Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
28 December 2025 15:52
Jakarta, CNBC Indonesia - Singapura kembali muncul di puncak dunia untuk urusan matematika. Dalam PISA 2022, skor rata-ratanya mencapai 575, jauh di atas patokan OECD di 472. Angka ini bukan sekadar catatan akademik. Ia menjelaskan kenapa Singapura terus muncul sebagai pusat teknologi, keuangan, dan riset di Asia.
Ujian PISA tidak menilai seberapa banyak rumus yang dihafal, melainkan seberapa jauh siswa mampu menggunakan angka untuk menyelesaikan masalah nyata.
Di Singapura, latihan soal, kurikulum nasional yang rapi, dan seleksi guru berbasis kinerja membuat siswa terbiasa berpikir dengan angka. Dari ruang kelas itulah lahir tenaga kerja yang mudah masuk ke dunia analitik, coding, dan rekayasa.
Di belakang Singapura, barisan Asia Timur memenuhi papan atas. Makau, Taiwan, Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan semuanya mencetak skor di atas 525. Di kawasan ini, matematika diperlakukan sebagai mata pelajaran serius sejak awal sekolah. Jam belajar panjang dan standar ujian tinggi membentuk budaya yang memandang kemampuan berhitung sebagai alat hidup, bukan sekadar nilai rapor.
Eropa hadir diwakili Estonia, Swiss, dan Belanda berada di atas 500, disusul Irlandia, Belgia, Denmark, Inggris, dan Polandia di sekitar 490.
Sistem mereka tidak mencetak lonjakan ekstrem, tetapi menjaga kualitas tetap merata. Itulah yang membuat industri Eropa memiliki pasokan tenaga kerja teknis yang relatif konsisten.
Amerika Utara memberi kontras tajam. Kanada masuk 10 besar dunia dengan skor 497. Amerika Serikat hanya 465 dan berada di bawah rata-rata OECD.
Perbedaannya berakar pada sistem. Kanada menjaga kualitas sekolah lebih seragam, sementara di AS kualitas pendidikan sangat tergantung pada lokasi dan pendanaan daerah.
Dalam ekonomi hari ini, matematika berfungsi seperti bahan baku. Perusahaan teknologi, laboratorium AI, hingga bank investasi membutuhkan pekerja yang nyaman dengan data dan model numerik. Negara yang gagal membangun kemampuan ini sejak sekolah akan menghadapi tembok saat ingin naik kelas ke industri bernilai tambah tinggi.
Tidak munculnya negara dari Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin di papan atas menunjukkan masalah yang sudah lama. Lemahnya numerasi dasar membuat wilayah-wilayah ini tertinggal dalam teknologi dan produktivitas. Ketergantungan pada impor teknologi lalu menjadi sulit dihindari.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)

3 hours ago
1
















































