Guru Besar Hukum Tata Negara UII Mahfud MD memberikan paparan saat Sekolah Hukum bagi calon anggota legislatif terpilih 2024 di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (14/6/2024).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Mahfud MD memandang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan pilkada menimbulkan kerumitan hukum baru. Namun Mahfud mengingatkan putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tetap harus dilaksanakan.
“Putusan itu tidak boleh tidak, harus dilaksanakan, putusan MK ini menurut saya harus diterima meskipun menimbulkan kerumitan hukum baru,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD disimak pada Jumat (11/7/2025).
Lewat putusan itu, MK menyatakan sejak 2029 pemilu nasional dan lokal akan dipisah, kepala daerah dan DPRD dipilih 2/2,5 tahun sesudah pemilu nasional. Hal ini menurut Mahfud bakal bisa menimbulkan masalah. Sebab, posisi gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia akan mengalami kekosongan.
Walau bisa diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota, namun masa jabatan yang bisa sampai 2,5 tahun tentu merampas hak demokrasi.
"Apalagi, DPRD tidak bisa pakai penjabat karena harus orang yang dipilih, dan jika ditunda 2,5 tahun terjadi kekosongan," ujar Mahfud.
Mahfud melihat MK bisa buang badan karena dalam putusan butir 3.16 disebutkan masa transisi diserahkan ke pembentuk UU, yaitu Presiden dan DPR untuk mengatur. Artinya, sebelum pertengahan 2027 UU wajib sudah jadi karena pertengahan 2027 tahapan pemilu sudah mulai.
“MK telah membuat kerumitan hukum, saya melihatnya juga MK terlalu masuk ke open legal policy, seharusnya hal itu tidak diatur oleh MK, masalah jadwal masalah apa, mestinya urusan pembentuk UU. Apakah ada pelanggaran terhadap open legal policy, banyak, tapi kalau betul-betul melanggar UUD, kalau ini apa, tidak ada pelanggaran hukumnya,” ujar Mahfud.