Jakarta, CNBC Indonesia - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat melambat akibat kebijakan tarif impor sebesar 19%. Adapun Produk Domestik Bruto (PDB) RI dapat menurun hingga 0,113%.
Kepala Departemen Makroekonomi Indef, Muhammad Rizal Taufikurrahman menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh produk-produk Indonesia yang menjadi lebih mahal di pasar AS akibat tarif.
Namun di sisi lain, produk-produk dari Amerika Serikat dapat masuk ke Indonesia tanpa hambatan tarif akibat kesepakatan dagang antar kedua negara.
"Serta neraca dagang AS terhadap Indonesia membaik, mendukung pertumbuhan PDB AS meski tipis. Artinya perekonomian Amerika Serikat diuntungkan dari sisi perdagangan dan produk domestik," ujar Rizal dalam diskusi publik INDEF, Senin (21/7/2025).
Dari sektor investasi, Rizal memperkirakan terdapat penurunan investasi sebesar 0,061% akibat melemahnya insentif investasi akibat terganggunya prospek ekspor dan meningkatnya ketidakpastian pasar global.
Adapun negara-negara lain seperti Asia Selatan selain India dan Amerika Utara justru mengalami kenaikan kecil dalam aktivitas investasi. "Menunjukkan adanya efek pengalihan investasi dari Indonesia ke negara-negara pesaing yang lebih terlindung dari kebijakan tarif," ujarnya.
Penetapan tarif impor AS 19% pun dapat menurunkan daya beli rumah tangga Indonesia hingga 0,091%. Rizal menjelaskan, penurunan ini mencerminkan melemahnya pendapatan dan naiknya harga konsumsi, yang menekan konsumsi riil.
Sementara itu, beberapa negara lain justru diuntungkan oleh efek pengalihan perdagangan.
"Artinya kebijakan tarif saat ini secara langsung merugikan kesejahteraan rumah tangga Indonesia," ujarnya.
(haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lebaran Tinggal Sepekan Lagi, Daya Beli Warga RI Aman?