Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik geopolitik dalam lima tahun terakhir masih menjadi masalah global yang belum selesai sampai saat ini, mulai dari Rusia-Ukraina, Israel saling serang dengan kelompok Hammas, dan meluas sampai Iran.
Konflik geopolitik telah membawa efek domino terhadap perekonomian global dalam beberapa tahun ini. Pada 2022, harga komoditas melambung membuat inflasi memanas dan suku bunga di level tinggi.
Efek suku bunga bahkan masih terasa sampai saat ini yang akhirnya membuat prospek ekonomi dunia akan melambat pada tahun ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga tak luput kena efek dari risiko ini.
Paling baru dari serangan besar-besaran Israel ke Iran pada akhir pekan lalu, Jumat (13/5/2025) telah membuat IHSG mengalami koreksi lagi.
Sejak ketegangan geopolitik antara dua negara itu memanas, sejak 11 Juni lalu sampai hari ini, Senin (16/6/2025), IHSG mengalami penurunan terus menerus.
Jika hari ini IHSG kembali koreksi, akan menandai empat hari beruntun dalam zona merah. Adapun per hari ini sampai pukul 14.35 WIB, IHSG sudah turun 0,32% menjadi 7.142,66.
Meski begitu, jika menarik data seminggu sebelum perang Israel - Iran ini, IHSG masih ditutup 0,74%. Ini terjadi berkat penguatan signifikan pada 10 Juni sebesar 1,65% masih mampu menutup koreksi tiga hari beruntun di pekan kedua Juni.
IHSG bisa dibilang masih dalam fase konsolidasi yang sehat setelah reli cepat yang terjadi sepanjang Mei 2025 sebanyak lebih dari 6%.
Melihat secara historis, IHSG sudah beberapa kali mengalami konflik geopolitik, terutama untuk wilayah Timur Tengah.
Pada serangan pertama kali antara Rusia-Ukraina yang terjadi 24 Februari 2022 silam, IHSG kena dampak dengan penurunan sampai 1,48% dalam sehari.
Meski begitu, dalam sehari setelahnya IHSG langsung rebound 2%, bahkan dalam jangka menengah berhasil menguat dan menembus All Time High di level 7700.
Sekitar satu tahun setengahnya, konflik geopolitik menular ke kawasan Timur Tengah, dengan dimulai serangan Hammas ke Israel pada 7 Oktober 2023.
Karena waktu itu terjadi di hari Sabtu, IHSG langsung merespon pada Senin dengan koreksi, syukurnya koreksi terbilang masih tipis hanya 0,04% dalam sehari.
Namun, pada waktu itu koreksi terus berlanjut ke hari-hari setelahnya, bahkan sampai awal November 2023 IHSG masih turun sampai level 6600 mengakumulasi penyusutan sampai 4% dari sebelum serangan Hammas terjadi.
Meski demikian, IHSG mampu berbalik arah pada akhir 2023 menikmati momen Window Dressing sampai Januari effect pada 2024.
Meskipun 2024 ada gejolak soal suku bunga tinggi sampai efek tahun pemilu, tetapi IHSG juga masih bisa mendapatkan level ATH-nya lagi di atas 7900.
Kami menilai momentum penguatan IHSG walaupun terkena konflik geopolitik saat ini masih bisa berlanjut. Apalagi untuk perang Israel - Iran tahun ini terjadi di tengah dunia mengalami perlambatan ekonomi.
Apalagi Amerika Serikat (AS) sejak kuartal pertama saja sudah mengalami kontraksi dan peningkatan yield obligasi terus menerus, menunjukkan aliran dana investasi asing terus keluar seireing dengan penurunan rating kredit.
Persoalan utang AS membuat mereka harusnya tidak terlalu gegabah untuk mendukung adanya perang terus berkelanjutan.
Perang hanya akan membuat harga minyak makin mendidih, inflasi makin memanas, suku bunga tinggi, pinjaman mencekik, dan akhirnya berujung pada ekonomi yang semakin suram.
Tanpa perang atau konflik geoplitik, alarm perlambatan ekonomi sejak awal tahun seharusnya sudah menjadi perhatian untuk pemerintah memberikan pelonggaran likuiditas baik secara fiskal maupun moneter.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)