Komnas HAM Dukung Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah

8 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan kembali gelaran pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah patut didukung. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi putusan itu.

Mereka menilai, putusan itu sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM yang meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar penyelenggaraan pesta demokrasi 2029 level nasional dan daerah digelar tak berbarengan, seperti Pemilu 2024. Hal itu karena perhitungan memakan waktu lebih lama.

"Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 tersebut sejalan dengan salah-satu poin rekomendasi Komnas HAM kepada pemerintah dan DPR dalam kertas kebijakan terkait perlindungan dan pemenuhan HAM bagi petugas pemilu," kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dalam siaran pers di Jakarta pada Senin (30/6/2025).

Rekomendasi Komnas HAM, kata Anis, pernah dilayangkan kepada pemerintah dan DPR pada 15 Januari 2025 lalu. "Dan Komnas HAM menilai putusan MK tersebut merupakan langkah progresif untuk mendorong terwujudnya pemilu yang lebih ramah pada HAM," ucapnya.

Pada Kamis (26/6/2025), MK menerbitkan Putusan MK 135/PUU-XXII/2024. Isinya terkait dengan penyelenggaraan pemilu. Dikatakan keserentakan penyelenggaraan pesta demokrasi yang konstitusional harus dilakukan dengan pemisahan gelaran pemilu anggota DPR, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dengan pemilu anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, serta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, dan Wali kota-Wakil Wali Kota.

Pemisahan gelaran pemilu tersebut, menurut putusan MK dilakukan pada 2029. Adapun jarak waktu penyelenggeraan pemilu nasional dan di daerah tersebut diserahkan kepada DPR sebagai pembuat Undang-undang (UU) Pemilu.

Namun, menurut MK, pemungutan suara dilaksanakan serentak untuk pemilihan anggota DPR, anggota DPD, Presiden-Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun. Atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR, dan anggota DPD, atau sejak pelantikan Presiden-Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara serentak untuk memilih anggota DPRD dan Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, dan Wali Kota-Wakil Wali Kota.

Menurut Anis, sedikitnya tiga hal penting yang patut diapresiasi atas putusan MK itu. Pertama, terkait dengan penelenggaraan pemilu, dan desain pemilu nasional serta lokal yang akan membagi beban teknis penyelenggara oleh petugas pemilu.

Terutama, kata Anis, menyangkut beban pemungutan suara yang dilakukan oleh petugas di tempat pemungutan suara (TPS). "Dengan membagi kegitan dan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu lokal (daerah) pelaksanaan pekerjaan akan lebih terarah dan terukur," ujar Anis.

Dia menerangkan, pengalaman Pemilu 2019 dan 2024 yang digelar serempak dengan membebankan lima surat suara menjadi satu penyelenggaraan menjadi salah-satu sebab tingginya angka kecelakaan kerja para petugas TPS di hari-H. Kecelakaan kerja para petugas TPS itu, termasuk di antaranya yang meninggal dunia maupun jatuh sakit.

Hal tersebut terjadi karena proses pemungutan, dan penghitungan lima surat suara yang memakan waktu dari pagi sampai pagi hari berikutnya. "Petugas pemilu memikul beban kerja yang melebihi batas kewajaran, dan dengan waktu istirahat yang terbatas," ujar Anis.

Kondisi tersebut diperburuk dengan risiko dari tekanan psikologis para peserta pemilu kepada petugas-petugas TPS. "Sehingga hal-hal tersebut memunculkan kesalahan-kesalahan teknis yang terjadi pada pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS," ucap Anis.

Dia menyebut, putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dengan tiga surat suara, dan pemilu daerah dengan empat surat suara pada 2029, dapat lebih meminimalisasi risiko. Pun lebih dapat mengurangi beban kerja para petugas pemilu di lapangan dengan pemotongan waktu penyelenggaraan yang lebih pentik.

Kedua, kata Anis, pemisahan gelaran pemilu nasional dan daerah pada 2029, lebih menjamin hak-hak politik warga negara. Utamanya terkait dengan fokus partisipasi warga negara untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang deretan para calon, maupun kandidat-kandidat peserta pemilu.

Menurut Anis, Pemilu 2019 dan 2024 menjadi pengalaman yang membingungkan bagi warga negara yang memiliki hak pilih. Karena dengan penyelenggaraan pemilu yang serempak, warga negara hanya terfokus pada isu-isu maupun informasi tentang kontestasi para calon presiden-wakil presiden untuk pilpres.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |