Pengusaha Mal Blak-blakan Omzet Seret Gara-gara 'Rojali'

7 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja mengungkapkan fenomena 'rojali' alias rombongan jarang beli kembali mencuat tahun ini. Dia menyebut rojali membuat seret pertumbuhan omzet mal.

Istilah tersebut merujuk pada tren meningkatnya kunjungan masyarakat ke mal, tetapi tidak diikuti dengan pembelian yang signifikan.

"Sekarang memang terjadi ini (fenomena rojali) lebih karena faktor daya beli, khususnya yang di kelas menengah bawah. Kan daya belinya berkurang, uang yang dipegang semakin sedikit, tetapi mereka tetap datang ke pusat perbelanjaan," kata Alphonsus di Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, Rabu (23/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, jumlah pengunjung pusat perbelanjaan meningkat 10 persen dibandingkan tahun lalu. Dia menyebut jumlah itu jauh dari target 20-30 persen.

Peningkatan jumlah kunjungan yang tak terlalu tinggi itu dibarengi minimnya jumlah belanja. Alphonsus mengatakan masyarakat yang datang ke mal lebih sering hanya melihat-lihat ataupun belanja sedikit.

Dia menilai kondisi ini disebabkan daya beli masyarakat yang belum pulih, terutama sejak Ramadan 2024. Pemulihan kondisi sebenarnya berpotensi terjadi menjelang Lebaran kemarin, tetapi hal itu tidak terjadi.

"Peak season-nya itu kemarin tidak tercapai karena daya beli dan pengetatan anggaran pemerintah," ujarnya.

Dia menjelaskan 95 persen pengunjung mal adalah masyarakat menengah ke bawah. Kelompok ini sedang terdampak penurunan daya beli.

Sementara itu, kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi lebih memilih belanja ke luar negeri karena pembatasan impor. Selain itu, masyarakat menengah ke atas sedang berhati-hati dalam membelanjakan uang.

"Mereka lebih memilih antara belanja atau berinvestasi. Dampak global seperti harga komoditas dan nilai tukar juga bikin mereka mikir ulang," ujar Alphonsus.

APPBI memperkirakan tetap ada pertumbuhan pendapatan, meski tipis.

"Tahun 2025 ini tetap tumbuh (omzetnya) dibandingkan tahun lalu, tapi hanya single digit, artinya kurang dari 10 persen," ujarnya.

Alphonsus berpendapat fenomena 'rojali' kerap muncul dari waktu ke waktu, tergantung kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. Dia yakin fenomena ini akan berakhir bila daya beli masyarakat pulih.

Ia pun mendorong agar pemerintah menyalurkan stimulus yang bersifat langsung, seperti bantuan langsung tunai (BLT). Namun, ia mengingatkan agar penyalurannya diawasi agar tidak disalahgunakan.

"Jangan sampai digunakan untuk hal-hal yang salah, seperti judi online," ujarnya.

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I hanya 4,87 persen atau di bawah periode yang sama tahun sebelumnya, 4,91 persen. Padahal, periode ini disokong efek Ramadan dan Lebaran.

Perlambatan konsumsi terlihat dari laju penjualan eceran yang di bawah 5 persen secara tahunan. Mengacu data Bank Indonesia, indeks penjualan riil (IPR) pada Januari 2025 hanya tumbuh 0,5 persen (yoy), Februari 2 persen, dan Maret 0,5 persen.

[Gambas:Video CNN]

(del/dhf)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |