Ekspor Batu Bara RI Terancam Merosot Gara-gara Kebijakan China

3 hours ago 1

CNN Indonesia

Selasa, 17 Jun 2025 18:52 WIB

Indonesia merupakan importir baru bara terbesar China, sedangkan tren permintaan listrik di Tiongkok kini cenderung dipenuhi oleh energi bersih. Indonesia merupakan importir baru bara terbesar China, sedangkan tren permintaan listrik di Tiongkok kini cenderung dipenuhi oleh energi bersih. (Foto: REUTERS/WILLY KURNIAWAN)

Jakarta, CNN Indonesia --

Ekspor batu bara Indonesia terancam mandek bahkan menurun dalam jangka panjang gara-gara komitmen transisi energi Presiden China Xi Jinping.

Hal ini terungkap dalam laporan terbaru Energy Shift Institute (ESI) "Coal in Indonesia Paradox of Strength and Uncertainty". Mengacu laporan ini, ekspor batu bara Indonesia masih bergantung pada China dan India, yang porsinya mencapai 63 persen pada 2023.

"Baru-baru ini Presiden Xi menyampaikan sinyal terkait target iklim tahun 2035 dan menegaskan kembali komitmen Tiongkok terhadap aksi iklim. Yang membuat pengumuman ini penting adalah komitmen politik di baliknya," kata peneliti Energy Shift Institute (ESI) Hazel Ilango.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Tiongkok, importir batu bara terbesar dari Indonesia, lebih dari tiga perempat pertumbuhan permintaan listriknya dipenuhi oleh energi bersih. Ini menunjukkan arah yang tidak bisa lagi diabaikan oleh Indonesia dan harus segera direspons dengan strategis," sambungnya.

Hazel mengatakan permintaan listrik baru di China semakin banyak dipenuhi oleh sumber energi bersih daripada oleh pembangkit berbahan bakar fosil. Begitu juga yang terjadi di India.

"Jika Tiongkok dan India terus bergerak ke arah ini, ekspor batu bara Indonesia dapat berhenti tumbuh atau bahkan menurun dalam jangka panjang," katanya.

Laporan ESI menyebut sektor pertambangan dan jasa batu bara nasional menghasilkan laba bersih hingga US$31,4 miliar selama 2019-2023. Sektor batu bara, kata Hazel, juga seolah tidak terdampak tren penurunan permintaan global, dengan produksi terus naik dan mencapai rekor 836 juta ton pada 2024 atau naik 7,9 persen dari tahun sebelumnya.

Meski demikian, ESI mengingatkan kondisi tersebut tidak akan berlangsung dalam jangka panjang.

"Kemampuan industri batu bara menghasilkan keuntungan besar dalam beberapa tahun terakhir hanyalah lonjakan sementara, sebuah karakter industri komoditas yang kerap berfluktuasi, dan bukan keunggulan struktural. Apalagi periode harga tinggi yang berkepanjangan tampaknya sudah berlalu. Meski harga masih di atas tingkatan pra-pandemi, nilainya telah turun lebih dari separuh sejak 2022," kata Hazel.

[Gambas:Video CNN]

(fby/pta)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |