Asia Ramai-ramai Habisi Dolar, Cuma Rupiah yang Merana

6 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Semester I 2025 dibayangi dengan beragam gejolak di pasar keuangan global mulai dari perang dagang hingga perang Israel vs Iran. Kendati penuh gejolak, sejumlah mata uang Asia justru mencatatkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Di tengah tekanan terhadap indeks dolar (DXY), penguatan mata uang Asia menjadi sinyal membaiknya sentimen global akan pasar negara berkembang. Namun sedikit disayangkan, performa rupiah justru bertolak belakang dan menjadi salah satu mata uang yang mengalami pelemahan di Asia.

Melansir data dari Refinitiv, indeks dolar AS tercatat melemah 10,74% sepanjang enam bulan pertama tahun ini. DXY dibuka di level 108,52 pada awal Januari 2025 dan ditutup di level 96,87 pada perdagangan Senin (30/6/2025).

Pelemahan indeks dolar AS membawa kabar positif bagi mata uang negara-negara di dunia, tak terkecuali mata uang di Asia. 

Berikut ini CNBC Research Indonesia telah merangkum performa mata uang Asia terhadap dolar AS di semester I 2025. 

Dolar Taiwan menjadi mata uang Asia paling perkasa, dengan penguatan hampir 11% terhadap dolar AS. Melansir dari Refinitiv, pada awal tahun 2025, dolar Taiwan dibuka pada level 32,78/US$ dan ditutup pada 30 Juni 2025 di level 29,18/US$. 

Menyusul di posisi kedua, won Korea Selatan mencatatkan apresiasi sebesar 8,42%. Won dibuka pada level 1476,78/US$ di awal semester I 2025, dan ditutup pada level 1352,45/US$. 

Sementara itu, yen Jepang menempati posisi ketiga dengan penguatan 8,38% terhadap dolar AS. Yen Jepang mengawali tahun 2025 pada level 157,18/US$ kemudian berakhir ditutup pada akhir paruh pertama 2025 di level 144,01/US$. 

Hasil Buruk Menimpa Rupiah 

Rupiah dibuka di awal tahun pada level Rp16.090 per dolar Amerika Serikat (AS) dan ditutup pada akhir semester di angka Rp16.230/US$. Sepanjang periode tersebut, rupiah mencatatkan pelemahan sebesar 0,87% secara kumulatif.

Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama semester I 2025 adalah kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, hal ini menjadi pemicu utama volatilitas di pasar keuangan global.

Awalnya, ketidakpastian yang timbul dari kebijakan ini membuat investor cenderung berhati-hati dan menarik dana dari pasar negara berkembang.

Namun, kebijakan tarif impor AS ini nyatanya berbalik menyerang dolar AS. Investor ramai-ramai menjual dolar AS sehingga indeks dolar terjun bebas.
Investor mulai melirik investasi berdenomonasi non-dolar seperti yen, dolar Taiwan hingga rupiah. Mata uang Asia pun menguat.

Selain itu, konflik geopolitik di Timur Tengah turut memberikan tekanan terhadap rupiah. Serangkaian serangan antara Israel dan Iran yang kemudian melibatkan Amerika Serikat menciptakan ketidakstabilan global, yang pada akhirnya mempengaruhi aliran modal ke negara berkembang termasuk Indonesia.

Dengan hasil ini, rupiah menjadi salah satu mata uang di Asia yang justru mengalami pelemahan di kala banyak mata uang negara Asia lainnya yang menorehkan hasil positif. 

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |