Dunia Gelap Minggir, OECD Proyeksi Perekonomian Global Membaik

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian dunia akan tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya tahun ini. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyebut dampak tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah bisa diredam, meski dampak penuhnya masih belum pasti.

Sebenarnya organisasi yang berbasis di Paris tersebut telah memangkas proyeksinya dari 3,1% menjadi 2,9%, dengan peringatan bahwa tarif Trump akan menghambat perekonomian dunia. Namun, dalam prospek terbaru, OECD menaikkan proyeksi menjadi 3,2%, dengan menyatakan bahwa perekonomian "terbukti lebih tangguh daripada yang diantisipasi" pada paruh pertama tahun 2025.

"Dampak tarif membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai perekonomian," ujar Kepala Ekonom OECD, Alvaro Pereira, Selasa (23/9/2025) dikutip dari AFP.

Laporan OECD menyebutkan bahwa front-loading, merujuk ke perusahaan yang bergegas mengimpor barang sebelum tarif Trump, merupakan sumber dukungan yang penting. Perekonomian juga terdorong oleh investasi terkait AI yang kuat di AS dan belanja pemerintah di China.

Meski begitu, angka terbaru ini masih sedikit melambat dari 3,3% pada tahun 2024. Sementara di 2026, pertumbuhan dunia diperkirakan melambat menjadi 2,9%, karena front-loading dihentikan dan tingkat tarif yang lebih tinggi serta ketidakpastian kebijakan yang masih tinggi menghambat investasi dan perdagangan.

"Dampak penuh dari kenaikan tarif belum terasa, dengan banyak perubahan yang diterapkan secara bertahap dari waktu ke waktu dan perusahaan-perusahaan pada awalnya menyerap sebagian kenaikan tarif melalui margin (keuntungan)," kata organisasi itu.

"Namun (dampak) tersebut semakin terlihat dalam pilihan pengeluaran, pasar tenaga kerja, dan harga konsumen," tambah laporan tersebut.

Sejak kembali menjabat, Trump memberlakukan tarif dasar 10% untuk impor dari seluruh dunia pada bulan April. Ia kemudian mengenakan bea masuk yang lebih tinggi kepada puluhan negara, tetapi pemimpin AS tersebut juga membuka peluang negosiasi, mencapai kesepakatan dengan Inggris, Jepang, dan Uni Eropa (UE), di antara negara-negara lain.

AAS belum menemukan kompromi dengan China, meskipun dua negara dengan ekonomi terbesar dunia tersebut telah menurunkan tarif balasan mereka untuk sementara waktu selama negosiasi. Tingkat tarif efektif AS secara keseluruhan naik menjadi sekitar 19,5% pada bulan Agustus, level tertinggi sejak 1933.

"Risiko signifikan terhadap prospek ekonomi masih ada," kata OECD.

"Di tengah ketidakpastian kebijakan yang sedang berlangsung, kekhawatiran utama adalah bahwa tarif bilateral dapat dinaikkan lebih lanjut untuk impor barang dagangan," katanya.

OECD juga memperingatkan bahwa inflasi dapat meningkat seiring kenaikan harga pangan dan energi. Perusahaan mulai membebankan biaya tarif yang lebih tinggi kepada konsumen.

"Di sisi positifnya, pengurangan pembatasan perdagangan atau pengembangan dan adopsi teknologi kecerdasan buatan yang lebih cepat dapat memperkuat prospek pertumbuhan," katanya.

Pertumbuhan AS Naik

OECD juga menaikkan prospek pertumbuhan AS untuk tahun 2025 dari 1,6% menjadi 1,8%. Tetapi angka tersebut jauh lebih lambat dibandingkan 2,8% tahun lalu.

Pertumbuhan AS diperkirakan akan melambat lebih jauh menjadi 1,5% tahun depan. Karena, tarif yang lebih tinggi dan meningkatnya "ketidakpastian kebijakan".

OECD juga menyoroti dampak tindakan keras imigrasi Trump dan pemangkasan tenaga kerja federal. Laporan tersebut ditulis sebelum Gedung Putih menaikkan biaya visa H-1B untuk pekerja berketerampilan tinggi menjadi US$100.000 (sekitar Rp 1,6 miliar), yang telah mengguncang industri teknologi.

"Kami yakin bahwa terus menarik individu berketerampilan tinggi dari Amerika Serikat atau dari seluruh dunia merupakan kekuatan utama ekonomi AS," kata Pereira, seraya mencatat adanya kekurangan tenaga kerja di sektor teknologi.

Negara Lain?

OECD menaikkan prospek pertumbuhan ekonomi negara-negara ekonomi utama lainnya. Pertumbuhan China menjadi 4,9%, Zona Eropa menjadi 1,2% dan Jepang 1,1%.

Namun, OECD mencatat penurunan produksi industri dalam beberapa bulan terakhir di beberapa negara. Termasuk Brasil, Jerman, dan Korea Selatan (Korsel).


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Progres Aksesi OECD, Dokumen Asesmen Mandiri RI Masuk Tahap FInal

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |