Tujuh dari 10 Murid Beli Rokok Eceran, Habiskan Uang Hingga Rp200 Ribu per Pekan

22 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa 5,18 juta anak usia 10-18 tahun aktif merokok, dan lebih dari 23 persen pemuda usia 15–24 tahun juga menjadi konsumen rokok. Angka-angka ini dinilai mencerminkan dari mudahnya akses dan minimnya perlindungan bagi generasi muda dari bahaya rokok.

Project Lead Tobacco Control CISDI Beladenta Amalia mengungkapkan fakta yang lebih mencemaskan. "Tujuh dari sepuluh murid sekolah membeli rokok secara eceran, baik saat pertama kali mencoba maupun dalam konsumsi sebulan terakhir," ujar Amalia pada Jumat (25/7/2025).

Menurut dia, hal ini menunjukkan betapa mudahnya anak-anak di bawah umur mendapatkan rokok, bahkan dalam bentuk eceran yang harganya terjangkau bagi uang saku mereka. Yang lebih memprihatinkan, kata Amalia, adalah besarnya pengeluaran remaja untuk rokok yaitu antara Rp30 ribu hingga Rp200 ribu per pekan.

"Itu setara dengan lebih dari setengah uang saku mereka, dan hampir separuh dari rata-rata pengeluaran per kapita mingguan penduduk Indonesia," katanya.

Uang saku yang seharusnya digunakan untuk pendidikan atau kebutuhan dasar, justru dialokasikan untuk konsumsi rokok, mengikis potensi masa depan mereka. Di sisi lain, upaya regulasi di beberapa daerah masih berjalan lambat. Sebagai contoh, di Jakarta, kebijakan yang mengatur KTR baru dalam bentuk peraturan gubernur (pergub), yaitu Pergub DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 dan perubahannya pada Pergub DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 tentang kawasan dilarang merokok.

Sementara itu, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) masih menunggu persetujuan DPRD DKI Jakarta. Raperda ini sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, namun belum ada kepastian kapan akan disahkan.

Ketua Umum Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) Manik Marganamahendra menekankan pentingnya keterlibatan aktif anak muda dalam penyusunan dan pemantauan kebijakan, termasuk Rencana Aksi Daerah dan penegakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Menurut Manik, krisis rokok di kalangan pemuda bukan sekadar isu kesehatan semata.

"Angka-angka ini tidak akan turun kalau industri tetap bebas membungkus rokok sebagai gaya hidup, sementara kebijakan kita terlalu lambat mengejarnya," kata dia, Jumat (25/7/2025).

Kondisi ini diperparuk dengan fakta bahwa Indonesia saat ini menjadi negara dengan angka perokok laki-laki dewasa terbesar di dunia. Manik pun mengajak jaringan pemuda di berbagai daerah agar menyerukan pengendalian konsumsi rokok dijadikan indikator eksplisit dalam penilaian Indeks Pembangunan Pemuda (IPP). Langkah ini diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah untuk lebih serius dalam upaya pengendalian tembakau, mengingat dampak rokok yang sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa depan.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |