
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Bagi umat Islam, babi adalah salah satu hewan yang haram dikonsumsi. Namun, ada kisah kiai yang "dijebak" makan daging babi. Bukannya marah, sang kiai malah mengucapkan bersyukur. Kok bisa?
Sang kiai itu adalah KH Raden Asnawi, Kudus, Jawa Tengah. Suatu hari Kiai Asnawi dihidangkan daging babi oleh orang China tanpa memberi tahu sebelumnya. Tujuannya Kiai Asnawi membuat malu dan kesal setelah tahu sudah makan daging babi, tetapi ternyata dugaan Orang China tersebut salah. Kiai Asnawi malah berterima kasih.
Kisah itu disampaikan pengasuh Pesantren Tahfidz Al-Qur'an LP3IA Narukan Rembang, KH Bahauddin Nursalim atau yang lebih dikenal Gus Baha. Menurut Gus Baha kisah orang-orang sholeh yang jika ditipu orang supaya terjerumus memakan barang yang haram, mereka tenang-tenang saja. Salah satunya masyhur cerita tentang KH Raden Asnawi.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
"Ada orang China pada saat itu sedang berlangsung gagasan Revolusi China. Ceritanya, dia ingin mempermalukan beliau (Kiai Raden Asnawi)," cerita Gus Baha.
Orang China tersebut mengundang Kiai Asnawi dalam jamuan makan yang ternyata isinya adalah daging babi dan celeng (babi hutan). Ketika selesai makan, Kiai Asnawi baru dikasih tahu orang China tersebut bahwa yang dimakan adalah daging babi.
Peristiwa ini terjadi di depan banyak orang, termasuk santri-santri KH Raden Asnawi. "Pak Yai, tahu apa yang Anda makan?" tanya orang China yang mengundang Kiai Asnawi.
"Apa itu?" tanya balik Kiai Asnawi.
"Yang saya suguhkan ke kiai adalah daging babi dan celeng," ucap orang China tersebut.
Kiai Asnawi Sebut Alhamdulillah dan Terima Kasih
Setelah diberi tahu jika yang dimakan adalah daging babi, cerita Gus Baha, reaksi Kiai Asnawi justru di luar ekspetasi orang China. Awalnya orang China itu berharap bisa mempermalukan Kiai Asnawi, ternyata harapannya tak terkabul.
"Karena Raden Asnawi ini alim sekali," kata Gus Baha.
Kiai Asnawi dengan enteng menyikapi pengakuan orang China tersebut. "Wah Alhamdulillah... Yo Ci Ci, mungguh ora tau mok bodoni, aku ora tau mangan. Yo ngono ci pinter bodoni barang, ben aku weruh rasane daging babi (Wah Alhamdulillah Ci Ci, kalau tidak kamu tipu, aku tidak akan pernah tahu rasanya daging babi. Ya begitu Ci, kamu pinter menipu juga, supaya aku juga tahu rasanya daging Babi)," kata Gus Baha menirukan ucapan Kiai Asnawi.
Orang China tersebut akhirnya kecewa, sebab dia mengira Kiai Asnawi akan menanggung malu karena sudah makan daging babi. Tetapi malah sebaliknya, Kiai Asnawi percaya diri luar biasa.
"Ya memang begitu, Allah itu jika mau memberikan barang halal. Kalau saja tahu yang dimakan adalah daging babi kan jadinya haram. Kalau haram nggak tahu rasanya. Nah, gara-gara ditipu ini jadinya kan halal, soalnya (Kiyai Asnawi) tidak tahu. Hehehe ," ucap Gus Baha.
"Guetun Cinone (kecewa banget orang Chinanya), mengakali (membohongi) orang model gini malah bikin repot," kata Gus Baha tertawa.
Siapa KH Raden Asnawi?
Kiai Asnawi memiliki nama asli Raden Ahmad Syamsi. Nama lainnya adalah Raden Haji Ilyas, yang digunakannya ketika pertama kali berhaji. Adapun nama Asnawi baru diperolehnya usai mengunjungi Baitullah untuk ketiga kalinya.
Secara silsilah, nasabnya sampai kepada Sunan Kudus. Ia merupakan keturunan ke-14 dari Wali Songo tersebut. Di samping itu, Kiai Asnawi pun termasuk keturunan kelima KH Mutamakin, seorang ulama masyhur di Pati yang hidup pada masa pemerintahan Sultan Agung Mataram.
Sejak kecil, Asnawi dididik dengan sangat baik oleh ayah dan ibunya. Dari keduanya, ia menerima pendidikan dasar-dasar agama Islam, termasuk tadarus dan tadabur Alquran. Saat masih anak-anak, ia sudah ditempa untuk selalu disiplin dalam menuntut ilmu.
Saat berusia 15 tahun, remaja ini diajak orang tuanya untuk mengunjungi sanak famili di Tulungagung, Jawa Timur. Dalam perjalanan itu, bapaknya juga sekaligus mengerjakan sebuah urusan niaga. Kesempatan itu digunakan pula oleh Asnawi muda untuk lebih mengenal dunia bisnis.
Pemuda itu pada akhirnya menjadi piawai berdagang. Bagaimanapun, minatnya sejak semula bukanlah menekuni dunia bisnis. Fokusnya selalu pada ilmu-ilmu agama. Mulai dari usia muda, dia telah bertekad untuk belajar agar kelak menjadi seorang ulama. Cita-citanya itu kemudian mendapatkan restu dan dukungan penuh dari kedua orang tuanya.
Di Tulungagung, Asnawi muda menuntut ilmu pada Pondok Pesantren Mangunsari. Kegiatan belajar diikutinya terutama pada waktu antara bakda ashar dan isya. Adapun pada pagi hingga siang hari dirinya berjualan di pasar.
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: [email protected]. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA