Netanyahu dan Trump Matangkan Rencana Pengosongan Gaza

5 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan bahwa ia dan Presiden AS Donald Trump mematangkan pengosongan Gaza. Mereka mengeklaim telah ada sejumlah negara yang siap menampung warga Palestina di Gaza.

Hal itu ia sampaikan dalam kunjungan ke Gedung Putih di sela beredarnya rencana Israel memenjarakan dua juta warga Gaza di Rafah.

Hal itu merupakan rencana yang telah menuai kecaman internasional dan dapat semakin mempersulit perundingan gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hamas. “Ini disebut pilihan bebas,” kata Netanyahu kepada wartawan sebelum jamuan makan malam pribadi dengan Presiden di Gedung Putih dilnsir majalah Times

"Kalau orang ingin tinggal, mereka bisa tinggal. Tapi kalau mereka ingin pergi, mereka harus bisa pergi."

Netanyahu menambahkan bahwa Israel bekerja “sangat erat” dengan Amerika Serikat untuk mengidentifikasi negara-negara yang bersedia menerima pengungsi Palestina dari Gaza, dan menyatakan bahwa diskusi dengan beberapa negara sudah “hampir” membuahkan hasil.

Trump, yang duduk di hadapan pemimpin Israel, mengatakan bahwa “kami telah menjalin kerja sama yang baik” dengan negara-negara di sekitar Israel dan menambahkan bahwa “sesuatu yang baik akan terjadi.”

Komentar Netanyahu menandai dukungan paling eksplisit terhadap gagasan kontroversial yang pertama kali dilontarkan Trump awal tahun ini: bahwa Gaza dapat dikosongkan dari penduduk Palestina dan dibangun kembali menjadi apa yang pernah ia sebut sebagai “Riviera Timur Tengah.” 

Usulan tersebut mendapat reaksi keras dari sekutu AS, para pemimpin Arab, dan organisasi hak asasi manusia, yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan pembersihan etnis dengan kedok pembangunan ekonomi. Gedung Putih kemudian berusaha menarik kembali pernyataan Trump.

Namun dukungan baru Netanyahu terhadap visi tersebut—ditambah dengan desakannya untuk menolak pembentukan negara Palestina—menawarkan gambaran yang jelas tentang jenis “perdamaian” yang pada akhirnya mungkin ia dan Trump cari: perdamaian di mana penduduk Palestina harus mengungsi atau dimukimkan kembali di luar negeri.

Hal ini juga merupakan perubahan tajam dari kebijakan AS selama beberapa dekade, yang telah lama menyatakan bahwa jalan menuju perdamaian di Timur Tengah harus mencakup solusi dua negara—sebuah negara Palestina merdeka yang berdiri berdampingan dengan Israel. Netanyahu menegaskan bahwa perjanjian perdamaian apa pun untuk mengakhiri perang dengan Hamas tidak boleh mencakup pengakuan negara Palestina.

“Saya pikir Palestina harus memiliki semua kekuasaan untuk mengatur diri mereka sendiri, namun tidak ada satu pun kekuasaan yang dapat mengancam kita,” kata Netanyahu. “Dan itu berarti bahwa kekuatan tertentu seperti keamanan secara keseluruhan akan selalu berada di tangan kita.”

"Kami akan mengupayakan perdamaian dengan tetangga-tetangga Palestina kami, mereka yang tidak ingin menghancurkan kami," tambahnya, "dan kami akan mengupayakan perdamaian di mana keamanan kami, kekuatan kedaulatan keamanan, selalu berada di tangan kami. Sekarang, orang-orang akan berkata, 'Ini bukan sebuah negara yang utuh, ini bukan sebuah negara. Bukan itu – kami tidak peduli."

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |