Digitalisasi Mampu Jaga Harga dan Petani Cabai di DIY

6 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Di lereng Merapi, para petani cabai di Sleman, Yogyakarta tak sekadar menanam dan memanen. Kini, mereka memiliki daya tawar dalam menentukan harga panen melalui aplikasi digital.

Melalui aplikasi, para petani cabai di Sleman dapat menjual lewat sistem lelang online, dan menerima pembayaran langsung via transfer. Sementara di sisi lain Yogyakarta, ratusan UMKM pengrajin eceng gondok rutin mengekspor kerajinan ke empat benua. Dua wajah berbeda, satu tujuan sama: transformasi UMKM agar naik kelas lewat digitalisasi dan ekspor berkelanjutan.

Transformasi ini bukan tanpa tantangan. UMKM di DIY memang menunjukkan tren pertumbuhan positif. Data Aplikasi Dataku DIY mencatat jumlah UMKM pada 2024 mencapai 327.774 unit, naik 0,99 persen dari tahun sebelumnya. Namun, berdasarkan skala ekonominya, UMKM DIY didominasi usaha mikro mencapai 94,74 persen, yang menandakan masih besarnya pekerjaan rumah untuk membawa mereka naik kelas.

Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) DIY, Sri Darmadi Sudibyo atau akrab disapa Dibyo, diperlukan sinergi lintas pihak dalam rangka mendukung ekosistem bisnis UMKM mengingat kontribusinya terhadap perekonomian DIY.

Go Digital dari Ladang Cabai

Digitalisasi menjadi strategi utama Kantor Perwakilan BI DIY, terutama pada komoditas pangan yang rentan terhadap fluktuasi harga, seperti cabai. Tantangan klasik seperti lemahnya posisi tawar petani, keterbatasan pasar, dan sistem manual yang melelahkan, dijawab melalui inovasi teknologi.

Petani cabai Sleman yang tergabung dalam Koperasi PPHPM (Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi) kini memanfaatkan sistem lelang digital untuk menentukan harga jual cabai. Sistem ini awalnya dikembangkan secara manual pada 2017, sebelum akhirnya didigitalisasi penuh sejak 2021 berkat pendampingan strategis dan hadirnya aplikasi diPanen.id yang pengembangannya dibantu BI.

“Dari pengelolaan pasar lelang cabai, jam 4 sore menerima cabai sampai jam 8 malam. Kami timbang dan pilah sesuai varietas, kemudian disortir grade A dan B. Setelah itu, dibuka harga lelang menggunakan aplikasi digital secara langsung,” ujar Ardhi Prasetyo, Sekretaris Koperasi PPHPM saat ditemui wartawan Rabu lalu (25/6/2025).

Proses lelang berlangsung tertutup untuk menjamin kerahasiaan. Hasilnya diumumkan setelah pukul 8 malam, lalu dikemas dan dikirim sesuai pesanan. Ketua PPHPM, Nanang, menekankan pentingnya digitalisasi sebagai kunci keadilan harga bagi petani.

“Sistem ini berhasil menciptakan transparansi harga dan mulai meningkatkan posisi tawar petani, yang sebelumnya selalu tertekan oleh praktik harga sepihak dari tengkulak,” jelasnya.

Tak hanya transparan, sistem ini juga efisien. Dengan 14 titik kumpul dan ribuan petani yang terlibat, pasokan harian mencapai 2 ton, dan pasokan harian saat panen raya bisa mencapai 10–15 ton. Data hasil lelang, harga, hingga kualitas produk tercatat rapi dalam sistem. Jika ada komplain, produk bisa ditelusuri langsung ke kelompok asalnya.

BI tak hanya memberdayakan UMKM melalui digitalisasi lelang. Lewat kerja sama dengan Pemda, dan berbagai pihak, program digitalisasi pertanian diperluas ke hulu melalui irigasi sprinkle dan pemanfaatan IoT. Penggunaan aplikasi SIAPIK untuk pencatatan keuangan serta QRIS untuk transaksi turut meningkatkan kredibilitas petani di mata lembaga keuangan.

Dari Enceng Gondok Menuju Empat Benua

Jika Sleman menjadi pusat transformasi digital, maka Indo Risakti adalah contoh konkret dari UMKM yang sukses menembus pasar ekspor. Usaha kerajinan ramah lingkungan berbasis eceng gondok ini telah mengirim produk ke Empat Benua, yaitu Amerika, Eropa, Asia, dan Afrika.

“Dulu kami hanya kirim satu-dua kontainer per bulan. Setelah difasilitasi BI, kami bisa naik sampai sepuluh kontainer saat pandemi. Karena eksposur dan pendampingan itu, kepercayaan diri kami juga ikut naik,” ungkap Windu Sinaga, pendiri Indo Risakti.

Produk Indo Risakti bukan hanya indah, tapi juga berkelanjutan. Menggunakan bahan alami seperti batang pisang dan akar kayu, mereka memadukan kreativitas lokal dengan sertifikasi global. BI memfasilitasi sertifikasi internasional seperti BSCI, serta mempertemukan pelaku UMKM dengan perbankan dan juga calon pembeli lewat program business matching. Tak hanya urusan pasar dan pembiayaan, Indo Risakti juga dibekali strategi branding dan promosi digital melalui pembuatan video profil dan e-katalog.

“Pembinaan ini bukan sekadar dana. Tapi membangun mindset, membuka jaringan, dan memberi keberanian untuk tumbuh lebih besar,” tegas Windu.

Sinergi untuk UMKM Naik Kelas

Keberhasilan dua contoh ini tak lepas dari pendekatan end-to-end Kantor Perwakilan BI DIY bersama pemerintah daerah dalam mendorong UMKM naik kelas. Melalui tiga pilar utama, yaitu korporatisasi atau kelembagaan, peningkatan kapasitas, dan akses pembiayaan.

Pilar korporatisasi tampak dalam pendampingan pembentukan koperasi petani cabai dan klaster UMKM perempuan seperti GEMI (Gerakan Ekonomi Kaum Ibu). Pilar peningkatan kapasitas diwujudkan melalui expo, sertifikasi, hingga pelatihan digital. Sementara, pilar akses pembiayaan didorong melalui pencatatan keuangan digital melalui aplikasi SIAPIK, pembayaran dengan QRIS, hingga survei pembiayaan berbasis data UMKM potensial.

Berbagai langkah konkret BI DIY tersebut, kini telah membawa lebih dari 2.200 petani cabai yang tergabung dalam lelang digital di sistem PPHPM. Di sisi lain, UMKM ekspor seperti Indo Risakti tak hanya bertahan, tapi juga tumbuh dan ekspansi. Mereka membuktikan bahwa dengan dukungan sistemik dan berkelanjutan, UMKM bukan sekadar roda ekonomi rakyat tapi kekuatan ekspor dan digitalisasi nasional.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |