REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia spionase tak mudah terlihat meskipun terjadi di sekitar kita. Dulu dengan menggunakan mata-mata petugas di lapangan. Namun kini, teknologi big data yang banyak berperan. Laporan demi laporan mengalir untuk memetakan ancaman, potensi, dan segala hal yang nantinya digunakan untuk kepentingan negara.
Pada akhir 2013, hubungan Washington dan Berlin nyaris mencapai titik terendah yang tak terbayangkan. Pemicunya adalah panggilan telepon penuh amarah dari Kanselir Jerman Angela Merkel kepada Presiden AS Barack Obama. Dengan nada tegas, Merkel menuntut jawaban: "Apakah Washington benar-benar menyadap telepon pribadi saya?"
Konfrontasi ini meletus setelah intelijen Jerman menemukan bukti "kredibel" bahwa Badan Keamanan Nasional AS (NSA) telah memata-matai komunikasi pribadi sang kanselir selama bertahun-tahun. Berlin tidak sendirian. Beberapa hari sebelumnya, Presiden Prancis Francois Hollande juga mengajukan protes resmi setelah surat kabar Le Monde mengungkap bahwa NSA memantau lebih dari 70 juta komunikasi di Prancis hanya dalam 30 hari, sebagaimana diberitakan Aljazeera pada Kamis (6/11/2025).
Insiden ini hanyalah puncak gunung es dari gempa intelijen global yang dipicu Edward Snowden, mantan kontraktor NSA yang membocorkan ribuan dokumen rahasia pada 2013. Dokumen-dokumen itu mengungkap sistem pengawasan global yang dijalankan NSA bekerja sama dengan Markas Besar Komunikasi Pemerintah Inggris (GCHQ), dalam aliansi intelijen "Five Eyes" yang mencakup AS, Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
Five Eyes merupakan koalisi intelijen multilateral tertua di dunia. Anggotanya bertukar data sensitif setiap hari melalui jaringan tertutup yang bebas dari pengawasan internasional, menggunakan teknologi standar untuk mengumpulkan dan menganalisis komunikasi global.
Berdasarkan dokumen bocor, Five Eyes beroperasi dalam struktur hierarkis yang membagi dunia menjadi tiga lingkaran spionase. Lingkaran pertama adalah "pihak pertama"—sistem intelijen AS sendiri yang terdiri dari 16 badan, dengan NSA sebagai tulang punggung pengawasan digital global.
Lingkaran kedua mencakup empat negara Anglo-Saxon (Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru) sebagai mitra setara yang mendapat akses langsung ke data dan berpartisipasi penuh dalam operasi pemantauan.
Sementara lingkaran ketiga berisi sekutu "lapis kedua" seperti Prancis, Jerman, Austria, Polandia, dan Belgia. Negara-negara ini diajak kerja sama dalam isu tertentu, namun sekaligus menjadi sasaran pengawasan NSA.

3 hours ago
2









































