Benarkah Bisa Mati karena Patah Hati? Ini Penjelasan Ilmiahnya

20 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Ungkapan "mati karena patah hati" mungkin terdengar puitis. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa duka mendalam setelah kehilangan orang terkasih memang dapat meningkatkan risiko kematian dalam jangka panjang.

Studi mengungkap bahwa orang yang mengalami gejala kesedihan ekstrem setelah berduka, memiliki risiko kematian lebih tinggi dalam 10 tahun setelah kehilangan dibanding mereka yang mengalami duka dalam tingkat yang lebih ringan.

Penelitian yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Public Health ini dieksekusi oleh tim dari Aarhus University di Denmark. Studi melibatkan 1.735 partisipan yang baru saja kehilangan orang terdekat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka pun dibagi menjadi dua kelompok, mereka yang mengalami gejala duka berat dan mereka yang gejalanya lebih ringan.

Hasilnya mengejutkan. Sebanyak 26,5 persen dari kelompok yang mengalami duka mendalam meninggal dalam kurun waktu 10 tahun, dibandingkan dengan hanya 7,3 persen dari kelompok yang tidak terlalu terdampak.

Gejala duka berat yang dimaksud mencakup lebih dari separuh dari 9 indikator kesedihan. Ada pun indikator kesedihan seperti, perasaan mati rasa secara emosional, kehilangan makna hidup, kesulitan menerima kenyataan, hingga kebingungan terhadap identitas diri sendiri.

Melansir dari CNN, para partisipan diminta mengisi kuesioner saat pertama kali bergabung dalam studi.

Kemudian mereka kembali dimonitor pada enam bulan dan tiga tahun setelah kehilangan. Dari data itu, peneliti memetakan jalur kesedihan dan dampaknya terhadap kesehatan fisik dan mental mereka.

Selain angka kematian yang lebih tinggi, para peserta yang tergolong mengalami duka mendalam juga tercatat lebih sering mengakses layanan kesehatan.

Mereka lebih banyak menggunakan obat antidepresan, layanan kesehatan mental, dan perawatan primer dibanding kelompok lainnya.

"Kelompok ini tampaknya sudah berada dalam kondisi rentan bahkan sebelum kematian orang terkasih terjadi, sehingga membutuhkan perhatian khusus," ujar Mette Kjærgaard Nielsen, penulis utama studi dan peneliti postdoktoral di Aarhus University.

Tips Mengatasi Setelah Putus Cinta, Biar Cepat Move On/Foto:freepik.com/Drazen ZigicIlustrasi. Duka mendalam akibat kehilangan orang terdekat bisa membuat seseorang dalam kondisi rentan sampai meninggal. (Ayu Novita Sari)

Nielsen menambahkan bahwa faktor-faktor seperti status sosial ekonomi yang rendah, kesehatan pribadi yang buruk, serta gejala depresi dan kecemasan yang tinggi dapat memperburuk reaksi kesedihan yang dialami seseorang.

Meski begitu, menurut Sian Harding, profesor emeritus farmakologi jantung dari Imperial College London, para peneliti telah berhasil memilih pengaruh duka itu sendiri dari faktor-faktor risiko lainnya.

"Salah satu hal penting dari penelitian ini adalah sudut pandangnya yang jangka panjang. Kita tahu bahwa kehilangan memang punya dampak akut terhadap kesehatan jantung," jelas Harding yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Ia menambahkan, tekanan emosional akibat kehilangan bisa memicu berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, peningkatan kadar hormon stres kortisol, risiko diabetes, serta kesehatan mental yang menurun.

Dalam dunia medis, kondisi ini dikenal sebagai broken heart syndrome atau sindrom patah hati. Kondisi ini juga disebut Takotsubo cardiomyopathy yaitu, gangguan jantung yang dipicu oleh stres emosional berat, misalnya karena ditinggal orang tercinta.

Menariknya, beberapa penelitian sebelumnya bahkan menemukan bahwa sebagian orang meninggal tepat pada hari peringatan wafatnya orang yang mereka cintai.

"Penemuan ini menjadi pengingat bagi para tenaga kesehatan bahwa mungkin saja ada sinyal awal dari anggota keluarga yang mulai menunjukkan distress bahkan sebelum orang tercinta mereka meninggal," ujar Nielsen. "Intervensi dan dukungan dini bisa menjadi kunci penyelamatan."

(tis/els)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |