Anak-anak kecanduan gim daring (online game).
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Kota Surabaya Syaiful Bachri ikut menyoroti fenomena maraknya gim daring khususnya Roblox yang memuat konten berbahaya bagi anak-anak. Gim Roblox belakangan menjadi sorotan setelah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti melarang anak-anak memainkannya karena memuat adegan kekerasan bahkan konten berbau pornografi, sadisme, horor, pergaulan bebas, hingga inses.
"Pelarangan semata tidak cukup tapi juga perlu pendekatan yang sistematis dan edukatif," kata Syaiful di Surabaya, Selasa (12/8/2025).
Syaiful menyebutkan terdapat 15 gim dalam Roblox yang teridentifikasi paling berbahaya karena mengandung konten pornografi, sadisme, horor, kecemasan, serta pergaulan bebas hingga yang sedarah dan sangat berpotensi ditemukan oleh anak-anak saat mereka memainkannya.
Ia menegaskan apabila akses teknologi dilakukan tanpa pengawasan orang dewasa akan sangat berdampak serius terhadap kondisi psikologis anak. Menurutnya, teknologi itu ibarat dua sisi mata uang yang bisa berdampak baik jika digunakan dengan benar tetapi juga berbahaya tanpa kontrol orang tua.
Roblox sendiri, lanjut dia, sebenarnya didesain untuk area bermain bagi kalangan anak-anak. Namun, permasalahannya adalah tidak semua orang tua maupun guru sebagai pendamping anak memahami isi dari permainan tersebut.
"Termasuk konten-konten yang mengandung unsur kekerasan atau manipulasi psikologis, banyak yang tidak paham," ujarnya.
Bahkan, pemain gim Roblox dapat berkomunikasi dengan orang lain di dalam gim yang merupakan orang asing sehingga orang tua harus mampu mengatur kontrol interaksi anak ketika bermain gim.
"Kita tidak akan tahu dengan siapa anak bertemu dan berbicara secara online. Gim ini juga menganjurkan pembelian dalam gim sehingga orang tua perlu berhati-hati terhadap hal ini," kata Syaiful.
Syaiful mengungkapkan bahwa bentuk kekerasan yang dilakukan anak kini semakin beragam karena tidak lagi sekadar bertengkar atau saling memukul namun sudah dipengaruhi oleh hal yang mereka lihat dan mainkan.
"Kalau dulu anak itu bertengkar, memukul karena emosi. Sekarang cara melakukannya berbeda karena dia mendapatkan contoh dari apa yang dia lihat. Di gim itu kan ada instruksi dan anak-anak cenderung menganggap itu perintah yang harus dijalankan," katanya.
sumber : Antara