Siaga! Trump Kembali Kirim Badai ke RI, IHSG-Rupiah di Titik Rawan

6 hours ago 2

  • Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan kemarin, IHSG ambruk tetapi rupiah menguat
  • Wall Street ambruk usai Trump umumkan tarif
  • Tarif dagang hingga perdagangan perdana saham emiten unggulan di IPO akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan pasar keuangan Tanah Air berjalan tak senada pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berjalan menuju arah positif, akan tetapi pergerakan rupiah terhadap indeks dolar Amerika Serikat (AS) justru berjalan menuju arah negatif.

Hasil data cadangan devisa hingga ancaman kenaikan tarif oleh Presiden AS Donald Trump kepada negara BRICS mendorong volatilitas pergerakan pasar keuangan Tanah Air.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.

IHSG pada perdagangan kemarin, Senin (7/7/2025) ditutup melemah 0,52% di level 6.900,93. Kenaikan ini mematahkan pelemahan IHSG selama lima hari beruntun pada perdagangan sebelumnya.

Kendati mayoritas saham atau 328 emiten berada di zona merah. Sebanyak 266 saham naik dan 366 tidak bergerak. Nilai transaksi masih terbilang sepi pada perdagangan kemarin, yakni Rp 7,48 triliun.

Sebagai informasi rata-rata nilai transaksi harian lazimnya berada di kisara Rp 10 triliun hingga Rp 13 triliun. Akan tetapi sejak Jumat pekan lalu, nilai transaksi anjlok jauh meninggalkan Rp 10 triliun.

Volume perdagangan kemarin juga terbilang kecil, yakni 14,33 miliar saham dalam 875,5 ribu kali transaksi. Adapun kapitalisasi pasar pada perdagangan kemarin naik menjadi Rp 12.134,72 triliun, imbas kenaikan IHSG.

Asing masih mencatat net sell sebesar Rp 593,1 miliar.

Mengutip Refinitiv, satu sektor melaju kencang dan membuat IHSG balik arah, yaitu utilitas yang naik 2,39%. Hal ini seiring dengan saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang naik 2,19% dan menopang 6,65 indeks poin terhadap IHSG.

Emiten Prajogo Pangestu lainnya, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) juga ikut menjaga IHSG di zona positif dengan kontribusi 5,92 indeks poin. Selain duet Prajogo, PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), hingga PT Astra International Tbk (ASII) merupakan penggerak utama IHSG.

Kontras, saham konglomerat lainnya, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) justru menjadi pemberat IHSG pada perdagangan kemarin dengan kontribusi -3,16 indeks poin. Lalu diikuti oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) -1,84 indeks poin dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) -1,70 indeks poin.

Sementara itu, mayoritas pasar di Asia-Pasifik hari ini ditutup di zona merah. Nikkei di Jepang turun 0,56% dan Hang Seng di Hong Kong turun 0,12%. Begitu pula dengan KLSE di Malaysia yang anjlok 0,82% dan TWII di Taiwan turun 0,53%. Tercatat ada tiga yang menutup perdagangan di zona hijau, yakni STI di Singapura naik 0,34%, KOSPI naik 0,17%, dan Shanghai naik tipis 0,02%.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan mengatakan indeks saat ini bergerak sideways, artinya tidak menunjukkan tren naik atau turun yang jelas, tapi berfluktuasi dalam rentang sempit, yaitu antara 6.820 sampai 6.980. Ini menggambarkan pasar yang lesu atau sedang menunggu kepastian arah alias wait and see.

Dia juga menyebut kinerja emiten perbankan, yang biasanya jadi pilihan unggulan investasi asing saat ini mengalami perlambatan kinerja. Menurut Ekky, investor asing itu tidak bisa berinvestasi sembarangan karena pasar Indonesia kecil.

Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (7/7/2025) ditutup pada posisi Rp 16.225/US$1 atau melemah 0,28%. Pelemahan terjadi usai penguatan dua hari beruntun.

Pelemahan rupiah pada perdagangan kemarin seiring dengan melemahnya banyak mata uang di Asia, menjelang batas akhir negosiasi tarif Presiden AS, Donald Trump, yang dijadwalkan akan berkahir pada Rabu, 9 Juli 2025.

Selain itu perhatian pasar juga tertuju pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis (10/7/2025). Apakah bank sentra AS akan mempertahankan tingkat suku bunga atau mulai memberikan sinyal penurunan.

Menurut pandangan dari Office of Chief Economist Bank Mandiri, sentimen pasar keuangan global masih dibayangi oleh ketidakpastian terkait arah kebijakan tarif AS dan tensi geopolitik memberikan tekanan terhadap aset-aset berisiko, termasuk pasar keuangan domestik.

Kekhawatiran atas dampak lanjutan dari kebijakan perdagangan unilateral dan potensi perlambatan ekonomi global membuat pelaku pasar cenderung bersikap wait and see, terutama dalam menyikapi pergerakan mata uang dan imbal hasil obligasi.

Chief Economist Bank Mandiri memproyeksikan dalam jangka pendek, Rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp16.175/US$-Rp16.245/US$.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (7/7/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau stagnan di level 6,564%. Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |