Transformasi Islam Berkemajuan Menuju Umat Ekosistemik

3 hours ago 2

Oleh: Hendar Riyadi*)

Pada 18 November 2025 mendatang, Muhammadiyah akan merayakan miladnya yang ke-113. Puncak perayaan ini akan berpusat di Universitas Muhammadiyah Bandung (UMB), Jawa Barat.

Milad ke-113 Muhammadiyah tidak sekadar perayaan tahunan, melainkan sebagai manifesto dari gerakan pencerahan (tanwir) dalam konteks abad ke-21. Permulaan abad kini ditandai bukan hanya dengan revolusi teknologi digital, melainkan juga krisis kemanusiaan, spiritualitas, dan ekologis.

Gerakan pencerahan Muhammadiyah menjadi arah strategis dalam mentransformasikan Islam Berkemajuan melalui dan menuju umat ekosistemik (ecosystemic ummah).

Secara epistemik, gerakan pencerahan ini menuntut sintesis nalar bayani (imperatif-normatif), burhani (temuan sains rasional-empiris), dan irfani (kedalaman spiritual profetis) dengan maqashid kesadaran ekosistemis dalam kerangka kesatuan yang integral.

Selain itu, diperlukan juga peneguhan atas fundamen teologis-etisnya, yaitu akal tauhidi dengan mempromosikan nilai kesatuan ketuhanan (unity of Godhead), kemanusiaan (unity of mankind), penciptaan (unity of creation), tuntunan hidup (unity of guidance), dan kesatuan tujuan hidup (unity of purpose of life).

Dalam praksisnya, gerakan pencerahan ini memerlukan aksi-aksi strategis dan tindakan nyata dalam menggembirakan ummah ekosistemik.

Ketiganya merupakan kerangka holistik yang mengintegrasikan aspek epistemis, teologis, sosial, etis, dan ekologis. Kesemuanya sangat penting, terutama dalam merespons tantangan revolusi teknologi digital dan Masyarakat 5.0, serta menjawab persoalan peradaban bangsa.

Tantangan kini

Tidak dapat disangkal bahwa kehadiran revolusi teknologi digital telah berdampak luas pada kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya. Di antara dampak-dampak itu adalah keberhasilan dalam membangun dunia yang saling terhubung (hyperconnected world).

Cara pandang lama yang lebih mengandalkan dunia persaingan (competition worldview) telah digeser dengan cara pandang baru, yakni dunia ekosistem (ecosystem worldview). Dalam hal ini, logika kompetisi digantikan dengan logika kolaborasi. Orientasinya adalah bertumbuh bersama, bukan menang atas yang lain.

Nilai dasarnya adalah sinergi dan keberlanjutan, bukan efesiensi dan dominasi. Pada dimensi spiritualitasnya, kesadaran kosmosentris (kekitaan dan kesemestaaan) lebih ditekankan, bukan lagi egosentris (keakuan) atau etnosentris (kekamian).

Adapun dalam relasi sosialnya, pengembangan relasional yang mutualistik lebih diutamakan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara profit, people dan planet. Jadi, tidak sekadar transaksional atau relasi berkuasa.

Tantangan pelik dalam konteks era hyperconnected world ini adalah persekongkolan jahat dan manipulasi, baik yang mengatasnamakan relawan maupun negara, yang terorganisir dengan networking luas, serta ditopang sejumlah kelompok elite tertentu yang punya relasi kuasa, teknologi, dan ekonomi.

Dampak yang paling krusial dari kehadiran revolusi teknologi digital adalah perubahan pada cara manusia berekonomi. Sebagai contoh, pembayaran berbagai transaksi sekarang ini dapat dilakukan dengan uang elektronik, baik yang berbasis chip sebagai media penyimpanan saldonya maupun server.

Tantangan krusialnya adalah bila semua alat transaksi jual beli digital tersebut menjadi instrumen penipuan (al-ghasyu). Misalnya, memfasilitasi pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) atas dasar ekonomi keserakahan (al-baghyu).

Di sisi lain, kehadiran revolusi teknologi digital juga telah mendorong lahirnya masyarakat (society) 5.0, yakni masyarakat super cerdas yang berfokus pada penciptaan sisi kemanusiaan dalam relasinya dengan teknologi. Masyarakat 5.0 ini merupakan tatanan sosial yang berfokus dalam mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan lebih manusiawi dalam menggunakan kecerdasan buatan (AI), robotika dan teknologi canggih lainnya.

