Kewajiban Produsen Tangani Sampah Bakal Diatur Perpres

4 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menegaskan rencana penguatan regulasi pengelolaan sampah melalui penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP). Aturan ini ditujukan untuk mewajibkan produsen bertanggung jawab terhadap sampah kemasan yang mereka hasilkan, sebagai bagian dari penerapan skema Extended Producer Responsibility (EPR).

Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular KLH, Agus Rusly, mengatakan bahwa regulasi yang berlaku saat ini belum cukup kuat untuk mendorong partisipasi produsen.

“Kami sedang berproses menaikkan statusnya menjadi Perpres atau bahkan Peraturan Pemerintah agar pelaksanaannya lebih mengikat,” ujar Agus dalam diskusi Multistakeholder Forum: Implementasi Peta Jalan Pengurangan Sampah, Senin (30/6/2025).

Saat ini, kewajiban pengurangan sampah kemasan tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019. Namun dari jutaan pelaku usaha, baru kurang dari 50 perusahaan yang aktif menyusun peta jalan pengurangan sampah.

“Pertanyaan dari pelaku usaha seperti ‘apa risikonya kalau kami tidak ikut?’ menunjukkan belum adanya kesadaran akan prinsip polluter pays. Kalau mencemari, harus ikut bertanggung jawab,” tegas Agus.

KLH menyoroti ketimpangan perlakuan antara perusahaan yang sudah mematuhi regulasi dengan yang belum menjalankan tanggung jawabnya. Ia mencontohkan perusahaan seperti Aqua dan Unilever yang telah mengambil langkah konkret, sementara banyak perusahaan lain di sektor yang sama belum bergerak.

“Kalau tidak ada regulasi yang kuat, perusahaan yang patuh justru dirugikan karena harus bersaing dengan yang tidak bertanggung jawab. Ini tidak adil secara kompetitif,” kata Agus.

KLH menyampaikan rancangan strategi nasional pengurangan sampah juga sedang disusun dengan dukungan teknis dari Denmark. Selain itu, pemerintah tengah menjajaki pembentukan Indonesia Trade Recycling Organization (TRO) yang terinspirasi dari sistem pengelolaan sampah Korea Selatan.

Menurut Agus, model Korea dapat menjadi referensi karena perilaku pengumpul dan pola pengelolaan di Indonesia memiliki kemiripan. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menghadapi persoalan sampah.

“Kemitraan pemerintah, masyarakat, NGO, dan pelaku industri sangat penting untuk mendorong perubahan nyata dalam pengelolaan sampah. Tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja,” ujarnya.

KLH berharap Perpres ini dapat menjadi tonggak dalam mendorong ekonomi sirkular dan memperkuat tanggung jawab hukum produsen terhadap limbah kemasan.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |