REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menilai kegiatan pertambangan PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, memenuhi kaidah tata lingkungan. Pernyataan ini disampaikan setelah pengawasan langsung di lapangan serta evaluasi dokumen perizinan dan dampak ekologis kegiatan perusahaan.
“Kelihatannya pelaksanaan kegiatan tambang nikel di Pulau Gag oleh PT GN ini memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan. Artinya, tingkat pencemaran yang tampak oleh mata hampir tidak terlalu serius. Kalau ada gejala hanya minor-minor saja, tapi tentu masih perlu kajian mendalam karena sedimentasi sudah menutupi permukaan terumbu karang yang harus kita jaga keberadaannya,” kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Ahad (8/6/2025).
PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag seluas 6.030 hektare yang tergolong pulau kecil, dalam kontrak karya seluas 13.136 hektare seluruhnya di kawasan hutan lindung. Meskipun termasuk 13 perusahaan yang diizinkan menambang secara terbuka di hutan lindung sesuai UU Nomor 19 Tahun 2004, KLH menegaskan pentingnya pengawasan berkelanjutan dan perlindungan kawasan bernilai ekologis tinggi.
Selain PT GN, KLH juga melakukan pengawasan terhadap tiga perusahaan tambang lainnya, yakni PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), PT Kawei Sejahtera Mineral (PT KSM), dan PT Mineral Raja Papua (PT MRP).
Dari hasil pengawasan, KLH menemukan sejumlah catatan yang perlu ditindaklanjuti oleh masing-masing perusahaan untuk memastikan kegiatan mereka sesuai dengan ketentuan lingkungan dan tata ruang.
PT ASP, yang memiliki wilayah operasi di Pulau Manuran dan Pulau Waigeo, diminta menindaklanjuti temuan mengenai kondisi kolam pengendapan yang mengalami kerusakan dan menyebabkan sedimentasi di pesisir. Kementerian juga mencatat sebagian wilayah IUP perusahaan berada dalam kawasan konservasi Cagar Alam Waigeo Timur.
“Persetujuan lingkungan untuk PT ASP diterbitkan Bupati Raja Ampat tahun 2006. Hingga kini dokumen tersebut belum diserahkan kepada kami. Nantinya akan kami minta untuk dilakukan peninjauan lebih lanjut,” ujar Hanif.
PT KSM, yang beroperasi di Pulau Kawe, juga diminta menyesuaikan kegiatan tambangnya dengan ketentuan perizinan. KLH menemukan adanya aktivitas di luar wilayah yang telah mendapatkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Kementerian menyebut evaluasi terhadap persetujuan lingkungan perusahaan sedang berlangsung, dan langkah penegakan hukum akan diambil jika diperlukan.
“Terhadap kegiatan di luar kawasan yang telah disetujui, akan dilakukan evaluasi, dan jika terbukti melanggar, tentu akan ada proses hukum sesuai aturan yang berlaku,” kata Hanif.
PT MRP, yang berada pada tahap eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele, disebut masih belum memiliki dokumen lingkungan yang lengkap.
Kegiatan eksplorasi sudah dihentikan sementara oleh tim pengawas lingkungan hidup. KLH menekankan bahwa kelengkapan dokumen merupakan syarat mutlak sebelum kegiatan dilanjutkan.
“Kegiatan PT MRP masih dalam tahap awal, namun kami menemukan bahwa mereka belum memiliki dokumen lingkungan. Oleh karena itu, kami minta agar proses administratif diselesaikan terlebih dahulu,” ujar Hanif.
Kementerian menegaskan, kegiatan di pulau-pulau kecil dan kawasan bernilai konservasi tinggi seperti Raja Ampat harus memenuhi prinsip kehati-hatian dan berkelanjutan.
Hanif mengatakan KLH berkomitmen untuk terus memperkuat pengawasan serta bekerja sama dengan pemerintah daerah guna memastikan perlindungan lingkungan tetap terjaga seiring kegiatan pembangunan.