Jakarta, CNBC Indonesia - Profesi penagih utang atau debt collector memiliki bayaran yang menggiurkan. Sebagaimana profesi lainnya, bayaran debt collector tergantung seberapa berkualitas track record kinerja serta kesepakatan dengan pihak pemberi kerja.
Praktisi Asset Recovery Management di salah satu perusahaan Leasing kendaraan di Indonesia, Budi Baonk mengungkapkan, pembayaran debt collector memang ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan perusahaan leasing.
Komisi atau bayaran atas penarikan aset leasing disepakati ketika surat kuasa diturunkan dari Perusahaan Leasing ke Perusahan Jasa Penagihan Eksternal. Rentang bayarannya kata Budi Baonk biasanya di kisaran Rp 5 juta-Rp 20 juta.
"Rentang harga (tarif debt collector) paling kecil Rp 5 juta sampai Rp 20 juta," ungkap Budi kepada CNBC Indonesia sebagaimana kembali dikutip pada Minggu (23/11/2025).
Besaran fee debt collector ini menurut Budi tergantung jenis unit yang diamankan. Misalnya, bila mobilnya keluaran terbaru akan lebih mahal ketimbang mobil produksi lama.
Harga juga dapat berbeda-beda tergantung entitas bisnis debt collector itu sendiri. Biasanya penentuannya ditetapkan dari variabel track record perusahaan.
Sebagai informasi, profesi debt collector diizinkan berdasarkan POJK 22 Tahun 2023, penyelenggara jasa keuangan.
Akan tetapi Pasal 62 beleid tersebut mengatur bahwa penyelenggara jasa keuangan wajib memastikan penagihan kepada konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan aturan perundang-undangan.
Dengan demikian penyelenggara jasa keuangan wajib memastikan penagihan dilakukan tidak menggunakan ancaman dan tindakan yang mempermalukan konsumen. Penagihan juga tidak boleh mengintimidasi dan dilakukan secara terus menerus.
Dalam aturan tersebut juga disebutkan bahwa penagihan dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili konsumen pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00 - 20.00 waktu setempat. Debt collector diperbolehkan melakukan penagihan di luar tempat dan waktu yang diatur, tetapi dengan persetujuan konsumen terlebih dahulu.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi pun mengingatkan agar konsumen bukan hanya meminta hak perlindungan konsumen, melainkan juga bertanggung jawab dalam melakukan pembayaran.
"Kami terus edukasi kalau tidak mau ketemu debt collector ya bayar, kewajibannya seperti apa," kata Kiki.
Apabila konsumen tidak bisa membayar, Kiki menyarankan untuk konsumen secara aktif meminta restrukturisasi kepada lembaga keuangan. Akan tetapi, dia mengatakan keputusan akhir mengenai restrukturisasi merupakan hak perusahaan keuangan.
"Tapi dari pada dicari-dicari mending proaktif sendiri kalau memang ada kewajiban yang belum bisa dipenuhi," katanya.
OJK juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melindungi konsumen nakal yang beritikad buruk dalam pembayaran kreditnya.
"OJK tidak akan lindungi konsumen yang nakal," tandas Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen Sarjito.
(rob/haa)
[Gambas:Video CNBC]

1 hour ago
1
















































