Industri Baja Nasional Terancam Gempuran Produk Impor

9 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) atau Masyarakat Baja Konstruksi Indonesia menyebut industri baja nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat kebijakan bea masuk nol persen untuk produk konstruksi baja jadi asal Cina dan Vietnam. Ketua Umum ISSC Budi Harta Winata menilai kebijakan ini membuat usaha fabrikator lokal terpuruk dan mengancam keberlangsungan industri strategis baja nasional.

"Peringatan ISSC ini menegaskan kebijakan bea masuk nol persen untuk produk konstruksi besi impor bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi sudah menyentuh aspek ketahanan dan kedaulatan industri nasional," Budi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Budi meminta pemerintah mengambil lima langkah konkret untuk melindungi industri baja nasional. Pertama, tidak memberikan izin PBG (IMB) kepada konstruksi bangunan yang dibangun menggunakan konstruksi baja impor, karena raw material tidak memiliki SNI dan TKDN (Kementerian PU). 

Kedua, tidak memberikan label SNI untuk produk yang dihasilkan atau diproduksi oleh pabrik yang menggunakan konstruksi baja impor. Ketiga, setop memberikan izin investasi asing baru untuk produk konstruksi baja dan rantai pasoknya. 

"Keempat, setop pemberian penerbitan surat persetujuan impor konstruksi baja; terakhir, perketat pengawasan kontruksi baja impor HS Code 9406.XX dan 7308.XX oleh bea cukai," lanjut Budi.

Menurut Budi, akar masalahnya adalah ketidakseimbangan struktural dalam perdagangan internasional akibat bea masuk nol persen yang menciptakan persaingan tidak adil. Budi mengatakan pemberlakuan bea masuk nol persen untuk produk konstruksi baja jadi seperti rangka atap baja dan struktur konstruksi baja lainnya menciptakan distorsi pasar yang parah sehingga tukang las dalam negeri kehilangan pekerjaan.

"Ini seperti menyuruh petinju lokal bertarung tanpa sarung tangan melawan petinju dunia yang lengkap. Harga produk impor jadi ini 20-40 persen lebih murah karena desainnya yang tipis, sedangkan fabrikator dalam negeri harus mengikuti standar desain gempa yang diatur SNI," ucap Budi. 

Fabrikator lokal, kata Budi, kini berada di ujung tanduk karena pasar produk jadi dikuasai baja impor murah. Banyak bengkel las dan pabrik fabrikasi skala kecil maupun menengah yang mengurangi produksi, bahkan terpaksa gulung tikar. 

"Jika fabrikator lokal mati, siapa yang akan membeli bahan baku dari perusahaan lokal? Kebijakan yang seharusnya mendukung industri, justru secara tidak langsung melukai perusahaan lokal yang seharusnya dilindungi," sambung Budi. 

Budi mendorong langkah-langkah solutif berupa revisi kebijakan bea masuk, menerapkan bea masuk antidumping dan safeguard secara tegas terhadap produk yang terbukti melakukan praktik perdagangan tidak sehat, penguatan TKDN, dan dukungan untuk perusahaan baja lokal.

Budi mendorong pemerintah konsisten menerapkan aturan TKDN dan memberikan dukungan strategis kepada perusahaan baja lokal agar semakin efisien dan kompetitif.

"Kami meminta kebijakan yang adil, bukan proteksi berlebihan. Jangan biarkan industri strategis yang menjadi tulang punggung pembangunan ini sekarat karena kebijakan yang justru membunuhnya," kata Budi.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |