REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Universitas Islam Bandung (Unisba) menjadi tuan rumah Temu Ilmiah Nasional ke-14 Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), di Aula Utama Kampus Unisba, akhir pekan lalu. Lebih dari 100 peserta hadir untuk membahas peran psikologi forensik dalam sistem hukum nasional yang tengah memasuki fase pembaruan besar.
Dalam sambutannya, Rektor Unisba, Prof. Ir. A. Harits Nu’man, M.T., Ph.D., IPU., ASEAN Eng. mengatakan, sistem hukum Indonesia tengah berada di masa transisi penting menyusul implementasi KUHP Nasional.
“Penegakan hukum bukan hanya soal benar atau salah secara legal, tetapi juga soal memahami manusia secara utuh, seperti pikiran, emosi, motif, dan kondisi sosialnya,” ujar Prof Harits.
Prof Harits mengatakan, psikologi forensik menjadi jembatan yang mempertemukan pendekatan hukum dengan nilai-nilai kemanusiaan, terutama saat negara memasuki era hukum berbasis keadilan restoratif. Menurutnya, keterlibatan psikolog forensik dapat memperkuat integritas sistem peradilan.
Ia juga mengajak seluruh akademisi dan praktisi untuk meningkatkan kompetensi forensik, memperkuat integrasi etika, serta membangun jejaring nasional. “Unisba berkomitmen menghadirkan pengetahuan dan profesional yang tidak hanya cerdas, tetapi juga membawa nilai kemaslahatan dan keadilan,” katanya.
Dekan Fakultas Psikologi Unisba, Dr. Dewi Sartika, M.Si., Psikolog, mengatakan, perubahan sistem hukum nasional menuntut peran psikologi yang lebih besar dalam proses penegakan hukum. “Psikologi forensik membantu aparat penegak hukum memahami motif, kondisi mental, dan konteks psikologis dari pelaku, korban, maupun saksi,” katanya.
Ia menilai forum Temilnas menjadi ruang strategis untuk melahirkan rekomendasi ilmiah yang dapat memperkuat kebijakan hukum nasional. Dewi juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin agar sistem hukum Indonesia lebih manusiawi dan berintegritas. “Kolaborasi psikologi dan hukum bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan,” kata Dewi.
Keynote speech disampaikan oleh Asep Nana Mulyana, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, yang diwakili oleh Wakil Ketua Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Dr. Taufan Zakaria, SH., MH. Ia memaparkan tantangan besar dalam integrasi psikologi forensik ke dalam sistem hukum Indonesia.
“Psikolog baru bisa masuk ke perkara jika diminta penyidik, jaksa, atau hakim. Padahal peran mereka sangat strategis sejak tahap awal penyidikan,” katanya.
Asep Mulyana menyoroti perlunya standar nasional bagi psikolog forensik agar kesaksian dan asesmen mereka diterima secara konsisten di pengadilan. Ia juga menilai kolaborasi dengan universitas sangat penting. “Psikologi forensik hadir di setiap lini proses hukum. Mulai dari investigasi hingga rehabilitasi. Sistem hukum kita akan lebih manusiawi bila mengintegrasikan keilmuan ini,” katanya.
Asep mengingatkan bahwa banyak perkara kriminal seperti kekerasan seksual, pembunuhan berencana, dan radikalisme membutuhkan perspektif psikologis yang kuat untuk interpretasi perilaku.
Temilnas XIV APSIFOR di Unisba tidak hanya menjadi ajang berbagi ilmu, tetapi juga momentum penting untuk membangun arah baru psikologi forensik Indonesia. Dengan hadirnya para akademisi, aparat hukum, dan profesional lintas bidang, kegiatan ini menjadi tonggak untuk memperkuat integrasi antara ilmu psikologi dan sistem hukum nasional.

3 hours ago
2








































