Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menghadapi berbagai tantangan global, termasuk ketidakpastian ekonomi, tekanan geopolitik, dan tren deglobalisasi. Kebijakan tarif dari pemerintahan Trump 2.0 di Amerika Serikat (AS) menjadi perhatian khusus, meskipun dampaknya terhadap ekonomi Indonesia secara keseluruhan masih terbatas.
Bank DBS Indonesia menggelar Asian Insights Conference 2025 dengan tema "Growth in a Changing World" yang dilaksanakan pada Rabu (21/5/2025) dengan menghadirkan para pembicara ternama di berbagai bidang.
Berikut ini beberapa poin-poin penting yang disampaikan oleh para pembicara.
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi - Hashim S. Djojohadikusumo
Hashim menyampaikan banyak hal penting yang patut dicermati bersama, salah satunya soal optimisme pertumbuhan ekonomi RI sebesar 8%.
Menurut Hashim, terdapat sejumlah program yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga melebihi 8%. Mulai dari manufaktur hingga hilirisasi komoditas tambang.
Foto: Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo menyampaikan paparan dalam DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo menyampaikan paparan dalam DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
"Kita memiliki nikel, kita memiliki tembaga, kita memiliki bauksit, dan berbagai hal lainnya," kata Hashim.
Bahkan, menurut dia, Indonesia mampu melakukan hilirisasi aset batu bara yang juga dapat menghasilkan LPG. Semua karena Indonesia memiliki cadangan batu bara yang besar.
Selain itu Hashim juga memperingatkan soal ancaman bagi bonus demografi Indonesia.
Ancaman tersebut adalah stunting ataugangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Stunting mengancam perkembangan otak anak dan berisiko menganggu bonus demografi Indonesia.
"Dari angka terakhir, tahun lalu, pemerintah memperkirakan sekitar 25% anak Indonesia mengalami stunting," kata Hashim dalam acara DBS Asian Insights Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Chief Executive Officer Danantara- Rosan Roeslani
Rosan mengungkapkan soal pentingnya penciptaan lapangan kerja bagi warga RI, oleh karena itu ia menegaskan pentingnya peran Danantara untuk menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja berkualitas.
"Ada 2 juta lebih bayi yang dilahirkan di Indonesia. Makanya saya bilang, setiap 2-3 tahun kita melahirkan satu Singapura.Thats why, creating a job is important," tegasnya dalam DBS Asian Insights Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Foto: CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sekaligus Menteri Investasi, Rosan Roeslani menyampaikan paparan dalam DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sekaligus Menteri Investasi, Rosan Roeslani menyampaikan paparan dalam DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Dia memaparkan semua BUMN yang berada di bawah Danantara berperan menciptakan nilai dan potensi. Nantinya, akan ada dua holding yang menangani operasi dan investasi.
"Semua dividen yang dihasilkan BUMN sekarang bisa kami pergunakan untuk investasi. Contohnya, dividen yang kita terima tahun ini kurang lebih mencapai Rp 140 triliun, kita bisa investasi, dan ini bisa invest ke lapangan pekerjaan," papar Rosan.
Ekonom Indonesia dan Mantan Menteri Keuangan- Chatib Basri
Ada setidaknya dua hal penting yang disampaikan Chatib dan kedua hal tersebut saling terhubung, yakni soal dolar AS yang tak sekuat dahulu kala serta potensi Indonesia menjadi tempat investasi bagi investor global.
Foto: Ekonom Indonesia dan mantan Menteri Keuangan Indonesia, Chatib Basri menyampaikan paparan dalam DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Ekonom Indonesia dan mantan Menteri Keuangan Indonesia, Chatib Basri menyampaikan paparan dalam DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
"Sebelum tarif resiprokal, saya berekspektasi, dengan tarif universal sekitar 10%. Ketika Presiden Trump berkuasa, saya mengharapkan bahwa dolar akan terus menjadi aset safe haven, ya. Tetapi bagi saya, tampaknya setelah tarif timbal balik, ada beberapa kekhawatiran dari pasar keuangan tentang peran dolar sebagai satu-satunya safe haven," ujar Chatib di acara DBS Asian Insights Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Menurutnya, ada kecenderungan terjadinya dedolarisasi, walaupun tidak dalam kasus ekstrem. Maka demikikan, Chatib mengatakan saat ini terjadi depresiasi dolar AS terhadap mata uang utama, termasuk rupiah.
Kedua yakni soal sejumlah alasan mengapa investor tidak perlu khawatir terhadap kondisi Indonesia.
Di antaranya, dia menyebut soal Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang saat diumumkan pendiriannya menimbulkan banyak pertanyaan dari para investor. Namun kini, sudah terbentuk tata kelola dan manajemen.
