- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam di mana IHSG menguat sementara rupiah melemah.
- Wall Street ditutup beragam, Nasdag dan S&P menguat sementara Dow Jones melemah
- Investor masih menanti arah kebijakan The Fed hingga perkembangan uang beredar periode Juni 2025.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada Senin (21/7/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah, dan Surat Berharga Negara (SBN) terpantau semakin diburu investor.
Pasar keuangan domestik diproyeksikan masih akan dipengaruhi oleh sentimen baik dari luar negeri maupun dalam negeri pada Selasa (22/7/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada penutupan perdagangan kemarin (21/7/2025), ditutup menguat 1,18% ke posisi 7.398,19. Hal ini menandakan penguatan IHSG selama 11 hari beturut-turut.
Penguatan selama 11 hari ini merupakan rekor bersejarah bagi bursa saham Indonesia.
Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp16,24 triliun dengan melibatkan 31,25 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,95 juta kali. Sebanyak 327 saham menguat, 285 saham melemah, dan 192 saham stagnan.
Dari sisi investor asing, terpantau net sell sebesar Rp180,30 miliar di seluruh pasar.
Sebanyak delapan dari 11 sektor ditutup di zona hijau yang dipimpin oleh sektor teknologi yang melesat 8,40%, diikuti sektor properti 5,28% dan utilitas 1,85%.
Di sisi lain, sektor keuangan dan energi justru berada di zona pelemahan dengan penurunan masing-masing sebesar 0,14% dan 0,22%.
Melihat dari sisi konstituen, saham konglomerat Toto Sugiri, PT DCI Indonesia Tbk (DCII) menjadi penyumbang kenaikan IHSG terbesar yakni sebanyak 47,35 poin, kemudian diikuti saham afiliasi Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) masing-masing menyumbang 8,07 poin dan 7,30 poin.
Sementara itu, saham banking big caps menempati sebagai laggard IHSG paling besar. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menyeret turun 5,25 poin, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 4,94 poin.
Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau ditutup pada posisi Rp16.305/US$ atau melemah 0,12%.
Rupiah masih dalam tren pelemahan. Dalam enam hari terakhir, rupiah hanya menguat sekali sementara sisanya ambruk.
Pelemahan rupiah hari ini di tengah pelaku pasar menanti pidato Ketua The Fed, Jerome Powell pada Selasa (22/7/2025), yang diharapkan memberi sinyal arah kebijakan moneter selanjutnya, terutama di tengah rencana penerapan tarif resiprokal.
Pidato ini diharapkan memberikan petunjuk baru bagi investor sebelum pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 29-30 Juli 2025. Dengan proyeksi bahwa suku bunga akan dipertahankan di kisaran 4,25%-4,5%. Hal ini nampaknya menjadikan tekanan terhadap rupiah.
Dari dalam negeri, keputusan Bank Indonesia memangkas BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% pada Juli 2025 ternyata memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Hal ini tercermin dari capital outflow yang terjadi sepanjang 14-17 Juli 2025. Berdasarkan data Bank Indonesia, investor asing tercatat melakukan jual neto sebesar Rp10,49 triliun di pasar keuangan domestik. Penjualan paling besar terjadi di instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp8,95 triliun, disusul oleh pasar saham sebesar Rp1,91 triliun.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Senin (21/7/2025) imbal hasil SBN tenor 10 tahun terpantau turun 0,47% menjadi 6,520%.
Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pages