Korsel Tiba-Tiba Dakwa Warga RI Gegara Korut, Ada Apa?

6 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Seorang kapten kapal kargo asal Indonesia telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Distrik Busan, Korea Selatan (Korsel), Sabtu waktu setempat. Hukuman ini dijatuhkan setelah ia terbukti melakukan pelayaran tanpa izin antara Korsel dan Korea Utara (Korut) pada awal tahun ini. 

Kapten yang berusia sekitar 50-an tahun tersebut dijatuhi hukuman delapan bulan penjara, namun ditangguhkan selama dua tahun.  Artinya, ia tidak harus menjalani hukuman penjara jika tidak melakukan pelanggaran hukum lain dalam kurun waktu dua tahun tersebut.

Keputusan ini diambil setelah serangkaian penyelidikan dan persidangan yang mengungkap detail pelayaran rahasia sang kapten. Pelayaran rahasia dari Korsel ke Korut merupakan sebuah pelanggaran serius terhadap peraturan pertukaran dan kerja sama antar-Korea.

"Mempertimbangkan keadaan dan rincian kejahatan, serta sifat pelanggaran yang tidak menguntungkan, dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terdakwa adalah serius," ujar Hakim Mok Myung Kyun dalam putusannya yang dikutip Korea Times, dikutip Senin (30/6/2025).

Secara rinci, menurut laporan pengadilan, kapten tersebut melakukan perjalanan pulang-pergi dari Busan, Korsel, ke Wonsan, sebuah kota pelabuhan utama di pantai timur Korut. Itu terjadi antara bulan Februari dan Maret.

Ia secara sengaja melaporkan jadwal perjalanannya secara palsu kepada otoritas Seoul. Dirinya menyembunyikan tujuan sebenarnya dari pelayarannya.

Kapal yang digunakan dalam pelayaran ini adalah kapal berbobot 1.517 ton yang terdaftar di Mongolia dan dimiliki oleh sebuah perusahaan Taiwan. Selain kapten, terdapat tujuh awak kapal lain yang juga berkewarganegaraan Indonesia berada di atas kapal selama pelayaran ilegal tersebut.

Investigasi mendalam mengungkapkan bahwa kapten tersebut mengakui perjalanannya ke Korut. Motivasi utamanya adalah untuk menjual sekitar 450 ton produk daging.

"Penjualan komoditas ini tanpa izin yang sah dari Kementerian Unifikasi Korsel. Hal ini merupakan inti dari pelanggaran yang dilakukannya," tulis laman Korea Times lagi melaporkan.

Berdasarkan Undang-Undang Pertukaran dan Kerja Sama Antar-Korea, setiap individu, termasuk warga negara asing, yang berniat untuk membawa keluar atau membawa masuk barang antara Korsel dan Korut wajib memperoleh persetujuan dari Kementerian Unifikasi. Peraturan ini dibuat untuk mengontrol dan memantau setiap interaksi ekonomi lintas-batas demi menjaga keamanan dan stabilitas regional.

Pada tanggal 9 Februari, kapten tersebut memberitahu pihak berwenang Korsel bahwa ia berencana untuk berlayar ke laut lepas, sebelum akhirnya menyimpang dari rute yang dilaporkan dan menuju Wonsan. Kapal tersebut tiba di Wonsan tiga hari kemudian dan tetap berada di sana hingga 5 Maret, sebelum kembali ke Busan dan tiba pada 8 Maret.

Salah satu bukti kunci yang memberatkan adalah hasil investigasi yang menunjukkan bahwa kapten telah mematikan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) kapalnya. AIS adalah perangkat pelacakan yang digunakan untuk memantau pergerakan kapal secara real-time.

Tindakan mematikan perangkat ini saat kapal berada di perairan Korut dipandang sebagai upaya yang jelas untuk menyembunyikan pergerakan. Hal tersebut merupakan ilegal di Korsel.


(tps/sef)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article AS Kirim Kapal Induk Nuklir ke Korsel, Adik Kim Jong Un Respons Begini

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |