REPUBLIKA.CO.ID, Momentum Hari Bakti Pekerjaan Umum ke-80 tahun ini bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan sebuah wake-up call strategis. Di tengah hiruk-pikuk pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan dan bendungan, terdapat satu isu fundamental yang sering kali "senyap" namun menjadi penentu eksistensi bangsa: air minum dan sanitasi.
Menteri Pekerjaan Umum Ir. Bapak Dody Hanggodo M. PE. telah menegaskan bahwa arah pembangunan nasional kini berpedoman pada Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk menuju Indonesia Emas 2045. Dalam strategi PU 608, Kementerian PU menerjemahkan arahan tersebut menjadi strategi efisiensi investasi dan percepatan pengentasan kemiskinan. Salah satu pilar utamanya adalah transformasi sektor air minum dan sanitasi yang kini mendesak untuk memiliki payung hukum yang kuat melalui prioritas legislasi (Prolegnas) untuk Undang-Undang Air Minum dan Sanitasi.
Dari Fragmentasi Menuju Adaptive Governance
Tantangan terbesar kita hari ini adalah fragmentasi. Permasalahan air dan sanitasi sering dianggap berdiri sendiri, padahal realitasnya membentuk satu sistem yang saling terkait. Saat ini, regulasi kita masih tersebar dan tidak saling mengikat, bertumpu pada peraturan turunan seperti PP 122/2015 yang menyebabkan standar layanan tidak seragam dan lemahnya perlindungan konsumen.
Masuknya inisiatif RUU Air Minum dan Sanitasi adalah langkah konkret untuk mengakhiri kekacauan regulasi ini. Secara teoritis, Kementerian PU melalui Satgas Tri Banyu Arutala sedang menerapkan pendekatan Adaptive Governance.
Teori Adaptive Governance ini menekankan pada tata kelola yang responsif terhadap tantangan lingkungan dan iklim. Dengan adanya UU khusus, kita tidak hanya menargetkan pembangunan fisik, tetapi membangun sistem yang menyelaraskan pengelolaan sumber daya air, air minum, dan limbah domestik dalam satu kerangka koordinasi yang fleksibel. Ini adalah pergeseran dari sekadar membangun pipa menjadi membangun kepercayaan dan kapabilitas sistem.
Full Cost Recovery dan Corporate-Driven
Transformasi ini juga membawa angin segar dalam perspektif ekonomi infrastruktur. Selama ini, banyak BUMD Air Minum menghadapi tantangan klasik: aset yang tidak optimal, kapasitas menganggur (idle capacity) yang besar, dan tarif yang belum memenuhi keekonomian.
Afirmasi terhadap gagasan transformasi Menteri PU terlihat jelas pada dorongan untuk menerapkan prinsip Full Cost Recovery (FCR). Agenda pembentukan Badan Regulator Air Nasional dirancang untuk memastikan mekanisme tarif berbasis FCR guna mewujudkan keberlanjutan finansial tanpa mengorbankan keterjangkauan.
Dalam teori manajemen publik modern, langkah ini adalah transisi dari model government-driven delivery menuju corporate-driven operation. Pergeseran ini bukan tentang swastanisasi tak terkendali, melainkan profesionalisasi untuk mencapai efisiensi dan daya saing. Dengan mengonsolidasikan operator melalui regionalisasi dan pembentukan BUMN Air sebagai penggerak nasional, kita menciptakan skala ekonomi yang mampu menarik investasi jangka panjang.
Pendekatan Sistemik
Poin krusial lain dalam transformasi ini adalah integrasi SPAM (Air Minum) dan SPALD (Sanitasi/Air Limbah) yang selama ini dikelola oleh institusi berbeda dengan standar yang tidak sinkron.
Melalui transformasi kebijakan ini, perencanaan SPAM dan SPALD akan disatukan berbasis Wilayah Layanan Terintegrasi. Ini sejalan dengan prinsip berpikir sistem (Systems Thinking), di mana perbaikan di sektor sanitasi akan secara langsung meningkatkan kualitas air baku dan efisiensi layanan air minum. Integrasi ini vital untuk memutus rantai penularan penyakit dan menekan pencemaran sungai di wilayah perkotaan.
Perspektif Capabilities Approach
Namun, di atas segala teori teknis dan ekonomis, landasan filosofis dari transformasi ini adalah kemanusiaan. Dokumen transformasi Kementerian PU secara tegas menyebutkan bahwa air minum dan sanitasi adalah "dasar kehidupan yang bermartabat".
Ini selaras dengan teori Capabilities Approach (Pendekatan Kapabilitas) yang memandang pembangunan sebagai perluasan kebebasan manusia. Akses aman terhadap air minum dan sanitasi adalah "kebebasan yang melindungi semua kebebasan lainnya". Tanpa air bersih, seorang anak kehilangan kebebasan untuk tumbuh sehat tanpa stunting; tanpa sanitasi, keluarga kehilangan kebebasan untuk hidup tanpa rasa khawatir.
Warisan untuk Generasi Emas
Pada akhirnya, penyusunan payung hukum nasional (UU) dan pembentukan Regulator Nasional bukan hanya soal pasal-pasal. Ini adalah komitmen untuk menyediakan layanan berskala besar dalam kurun waktu satu generasi, demi mencapai target 100 persen akses aman pada 2045.
Di usia ke-80 ini, Kementerian PU membuktikan bahwa infrastruktur air adalah fondasi ketahanan nasional yang sesungguhnya. Transformasi ini memastikan bahwa kita tidak mewariskan masalah, tetapi mewariskan sistem yang tangguh, adil, dan memanusiakan bagi generasi mendatang.
Selamat Hari Bakti Pekerjaan Umum ke-80. Sigap Membangun Negeri

1 hour ago
1
















