"Mereka [Danantara] menempatkan orang-orang seperti Ray Dalio, Jeff Sachs sebagai penasihat, atau Chapman Taylor, misalnya, pasar mulai percaya bahwa, pemerintah setidaknya serius, setidaknya dalam masalah tata kelola. Jadi ini benar-benar kombinasi dari eksternal dan juga internal," terang Chatib di acara DBS Asian Insights Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Kemudian, mantan Menteri Keuangan RI itu menyinggung soal adanya kekhawatiran pasar tentang defisit APBN. Mereka mengkhawatirkan jumlah beban biaya dari banyaknya program pemerintah, dan mempertanyakan apakah defisit anggaran akan melampaui 3%.
"Saya akan bilang tidak, saya rasa tidak. Dan taruhan saya, kita akan lihat apa yang sebenarnya terjadi. Pada akhir tahun ini, saya yakin defisit anggaran akan tetap di sekitar 2,4% terutama karena harga minyak tetap sekitar US$50 hingga US$60,"
Maka demikian, Chatib mengatakan investor tidak perlu khawatir tentang defisit APBN.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia- Burhanuddin Muhtadi
Burhanuddin banyak membahas soal outlook politik baik secara global (cenderung multipolar0 maupun domestik (stabil namun rawan friksi).
Outlook politik global dan domestik pada tahun 2025 menunjukkan dinamika yang kompleks dan penuh tantangan. Secara global, ketegangan geopolitik meningkat, terutama antara negara-negara maju dan blok China-Rusia, yang berimplikasi pada rantai pasok perdagangan dan komoditas. Kondisi ini diperparah oleh kebijakan proteksionis dan perang dagang yang memicu ketidakpastian ekonomi dunia.
Di dalam negeri, Indonesia menghadapi tantangan untuk menjaga stabilitas politik dan ekonomi di tengah tekanan eksternal tersebut. Pemerintah perlu memperkuat konsolidasi kekuasaan melalui koalisi besar (super majority) untuk memastikan stabilitas politik dan kelancaran pengambilan keputusan strategis.
Selain itu, penting bagi Indonesia untuk memperkuat ketahanan ekonomi domestik dengan mendorong transformasi digital, hilirisasi industri, dan transisi energi guna meningkatkan daya saing dan mengurangi ketergantungan pada pasar global.
Foto: Elite Level Support
Sumber: Burhanuddin Muhtadi
Dalam menghadapi dinamika politik global yang semakin rumit, Indonesia harus mengadopsi strategi yang adaptif dan proaktif. Hal ini mencakup diplomasi yang lebih aktif di kancah internasional, diversifikasi mitra dagang, serta penguatan sektor-sektor strategis dalam negeri. Dengan pendekatan ini, Indonesia dapat meminimalkan dampak negatif dari ketidakpastian global dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia- Lim Chu Chong
Lim menegaskan soal komitmen DBS sebagai mitra strategis bagi dunia usaha di tengah ketidakpastian global. Dengan kekuatan jaringan regional yang kuat di Asia, DBS siap mendukung perdagangan, investasi, dan arus modal lintas batas guna mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Melalui DBS Asian Insights Conference 2025, DBS mendorong dialog lintas sektor untuk mewujudkan pertumbuhan jangka panjang.
Salah satu upaya untuk menangkap peluang di tengah ketidakpastian ini, adalah mengedepankan bisnis yang berwawasan lingkungan.Bank DBS Indonesia menegaskan keberlanjutan dan prinsip ESG menjadi hal yang tidak bisa ditawar dalam berbisnis. Prinsip ini pun harus diterapkan oleh para pebisnis di kawasan Asia,yang memiliki hubungan unik satu sama lain, sehingga bisa menjadi kekuatan pertumbuhan dan investasi.
"Kami terus memanfaatkan kemampuan kami dalam menghubungkan perusahaan dan menavigasi potensi yang bisa digali antar negara," pungkasnya.
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia- Anthonius Sehonamin
Anthonius menyebutkan perihal tantangan pembiayaan hijau di Indonesia.
Tantangan pertama adalah mengenai pemahaman yang masih kurang dalam mengenai transisi energi itu sendiri.
Foto: Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia, Anthonius Sehonamin menyampaikan paparan dalam Media Briefing DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia, Anthonius Sehonamin menyampaikan paparan dalam Media Briefing DBS Asian Insights Conference di Jakarta, Rabu (21/5/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
"Sedangkan yang kedua adalah bahwa informasi dan data statistik tentang proyek hijau tidak mudah didapatkan. Baik itu proyek pemerintah maupun proyek swasta, sehingga masalah sosialisasi juga masih menjadi tantangan," jelas Anthonius dalam Media Briefing DBS Asian Insights Conference 2025 di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Meski begitu,dirinya mengaku optimis proyek-proyek hijau akan semakin bertumbuh di masa mendatang. Oleh karena itu, Anthonius menegaskan komitmen DBS Indonesia untuk membantu ekosistem,buyer, hingga menyelenggarakan pendampingan untuk sektor-sektor dan juga produk-produk.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)