loading...
Film The Shadows Strays menampilkan adegan laga superbrutal nyaris nonstop selama 2 jam 25 menit. Foto/Netflix
JAKARTA - The Shadows Strays adalah film Indonesia terbaru yang tayang di Netflix. Berdurasi 2 jam 25 menit, filmnya diberi rating 18+ untuk adegan kekerasan, seksualitas, dan bahasa kasar.
Film ini tayang perdana di Toronto International Film Festival (TIFF) 2024 pada September lalu. Kala itu, film yang digarap dan ditulis oleh Timo Tjahjanto ini diberi tepukan meriah penonton usai ditayangkan.
Sinopsis The Shadow Strays
The Shadow Strays mengisahkan sebuah organisasi pembunuh bayaran bernama Bayangan (Shadows) yang bekerja secara global di berbagai negara. Salah satu anggotanya adalah agen berkode 13 (diperankan oleh Aurora Ribero).
Saat menjalankan tugas di Jepang, 13 melakukan aksi ceroboh hingga mentornya, Umbra (Hana Malasan), harus membantunya. Karena alasan itu, 13 akhirnya diistirahatkan sampai waktu yang tidak ditentukan.
Pada masa itulah, ia kerap bermimpi buruk tentang masa lalu terkait ibunya. Secara bersamaan, ia juga melihat peristiwa matinya seorang perempuan yang menjadi tetangganya.
Foto: Netflix
Ia lalu berteman dengan Monji (Ali Fikry), anak lelaki dari perempuan itu, karena merasa memiliki nasib yang sama. Namun belakangan Monji diculik oleh orang-orang yang bertanggung jawab atas kematian ibu Monji.
Dari sini, 13 berusaha membebaskan Monji, tanpa mengetahui bahwa ia terlibat dengan orang-orang yang memiliki kekuasaan.
Review The Shadow Strays
Timo Tjahjanto mengawali kariernya sebagai sutradara film horor, tapi kini lebih populer sebagai pembuat film-film action tingkat tinggi dengan level kebrutalan di atas rata-rata. Beberapa film laganya yang populer ada The Night Come for Us (2018), serta Killers (2014) dan Headshot (2016) yang skenarionya ia buat.
The Shadow Strays adalah film yang tingkat kebrutalannya lebih tinggi dari tiga film tersebut. Segala bentuk kematian dengan cara kekerasan seolah berkumpul semua di sini, mulai dari kepala yang ditebas, mata yang dicolok, jari-jari yang dipotong, mulut yang dimasukkan benda tumpul hingga tembus ke tengkuk, hingga tulang kepala yang diremukkan.
Dengan durasi nyaris tiga jam, adegan-adegan perkelahian ini menguasai porsi hingga lebih dari 90%. Selain itu, adegannya pun juga berlangsung sangat panjang, bisa lebih dari 2-3 menit.
Foto: Netflix
Buat penikmat film yang sudah sering menonton film laga superbrutal, scene-scene panjang perkelahian yang terus berulang dalam titik tertentu mungkin akan terasa membosankan. Namun bagi mereka yang belum banyak menonton film jenis ini, bisa jadi akan sangat menikmatinya.
Selain itu, beberapa koreografi perkelahiannya juga tergolong baru dan segar dalam genre laga.
Timo juga masih menggunakan resep "kekerasan penuh gaya" dengan menampilkan karakter-karakter antagonis yang memakai topeng unik, serta para pembunuh bayaran dengan kostum stylish. Lagi-lagi, bagi sebagian penonton, gaya ini mungkin membosankan, tapi bagi sebagian yang lain mungkin juga tetap menarik.
Poin lainnya, Timo juga tak memasukkan unsur komedi sedikit pun untuk membuat rileks suasana. Kehadiran aktor Kristo Immanuel yang biasanya diplot sebagai karakter comedy relief juga sama sekali tak menunjukkan unsur humor sama sekali dalam dialog maupun ekspresinya.
Foto: Netflix
Alih-alih unsur humor, kali ini Timo lebih menekan ikatan emosional di antara para karakternya. Ini bisa dibilang wajah baru dibanding film-film Timo sebelumnya.
Meski begitu, resep klasik karakter penjahat seperti politikus dan polisi busuk serta organisasi kriminal masih tetap digunakan sang sutradara.
Beralih ke soal kualitas akting, Aurora Ribero tampil maksimal dan layak dipuji. Bisa dibilang 98% kehadirannya di layar berisi adegannya berkelahi. Meski begitu, untuk adegan yang lebih menekankan kondisi emosional, ia juga cukup mampu menunjukkan dengan baik.
Adapun karakter yang berhasil mencuri perhatian adalah Mawar Eva De Jongh sebagai Agen 14, Jeki yang diperankan oleh Kristo Imanuel, serta polisi busuk Prasetyo yang dimainkan oleh Adipati Dolken. Eva Celia juga sempat muncul sebentar sebagai mantan pembunuh bayaran bernama Volver.
Secara keseluruhan, untuk pencinta film laga, khususnya yang superbrutal, The Shadow Strays tidak menawarkan hal yang baru, kecuali beberapa koreografi adegan laganya yang menakjubkan. Meski begitu, filmnya tetap layak untuk ditonton, apalagi jika kamu ada waktu luang.
(ita)