayaan publik terhadap tata kelola aset daerah, perlindungan lingkungan, serta keberlanjutan destinasi wisata yang menjadi penggerak utama ekonomi NTB.

Bila tidak dihadapi dengan sungguh-sungguh, kasus ini bisa menjadi beban jangka panjang yang menahan laju pembangunan kawasan dan menciptakan preseden buruk bagi tata kelola aset publik lainnya di daerah.

Akar Masalah

Kisah ini bermula dari kerja sama pengelolaan antara Pemprov NTB dan sebuah perusahaan yang berakhir pada tahun 1997. Setelah masa itu, lahan yang seharusnya kembali ke pengelolaan pemerintah justru terlantar tanpa kejelasan.

Dalam kurun waktu kekosongan tersebut, sejumlah pihak mulai menempati lahan. Sebagian membangun tempat usaha, sebagian lagi menjadikannya tempat tinggal tanpa izin resmi. Situasi ini berlangsung begitu lama hingga menciptakan tumpang tindih kepemilikan dan memunculkan potensi kerugian negara.

Kejati NTB kemudian melakukan penyelidikan mendalam dan menetapkan tiga tersangka: satu orang dari unsur aparatur sipil negara dan dua lainnya dari kalangan swasta.

Hasil audit akuntan publik menunjukkan adanya kerugian keuangan negara senilai Rp1,4 miliar akibat penyalahgunaan lahan tersebut.

sumber : Antara

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |