CNN Indonesia
Sabtu, 01 Nov 2025 22:30 WIB
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria. (CNN Indonesia/Kadafi)
Denpasar, CNN Indonesia --
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi) Nezar Patria mengatakan polemik persoalan aplikasi berbasis akal imitasi (AI) untuk menampilkan foto-foto fotografer jalanan atau ruang publik harus diatasi mengikuti UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Selain itu, sambungnya, yang paling utama adalah soal etika fotografer.
"Yang paling penting ini merujuk kepada undang-undang perlindungan data pribadi, Dan juga ini kan soal etika juga. Jadi kalau mempublikasikan foto orang gitu, tanpa seizinnya dan dikhawatirkan digunakan untuk hal-hal yang tidak baik, itu tentu saja akan membawa konsekuensi-konsekuensi hukum," kata dia, usai menjadi pembicara di
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Primakara University di Denpasar, Bali, Jumat (31/10) sore.
"Jadi saya kira ada baiknya, kalau dengan menggunakan aplikasi FotoYu itu ada semacam konsensus-lah antara yang difoto sama yang memotret gitu, itu akan lebih baik. Jadi tidak ada yang dirugikan, tidak ada privasi yang dilakukan," jelasnya.
Sebelumnya terjadi polemik terkait fotografer jalanan yang men-display hasil jepretannya di aplikasi FotoYu beberapa waktu terakhir. Aplikasi itu menjadi display bagi sang fotografer untuk menjual hasil jepretannya.
Namun, belakangan itu menjadi polemik karena banyak orang yang tak setuju dengan praktik tersebut.
Di sejumlah media sosial, beberapa orang mengatakan tak setuju karena mereka tak meminta izin saat mengambil foto dan diperjualbelikan. Namun di sisi lain, ada juga yang tidak masalah dengan aktivitas itu. Berbagai alasan dilontarkan seperti ingin eksis atau ada foto yang bisa diunggah di media sosial.
Komdigi akan panggil asosiasi
Sebelumnya, Dirjen Pengawasan Digital Komdigi Alexander Sabar mengatakan pihaknya akan mengundang sejumlah perwakilan terkait untuk merespons polemik kehadiran banyak fotografer di ruang publik yang membuat masyarakat mengkhawatirkan privasi mereka.
"Ditjen Wasdig Kemkomdigi ke depan akan mengundang perwakilan fotografer maupun asosiasi seperti AOFI serta PSE terkait untuk berdiskusi dan memperkuat pemahaman terkait kewajiban hukum dan etika fotografi, khususnya dalam konteks pelindungan data pribadi," kata Alex kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/10).
Alexander menegaskan pentingnya bagi fotografer untuk mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), terutama jika kegiatan pemotretan dilakukan di luar konteks pribadi atau rumah tangga.
Alex mengatakan foto seseorang, khususnya yang menampilkan wajah atau ciri khas individu, termasuk kategori data pribadi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik. Atas dasar itu, setiap kegiatan pemotretan dan publikasi foto wajib memperhatikan aspek etika dan hukum pelindungan data pribadi.
Kemudian, fotografer juga disebut harus mematuhi ketentuan hak cipta yang melarang pengkomersialan hasil foto tanpa persetujuan dari subjek yang difoto.
Sesuai UU PDP, kata Alex, setiap bentuk pemrosesan data pribadi-mulai dari pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan-harus memiliki dasar hukum yang jelas. Sebagai contoh, melalui persetujuan eksplisit dari subjek data.
Ia mengatakan masyarakat berhak untuk melakukan gugatan juga merasa data pribadinya dilanggar.
"(Kami) mengingatkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang diduga melanggar atau menyalahgunakan data pribadi, sebagaimana diatur dalam UU ITE dan UU PDP," tuturnya.
Lebih lanjut, Ditjen Wasdig Komdigi terus mendorong literasi digital masyarakat yang menekankan pentingnya etika penggunaan teknologi dan pelindungan data pribadi, termasuk di sektor kreatif seperti fotografi dan kecerdasan buatan generatif.
(kdf/kid)

4 hours ago
3











































