Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Di setiap langkah kecil anak-anak Indonesia yang belajar berjalan, di setiap tegukan pertama susu atau suapan makanan pendamping ASI, tersimpan harapan besar tentang masa depan bangsa. Gizi anak bukan sekadar urusan kesehatan keluarga, melainkan landasan utama pembangunan nasional. Ia adalah fondasi peradaban, benih dari kecerdasan kolektif, serta investasi strategis jangka panjang bangsa Indonesia.
Di tengah semangat menyongsong Indonesia Emas 2045, saat negara ini merayakan seabad kemerdekaannya, kita dihadapkan pada satu pertanyaan mendasar: seperti apa wajah generasi masa depan kita? Jawabannya sangat ditentukan oleh keputusan-keputusan hari ini, baik itu tentang pendidikan, perlindungan anak, serta tentunya keputusan tentang gizi mereka.
Ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat telah membuktikan bahwa perkembangan otak dan tumbuh kembang anak terjadi paling pesat pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dimulai sejak masa dalam kandungan hingga usia dua tahun. Inilah periode emas yang tak tergantikan, di mana gizi menjadi penentu masa depan seorang anak, bukan hanya tinggi badannya, tetapi juga kecerdasannya, ketahanan tubuhnya, hingga kemampuannya belajar dan bekerja di masa depan.
Data dari UNICEF pada 2023 menunjukkan, intervensi gizi di masa 1000 HPK dapat meningkatkan produktivitas ekonomi hingga 11% dan mengurangi risiko kemiskinan lintas generasi. Di Indonesia, data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan penurunan prevalensi stunting di bawah 20%, sebuah pencapaian positif, namun masih menjadi pengingat bahwa satu dari lima anak Indonesia mengalami gangguan pertumbuhan akibat kurang gizi berkepanjangan.
Namun sejujurnya, sejumlah kajian ilmiah menegaskan bahwa bangsa ini sedang berada di jalur yang tepat. Pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan kini semakin sadar bahwa isu gizi adalah isu kebangsaan. Kita memiliki kekuatan luar biasa untuk mempercepat perbaikannya.
Anak di Pusat Kebijakan Publik
Dalam arsitektur kebijakan negara, kita kini memasuki era baru, yaitu children-centered policy, yakni perencanaan pembangunan yang berpihak pada kebutuhan dan potensi anak. Ini bukan sekadar pendekatan etis, tetapi strategi pembangunan yang cerdas dan berkelanjutan.
Ketika anak-anak diberi akses gizi optimal, pendidikan berkualitas, dan lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya, maka Indonesia tidak hanya menghasilkan individu sehat, tetapi juga mencetak generasi unggul yang mampu memecahkan tantangan masa depan. Laporan Bank Dunia (2022) menyebutkan bahwa peningkatan kualitas SDM sejak dini mampu meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita hingga 7% dalam jangka panjang.
Dengan demikian, menjadikan anak sebagai titik pusat kebijakan adalah bukan hanya bentuk kasih sayang negara kepada warganya yang paling rentan, tetapi juga strategi pembangunan yang cerdas dan progresif. Inovasi nutrisi menjadi salah satu bukti implementasi kebijakan ramah anak di Indonesia.
Menyelesaikan tantangan gizi tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan konvensional. Kini, kita hidup di era inovasi, di mana teknologi pangan dan produk nutrisi memungkinkan kita menciptakan solusi yang cepat, efektif, dan menjangkau seluruh pelosok negeri.
Salah satu strategi kunci adalah fortifikasi pangan, proses penambahan zat gizi penting seperti zat besi, vitamin C, zinc, dan yodium ke dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi anak sehari-hari. WHO menyebut fortifikasi sebagai salah satu intervensi paling efektif dan hemat biaya dalam meningkatkan status gizi masyarakat.
Di Indonesia, fortifikasi garam yodium sudah terbukti menurunkan prevalensi gangguan tiroid secara signifikan. Kini, kita bisa melangkah lebih jauh dengan fortifikasi tepung, minyak goreng, dan tentunya fortifikasi pada susu pertumbuhan terutama untuk anak-anak balita dan usia prasekolah.
Produk susu pertumbuhan yang difortifikasi kini menjadi pilihan cerdas bagi banyak keluarga. Kandungan zat besi, vitamin A, C, D, serat pangan, DHA, dan probiotik dalam produk susu modern telah terbukti membantu pertumbuhan, perkembangan otak, dan imunitas anak. Studi epidemiologi skala besar di beberapa negara Asia Tenggara (Nutritional Review, 2021) menunjukkan bahwa anak yang mengonsumsi susu fortifikasi secara rutin memiliki risiko stunting 25% lebih rendah dan performa kognitif yang lebih tinggi.