Kehadiran revolusi teknologi digital dan perkembangan masyarakat (society) 5.0 di atas, menjadi tantangan tersendiri terhadap nalar Islam Berkemajuan yang meneguhkan worldview-nya sebagai dîn al-hadhârah. Dalam hal ini, Islam sebagai agama peradaban yang menyemai nilai-nilai kebaikan, kebenaran, keadilan dan keutamaan hidup, menjunjung martabat dan kesetaraan manusia, anti segala bentuk kejahatan dan pengrusakan, serta menyemai harmoni dalam kemajemukan.

Bagaimana, misalnya, nalar Islam Berkemajuan merespons problem etika electronic commerce (e-commerce) dan meletakkannya sebagai instrumen transaksi untuk kemaslahatan publik? Bagaimana nalar Islam Berkemajuan berbicara tentang uang elektronik, termasuk mata uang kripto (cryptocurrency)? Bagaimana nalar Islam berkemajuan juga menjawab masalah relasi manusia dengan teknologi, seperti etika artificial intelligence (AI) dan pemanfaatannya dalam mencipta robot-robot pintar untuk keperluan asisten rumah tangga, pelayanan publik, hingga senjata perang?

Tiga jalan transformasi

Dalam merespons tantangan revolusi teknologi digital dan masyarakat 5.0, gerakan pencerahan Muhammadiyah pada abad ke-21 perlu mentransformasikan gerakan Islam Berkemajuan melalui dan menuju ummah ekosistemik. Ini dengan menggabungkan aspek-aspek epistemis, teologis, sosial, etis, dan ekologis secara menyeluruh.

Pertama, transformasi Islam Berkemajuan perlu meneguhkan kembali fundamen teologis-etis akal tauhidinya. Caranya dengan mempromosikan nilai kesatuan ketuhanan bahwa hanya ada satu Tuhan, Allah SWT sebagai pencipta, pengatur, dan sumber segala sesuatu. Nilai kesatuan ketuhanan ini merupakan penegasan dari deklarasi kebenaran (declaration of truth) dalam Islam, yaitu "Laa ilaaha illa Allah" (tiada tuhan selain Allah).

Declaration of truth dari lâ ilâha illa Allâh ini mengandung makna penegasian atau meniadakan yang sejenisnya dari pelbagai ”ilah” (tuhan-tuhan) dan hanya menetapkan satu yang diafirmasi atau diitsbatkan, yaitu Allah.

ذٰلِكَ بِاَنَّ اللّٰهَ هُوَ الْحَقُّ وَاَنَّ مَا يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖ هُوَ الْبَاطِلُ وَاَنَّ اللّٰهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيْرُ

"Hal itu (kekuasaan Allah berlaku) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Mahabenar dan apa saja yang mereka seru selain Dia itulah yang batil. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar" (QS al-Hajj: 62).

Kemudian, mempromosikan nilai kesatuan kemanusiaan bahwa seluruh umat manusia pada dasarnya berasal dari sumber yang sama (min nafsin wâhidah). Oleh karena itu, di hadapan Allah semuanya setara dan bersaudara serta harus diperlakukan secara adil (QS an-Nisa: 1).

Selanjutnya, mempromosikan nilai kesatuan penciptaan bahwa seluruh jagad raya dan alam semesta ini adalah ciptaan Allah yang saling terhubung, saling kebergantungan dan harmonis (mâ tarâ fî khalqir Rahmâni min tafâwut) (QS. Al-Mulk/67: 3).

Lalu, mempromosikan nilai kesatuan tuntunan hidup bahwa Islam bukan sekadar ajaran ritual dan ibadah yang sempit, melainkan menjadi algoritma sistem kepercayaan, prinsip norma, dan etika yang memandu kehidupan manusia secara terstruktur dan berkelanjutan. Islam adalah dîn al-hadhârah (QS al-Alaq: 1-5) dengan kitab sucinya, Alquran, sebagai penjelas segala hal (tibyânan li kulli syai`) (QS an-Nahl: 89), dan dengan contoh keteladan Nabi Muhammad SAW.

Akhirnya, mempromosikan nilai kesatuan tujuan hidup, hanya untuk beribadah kepada Allah dan memperoleh ridha-Nya. Peneguhan akal tauhidi ini menjadi basis utama dan krusial dalam mentransformasikan Islam Berkemajuan menuju ummah ekosistemik.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |