Risiko pelemahan ekonomi Indonesia pada 2026 dinilai meningkat seiring ancaman penurunan pertumbuhan dan membengkaknya beban utang pemerintah. (ILUSTRASI)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Risiko pelemahan ekonomi Indonesia pada 2026 dinilai meningkat seiring ancaman penurunan pertumbuhan dan membengkaknya beban utang pemerintah, di tengah ruang kebijakan fiskal dan moneter yang kian terbatas. Ekonom Senior Bright Institute Awalil Rizky menilai ketahanan ekonomi Indonesia saat ini berada pada level yang rendah dan cenderung rapuh. Kondisi tersebut dipicu oleh pertumbuhan ekonomi yang stagnan serta tekanan utang yang terus meningkat.
“Secara umum, Bright Institute menilai ketahanan ekonomi Indonesia sedang berada pada level yang rendah, bahkan cenderung rapuh,” kata Awalil dalam keterangan, Sabtu (27/12/2025).
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang selama satu dekade bertahan di kisaran 5 persen menyimpan risiko penurunan signifikan pada 2026. Pelemahan konsumsi rumah tangga akibat turunnya pendapatan pekerja, meningkatnya pemutusan hubungan kerja, serta meluasnya informalisasi pekerjaan menjadi faktor utama tekanan pertumbuhan.
“Pertumbuhan ekonomi kemungkinan masih di kisaran 5 persen, namun berisiko turun hingga kisaran 2,5 persen,” ujar Awalil.
Ia menilai investasi dan ekspor belum menunjukkan penguatan yang cukup untuk mengompensasi melemahnya konsumsi. Jika kedua komponen tersebut ikut melambat, risiko pertumbuhan rendah akan semakin besar dan berdampak luas terhadap stabilitas ekonomi.
Dari sisi fiskal, Awalil menyoroti beban utang pemerintah yang kian berat dan berisiko. Penilaian kesehatan utang dinilai tidak memadai jika hanya melihat rasio utang terhadap produk domestik bruto.
“Beban utang pemerintah makin berat,” kata Awalil, seraya menekankan bahwa risiko harus dilihat dari kemampuan membayar bunga dan pelunasan pokok.
Ia mencatat rasio pembayaran utang atau debt service ratio telah melampaui 40 persen. Bahkan, porsi pembayaran bunga hampir mencapai 20 persen dari pendapatan negara. Kondisi tersebut dinilai mempersempit ruang fiskal dan meningkatkan risiko pembiayaan kembali utang.
Tekanan utang tersebut diperberat oleh ruang kebijakan moneter yang makin sempit serta perlambatan pertumbuhan kredit. Kombinasi faktor domestik dan ketidakpastian keuangan global dinilai meningkatkan risiko ekonomi pada 2026 hingga 2027.
Awalil menegaskan kajian Bright Institute merupakan peringatan dini agar otoritas ekonomi lebih waspada. Insight tersebut bukan kepastian krisis, namun menandai risiko nyata yang perlu diantisipasi sejak dini.

2 hours ago
1







