Bahkan penelitian dari Indonesia Nutrition Association (INA) di tahun 2023 memberikan bukti mutakhir yang sahih bahwa konsumsi susu pertumbuhan yang difortifikasi dengan zat besi dan Vitamin C pada balita dan anak usía sekolah tak hanya mampu memenuhi kecukupan zat besi dan mencegah anemia, tetapi juga memastikan tumbuh kembang optimal anak.
Fortifikasi bukanlah pengganti makanan rumah yang bergizi, melainkan pelengkap strategis, terutama di wilayah di mana akses terhadap pangan bergizi masih terbatas. Dengan pendekatan yang tepat dan edukasi masyarakat yang kuat, fortifikasi menjadi jembatan yang menghubungkan keluarga Indonesia dengan kualitas gizi terbaik. Ini tentu menjadi sangat relevan ketika intervensi pangan fortifikasi, termasuk susu pertumbuhan diberikan secara teratur pada anak balita dan usía sekolah, karena inilah masa penting dan fundamental untuk mempersiapkan penerus bangsa.
Kolaborasi Industri dan Akademisi
Kita tidak bisa berjalan sendiri. Perbaikan gizi anak membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat. Industri memiliki potensi besar dalam riset, produksi, dan distribusi produk nutrisi inovatif yang berkualitas tinggi. Akademisi dan institusi penelitian berperan sebagai penjaga mutu dan sains. Pemerintah memastikan bahwa semua itu berada dalam kerangka regulasi yang melindungi kepentingan publik.
Kita bisa mencontoh pendekatan Jepang yang memasukkan susu fortifikasi dalam program sekolah, atau Chile yang sukses mengatur regulasi makanan anak lewat labeling cerdas dan insentif produksi. Kolaborasi antara sektor publik dan swasta bukanlah ancaman, melainkan peluang besar jika dijalankan secara transparan dan akuntabel.
Di Indonesia, kolaborasi nyata telah ditunjukkan salah satunya oleh Nutricia Sarihusada dengan memastikan riset yang mumpuni untuk memperkuat portfolio susu pertumbuhan terfortifikasi zat besi dan vitamin C dengan keterlibatan peneliti dan akademisi independen. Studi yang dipublikasi di Helion (2024) membuktikan bahwa integrasi yang ilmiah dan saling respek antara produsen susu pertumbuhan terfortifikasi, dengan peneliti dan akademisi dari universitas, dapat memperkuat dampak inovasi
Pemerintah Indonesia pun telah menunjukkan langkah positif: RAN PASTI (Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting) mengintegrasikan berbagai sektor dan pendekatan. Ke depan, penting untuk membuka ruang lebih besar bagi inovasi dan kemitraan berkelanjutan demi memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan haknya atas gizi terbaik.
Edukasi Nutrisi sebagai Pilar Perubahan
Di atas semua itu, kekuatan terbesar bangsa ini sesungguhnya terletak di tangan para orang tua, guru, dan komunitas. Edukasi gizi harus menjadi gerakan nasional. Pengetahuan tentang pentingnya zat gizi mikro, manfaat susu pertumbuhan, cara membaca label gizi, hingga pemahaman tentang piring makan seimbang perlu dijadikan bagian dari kurikulum sekolah dan program keluarga.
Dengan edukasi yang tepat, keluarga akan menjadi garda terdepan dalam membentuk kebiasaan makan sehat dan pilihan nutrisi yang bijak. Gerakan semacam "Isi Piringku", "Anak Sehat Anak Hebat", dan kampanye tentang pentingnya sarapan sehat perlu terus diperkuat dan dikembangkan.
Di era media sosial dan digitalisasi, kampanye edukatif juga harus kreatif. Konten berbasis data, visual menarik, kolaborasi dengan influencer positif, serta keterlibatan anak muda akan menjadikan pesan gizi sebagai bagian dari gaya hidup sehat generasi digital.
Ketika kita bicara tentang bonus demografi, jangan hanya melihat angka. Lihatlah mata anak-anak yang sedang belajar membaca, mendengar tawa mereka di halaman sekolah, dan lihat tubuh-tubuh kecil yang sedang tumbuh di desa-desa dan kota-kota. Di sanalah Indonesia masa depan sedang disiapkan.
Dengan anak-anak yang sehat, cerdas, dan gizi yang optimal, maka kita bukan hanya mempersiapkan individu yang sukses, tetapi juga membentuk karakter bangsa yang kuat, empatik, dan tangguh. Maka, sudah saatnya kita berhenti menyebut gizi sebagai beban. Mari kita sebut ia dengan nama yang lebih tepat: harapan. Karena di setiap butir zat besi, setiap miligram vitamin, dan setiap tetes susu yang kita berikan kepada anak-anak, tersimpan kemungkinan besar bahwa kelak merekalah yang akan mengangkat nama bangsa ini ke panggung dunia.
(rah/rah)