Susun Standar Keberlanjutan Minyak Sawit, Indonesia dan Malaysia Gandeng FAO

1 month ago 15

8000 Hoki Online Platform server Slots Maxwin Thailand Terbaik Sering Lancar Scatter Terus

hoki kilat online List Platform server Slot Gacor Thailand Terkini Sering Lancar Win Full Online

1000 Hoki Online List Daftar situs Slots Gacor Vietnam Terpercaya Sering Lancar Scatter Full Banyak

5000hoki Login web Slots Gacor Terpercaya Sering Lancar Scatter Full Non Stop

7000 Hoki Online Data Demo website Slot Maxwin China Terkini Sering Lancar Menang Full Online

9000 Hoki Online ID server Slots Gacor Vietnam Terpercaya Pasti Menang Full Terus

Data Daftar situs Slot Maxwin basis Singapore Terkini Pasti Lancar Menang Full Non Stop

Idagent138 Id Slot Maxwin Terpercaya

Luckygaming138 login Akun Slot Gacor Terpercaya

Adugaming Id Slot Maxwin

kiss69 Daftar Id Slot Gacor Terpercaya

Agent188 login Akun Slot Online

Moto128 login Id Slot Maxwin

Betplay138 login Akun Slot Gacor Online

Letsbet77 login Slot Gacor Terbaik

Portbet88 Daftar Slot Anti Rungkad Terpercaya

Jfgaming168 Slot Online

Mg138 Id Slot Terpercaya

Adagaming168 login Akun Slot Game Terbaik

Kingbet189 login Slot Anti Rungkat

Summer138 login Slot Gacor

Evorabid77 login Id Slot Terbaik

loading...

Wamenlu Arief Havas Oegroseno saat memberikan sambutan acara Konferensi Internasional yang diselenggarakan Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Medan, Rabu (19/2/2025). Foto/Dok. SINDOnews

MEDAN - Pemerintah Indonesia dan Malaysia bekerja sama dengan FAO (Organisasi PBB untuk Pangan dan Pertanian) akan menyusun suatu standar keberlanjutan (sustainability) global untuk minyak sawit . Kerja sama ini sebagai upaya dua negara produsen minyak sawit terbesar dunia ini membuat standar keberlanjutan global di luar Uni Eropa.

“Kita telah berdiskusi dengan FAO untuk melakukan studi dalam rangka menyusun suatu standar sustainability untuk palm oil dan cocconut oil,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno dalam sambutannya pada Konferensi Internasional Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Medan, Rabu (19/2/2025).

Baca Juga

RSI Gelar Konferensi Internasional Pangan dan Energi Berkelanjutan, Gali Solusi Tantangan Global

Havas mengatakan, standar keberlanjutan global yang akan disusun Indonesia dan Malaysia bersama FAO ini sebagai jawaban atas berbagai tuntutan dan tekanan khususnya dari Uni Eropa kepada industri minyak sawit . “Nanti kita bisa menyampaikan kepada EU bahwa kita sudah memiliki standar sustainability global di tingkat FAO. Jadi bukan hanya EU yang punya standar, tetapi juga ada standar global,” lanjutnya.

Mantan Duta Besar Indonesia di Jerman ini mengatakan, dirinya sudah meminta kepada CPOPC (Organisasi Negara-Negara Eksporter Minyak Sawit) untuk juga bisa merumuskan standar keberlanjutan global yang bisa dibawa ke tingkat FAO. “Sehingga kita memiliki standar keberlanjutan global dengan tingkat keberterimaan yang lebih luas,” ujarnya.

Dalam paparannya di depan ratusan peserta Konferensi Internasional RSI, Havas juga menjelaskan alasan ditundanya pemberlakuan EUDR (Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa). “Uni Eropa tidak pernah menjelaskan secara terbuka alasan penundaan tersebut. Namun dari diskusi saya dengan sejumlah di Uni Eropa, ada lima alasan penundaan tersebut,” tandasnya.

Kelima alasan penundaan EUDR, menurut Havas, yaitu pertama, EUDR terlalu kompleks, rigid dan detail sehingga jika diterapkan bisa menimbulkan implikasi-implikasi yang berat. Bahkan industri kayu Eropa juga keberatan dengan pemberlakuan EUDR.

Kedua, karena tekanan politik di mana sekarang banyak partai kanan berkuasa di Eropa dan cenderung untuk menentang kebijakan-kebijakan yang complicated. Ketiga, karena tantangan operasional dan teknologi di mana teknologi satelit yang digunakan Uni Eropa bukanlah teknologi yang terlalu canggih.

Baca Juga

Indonesia Jadi Faktor Penentu Pembentukan Harga CPO Dunia

“Nyatanya satelit EU menggambarkan tarmac di Bandara Soekarno Hatta sebagai korban deforestasi. Bahkan ada kebun pisang yang dibaca satelit EU sebagai tropical forest. Ini jelas memberatkan dari sisi enforcement dan compliance,” terangnya.

Dua alasan lain penundaan EUDR, kata Havas, adalah alasan ekonomi dan kewajiban bagi petani yang menjadi eksporter untuk memenuhi standar yang diberlakukan bagi industri besar. Alasan kelima, karena adanya ketidaksesuaian antara EUDR dengan peraturan Uni Eropa lainnya.

(poe)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |